FPI Resmi Dibubarkan, Fadli Zon Kecewa: Ini Adalah Praktik Otoritarianisme

30 Desember 2020, 14:08 WIB
Fadli Zon (kanan) mengaku kecewa karena Mahfud MD (kiri) menyatakan FPI resmi dibubarkan tanpa proses pengadilan. /Kolase foto dari Humas Kemenko Polhukam dan YouTube Fadli Zon Official

PR BEKASI - Organisasi massa Front Pembela Islam (FPI) resmi dibubarkan usai pemerintah melarang semua aktivitas dari ormas tersebut.

Keputusan tersebut disampaikan oleh Menko Polhukam Mahfud MD dalam keterangan pers yang di kantor Kemenko Polhukam, Jakarta pada Rabu, 30 Desember 2020.

"Bahwa FPI sejak tanggal 20 Juni 2019 secara de jure telah bubar sebagai ormas tetapi sebagai organisasi FPI tetap melakukan aktivitas yang melanggar ketertiban dan keamanan yang bertentangan dengan hukum seperti tindak kekerasan, sweeping, provokasi dan sebagainya," kata Mahfud.

Baca Juga: Pertama Kali, DPR Tolak Pengajuan Hak Veto Presiden Donald Trump tentang RUU Pertahanan Nasional

Menanggapi hal tersebut, dikutip Pikiranrakyat-Bekasi.com dari akun Twitter @fadlizon, Rabu, 30 Desember 2020, politisi Gerindra Fadli Zon mengaku kecewa dengan keputusan ini lantaran dieksekusi tanpa melalui proses yang jelas.

"Sebuah pelarangan organisasi tanpa proses pengadilan," ucapnya.

Menurutnya, karena dieksekusi tanpa proses yang jelas, ini adalah salah satu bentuk nyata dari praktik otoritarianisme.

Baca Juga: Tidak Hanya Selamatkan Uang Negara Triliunan Rupiah, Realisasi Anggaran Capai Rp843 Miliar

"Ini adalah praktik otoritarianisme," tuturnya.

Tak hanya itu, ia menilai bahwa keputusan tersebut merupakan tamparan keras bagi Indonesia yang disebut-sebut sebagai negara demokrasi.

"Ini pembunuhan terhadap demokrasi dan telah menyelewengkan konstitusi," ujar Fadli Zon.

Baca Juga: Kasus Chat Mesum Rizieq Dilanjutkan, Refly Harun: Mudah-mudahan HRS Ikhlas dengan Semua Ini

Sebelumnya, Mahfud MD juga menjelaskan bahwa keputusan tersebut tertera dalam Perppu dan putusan MK.

"Berdasarkan peraturan perundang-undangan dan sesuai dengan putusan MK Nomor 82 Tahun 2013 tertanggal 23 Desember 2014, pemerintah melarang aktivitas FPI dan akan menghentikan setiap kegiatan yang dilakukan FPI karena FPI tidak lagi mempunyai legal standing baik sebagai ormas maupun sebagai organisasi biasa," ucapnya.

Mahfud MD juga menegaskan kepada aparat-aparat pemerintah pusat dan daerah, kalau ada sebuah organisasi mengatasnamakan FPI, maka dianggap tidak ada dan harus ditolak. Sebab, legal standing-nya tidak ada terhitung hari ini.

Baca Juga: Penutupan Pintu bagi WNA Berdampak ke Pariwisata, Sandiaga Uno: Namun Ini untuk Keselamatan Rakyat

"Pelarangan kegiatan FPI ini dituangkan di dalam keputusan bersama 6 pejabat tertinggi di kementerian dan lembaga yakni mendagri, menkumham, menkominfo, jaksa agung, kapolri, dan kepala BNPT," tuturnya.

Perlu diketahui, hingga saat ini telah ditemukan 37 anggota FPI yang terbukti ikut dalam sindikat teroris di Indonesia.

Kepala Pusat Riset Ilmu Kepolisian dan Kajian Terorisme Universitas Indonesia Inspektur Jenderal (Purn) Benny Mamoto telah membongkar daftar 37 anggota FPI jadi teroris.

Baca Juga: Mensos Risma Blusukan ke Kolong Tol, Fadli Zon: Pekerjaan Kepala Dinsos DKI Diambil Alih Mensos DKI

Nama-nama anggota FPI yang menjadi teroris itu antara lain, Arif Hidayatullah alias Abu Musab. Abu Musab anggota FPI Solo tahun 2009.

Abu Musab ditangkap 23 Desember 2015 kasus perencanaan amaliyah, kelompok Bekasi.

Ke-37 orang itu merupakan mantan atau masih anggota FPI yang terlibat aksi terorisme di Indonesia.

Baca Juga: Pemkab Bekasi Angkat 462 CPNS, Asda III Berpesan: Tingkatkan Disiplin dan Prestasi Kerja yang Baik

Benny mengatakan data tersebut dapat diakses publik dengan mudah melalui rekam jejak putusan pengadilan.

"Kami mengumpulkan data para pelaku teror berikut latar belakangnya untuk bahan analisa. Data tersebut diambil dari putusan pengadilan. Jadi kalau ditelusuri di laman pengadilan setempat maka akan menemukan data tersebut, termasuk berapa lama vonisnya. Ini supaya clear, jangan sampai dikira asal-asalan sumbernya," kata Benny.

Benny juga menjelaskan bahwa mereka bergabung dengan jaringan teroris seperti Jamaah Ansharut Daulah (JAD) dan Mujahidin Indonesia Timur (MIT).

Baca Juga: Sepanjang 2020, KPK Berhasil Selamatkan Potensi Kerugian Negara Sebesar Rp592,4 Triliun

Beberapa diantara mereka juga masih aktif terlibat aksi terorisme di berbagai tempat hingga menyembunyikan gembong teroris Noordin M Top.

"Ada yang akses ke senjata di Filipina Selatan, Aceh, ada yang melakukan pengeboman Polresta Cirebon, ada yang menyembunyikan Noordin M Top di Pekalongan, ada yang merakit bom dan sebagainya," kata Benny dalam diskusi crosscheck virtual.***

Editor: Puji Fauziah

Tags

Terkini

Terpopuler