Ada Aturan Ungkap Identitas Pelaku Kejahatan Seksual di PP Kebiri, KPAI: Dampaknya pada Keluarga

4 Januari 2021, 18:46 WIB
Komisioner KPAI Bidang Pendidikan Retno Listyarti. / Instagram.com/@retno_listyarti13

PR BEKASI - Pemerintah telah menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 70 Tahun 2020 tentang Tata Cara Pelaksanaan Tindakan Kebiri Kimia, Pemasangan Alat Pendeteksi Elektronik, Rehabilitasi, dan Pengumuman Identitas Pelaku Kekerasan Seksual terhadap Anak.

Peraturan yang ditandatangani oleh Presiden Joko Widodo pada 7 Desember 2020 ini ditetapkan untuk mengatasi kekerasan seksual terhadap anak, memberi efek jera terhadap pelaku, dan mencegah terjadinya kekerasan seksual terhadap anak.

Salah satu isi dari PP tersebut yaitu tentang pengumuman identitas pelaku kejahatan seksual tertuang dalam PP 70/2020 pada BAB III pasal 21 yakni tata cara pengumuman identitas pelaku.

Baca Juga: Terorganisir, Polri: Anggota Teroris JI Bentuk Kadernya untuk Jadi Ahli Bahasa, IT, dan Manajemen

Dalam pasal tersebut dituliskan bahwa pengumuman dilakukan selama satu bulan kalender melalui papan pengumuman, laman resmi kejaksaan dan media cetak, media elektronik atau media sosial.

Pada pasal 22 juga dituliskan pengumuman identitas pelaku paling sedikit memuat nama pelaku, foto terbaru, nomor induk kependudukan atau nomor paspor, tempat tanggal lahir, jenis kelamin hingga alamat domisili terakhir.

Menanggapi hal tersebut, Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mengatakan pengumuman identitas pelaku kejahatan seksual pada anak yang diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 70/2020 akan berdampak pada keluarga pelaku.

Baca Juga: Cek Fakta: Partai Komunis Dikabarkan Akui Vaksin Covid-19 dari China Tak Layak Pakai, Ini Faktanya

"Tentu saja akan berdampak pada keluarganya, bisa saja anaknya malu kalau diumumkan," kata Komisioner KPAI bidang Pendidikan Retno Listyarti saat dihubungi di Jakarta, Senin, 4 Januari 2021, seperti dikutip Pikiranrakyat-Bekasi.com dari Antara.

Namun, ia mengatakan tujuan pemerintah mengumumkan identitas pelaku agar masyarakat lebih waspada sehingga bisa mengurangi risiko terjadinya kasus yang sama.

Berbeda dengan Eropa, identitas para pelaku kejahatan seksual pada anak tidak diumumkan seperti halnya di Indonesia.

Baca Juga: Cek Fakta: Gus Yaqut Menggila, Sertifikasi Halal Dikabarkan Dipegang PT Surveyor Indonesia Bukan MUI

Di Benua Biru, pelaku dipasangkan sebuah cip sehingga ketika menuju suatu daerah akan terus terpantau.

Misalnya pelaku tersebut dari Belgia lalu berpindah ke Inggris maka otoritas setempat akan memberitahu bahwa ada pedofil yang menuju negara itu agar mewaspadai aktivitasnya.

"Jadi, setibanya di negara tujuan dia tidak dibolehkan menjadi guru, bekerja dan ditempatkan di bangsal anak di rumah sakit atau bekerja yang berkaitan langsung dengan anak-anak," kata Retno Listyarti.

Baca Juga: Hilang dari Publik, Ternyata Kebijakan Ini yang Dikritik Jack Ma terhadap Pemerintah China

Secara umum, sebagai manusia, pelaku tadi tetap diberi ruang untuk hidup dan bekerja, tapi tidak diberi akses yang bersentuhan dengan anak-anak karena dikhawatirkan kembali mengulangi perbuatan yang sama.

Menurut Retno, cara yang dilakukan Eropa lebih efektif guna mencegah perbuatan kejahatan seksual pada anak dibanding mengumumkan identitas pelaku kepada publik seperti yang diterapkan Indonesia.***

Editor: Ikbal Tawakal

Sumber: ANTARA

Tags

Terkini

Terpopuler