Pemerintah Diduga Terobsesi Teroriskan FPI, Refly Harun: Gawat Kalau Pemerintah Mengecap Satu Kelompok

31 Maret 2021, 17:21 WIB
Pakar hukum tata negara sekaligus mantan Staff Ahli Mahkamah Konstitusi, Refly Harun. /YouTube Refly Harun

PR BEKASI - Pengamat terorisme Sidney Jones buka suara mengenai dugaan adanya obsesi dari pemerintah untuk menteroriskan Front Pembela Islam (FPI).

Sidney menjelaskan dugaan tersebut berhubungan dengan peristiwa pembaiatan massal ke ISIS di Makassar pada tahun 2015.

"Saya kira sekarang ini seperti ada obsesi pemerintah dengan FPI seolah-olah ini membuktikan bahwa FPI terkait terorisme. Sebetulnya, menurut bahwa beberapa orang, bukan beberapa, tapi ratusan orang Makassar, ikut satu program pembaiatan massal pada bulan Januari tahun 2015," ucapnya.

"Jadi sudah lama ya dan pada waktu itu memang ada kolaborasi antara FPI dan Ustaz Basri. Ustaz Basri yang menjadi pimpin dari pembaiatan itu," sambung Sidney.

Baca Juga: Tolak Dokumen KLB Partai Demokrat, Menkumham: Kami Tak Berwenang Menilainya, Biarlah Itu Jadi Ranah Pengadilan

Baca Juga: Bocoran Ikatan Cinta Malam Ini: Sumarno Tak Sebut Nama Elsa di Hadapan Mama Rosa, Elsa Lolos Lagi?

Baca Juga: Kepengurusan Demokrat versi KLB Ditolak, Musni Umar Sarankan Moeldoko cs Sebaiknya Bikin Partai Baru

Menanggapi hal tersebut mantan Staf Ahli Mahkamah Konstitusi Refly Harun menyebut gawat jika pemerintah memang benar terobsesi untuk menteroriskan FPI.

"Gawat ya kalau pemerintah berkeinginan mengecap satu kelompok sebagai teroris sehingga memiliki legitimasi untuk melakukan apapun terhadap kelompok tersebut. Jadi dipaksakan labeling itu," kata Refly Harun.

Namun dalam konteks tersebut, dia meminta masyarakat paham mengenai dua hal.

"Pertama, tentu terkait dengan pernyataan Sidney bahwa memang benar waktu itu ada pembaiatan tahun 2015, tapi itu konteksnya adalah ketidaktahuan mereka terhadap apa itu ISIS," ucapnya seperti dikutip Pikiranrakyat-Bekasi.com, Rabu, 31 Maret 2021.

Baca Juga: Mulai 1 April 2021 GeNose Bisa Jadi Syarat Naik Pesawat, Ernest Prakasa: Jadi Makin Parno Terbang

Jadi mungkin, sambung Refly Harun, mereka berpikir ISIS mau memperjuangkan daulah Islamiyah dengan cara yang baik dan terhormat sesuai dengan cita-cita mulia mereka.

Namun belakangan menurutnya, mereka tidak tahu ISIS menjadi kelompok yang kejam, yakni kelompok terorisme.

Dalam konteks global pun, menurut Refly Harun, patut dipertanyakan mengenai ISIS ini.

"Siapa ini ISIS, siapa yang mendirikannya, berhubungan kepada siapa dia dan lain sebagainya, karena konstelasi politik global kadang-kadang tidak sesederhana itu, termasuk juga misalnya kehadiran Osama bin Laden dalam war on terorism sebagai sebuah target utama," tuturnya.

Baca Juga: Kepengurusan Demokrat Moeldoko cs Ditolak, Jansen Sitindaon: Semoga Pelaku KLB Abal Segera Insaf

"Osama bin Laden berakhir, muncul ISIS, jadi ada ketidaktahuan kelompok-kelompok tertentu di Indonesia yang barangkali sudah melangkah keliru untuk dibaiat oleh kelompok semacam ISIS," sambung Refly Harun.

Refly Harun menegaskan, khusus FPI tiga bulan setelah dibaiat tersebut, mereka justru menarik diri dari ISIS.

Anggota FPI yang masih ingin berafiliasi dengan ISIS, kata Refly, kemudian justru lebih akrab dengan Ustaz Basri.

"Itu satu soal yang mengindikasikan bahwa FPI bukanlah kelompok terorisme atau kalaupun awalnya tergoda untuk dibaiat ISIS, kemudian mereka sadar tiga bulan kemudian dan mereka akhirnya menjauh dari ISIS tersebut," ucapnya.

Baca Juga: Foto Anies Baswedan Berdampingan dengan Pimpinan ISIS yang Disebarkan Ferdinand Hutahaean Ternyata Hoaks

Kemudian, Refly Harun menyampaikan, kalaupun benar FPI itu adalah ISIS, benar tidaknya juga harus disampaikan secara jelas.

"Secara jelas itu maksudnya begini, jangan sampai kemudian keterlibatan itu adalah keterlibatan yang dibuat-buat, kalaupun genuine maka itupun tidak cukup alasan untuk mengkeranjangkan semua organisasi," tuturnya.

"Karena yang namanya kejahatan, pelanggaran pidana adalah individual responsibility, siapa yang berbuat, yang menyuruh melakukan, dialah yang bertanggung jawab," sambungnya.

Jadi tidak bisa, kata Refly, mengecap suatu organisasi sebagai teroris jika ada satu anggotanya yang terlibat.

Baca Juga: Ferdinand: Coba Tanya Gurumu, Kalau Membunuh adalah Jalan ke Surga Mengapa Bukan Dia yang Lebih Dulu

"Tidak berarti kalau ada warga negara Indonesia yang melakukan tindak pidana di luar negeri, tiba-tiba seluruh warga negara Indonesia dinyatakan bersalah tidak seperti itu," tutupnya.

Sebelumnya, Sidney mengatakan bahwa tiga bulan setelah pembaiatan massal tersebut, FPI mengeluarkan pernyataan sikap serta menjauhkan diri dari peristiwa pembaiatan itu.

Sidney menyebut, pada saat itu masih ada anggota FPI yang ingin bergabung dengan ISIS.

Baca Juga: Soroti Sosok Atta Halilintar Sebagai Calon Mantu, KD Akui Kagum dan Merasa Beruntung

Dia mengatakan mereka aktif dengan ISIS pimpinan Ustaz Basri tetapi tak lagi aktif dengan FPI.

"Pada saat itu kelompok FPI yang masih ingin bergabung dengan ISIS sudah bergabung dengan Ustaz Basri, jadi mereka aktif dengan Ustaz Basri tidak dengan FPI setahu saya," ucap Sidney.

"Jadi saya kira harus membedakan apa yang terjadi pada pembaiatan massal pada waktu banyak orang tidak mengerti apa itu ISIS dan bagaimana sifatnya Daulah Islamiyah yang didirikan di Suriah dengan aksi-aksi kemudian," tutup pakar terorisme tersebut.***

Editor: Puji Fauziah

Sumber: YouTube

Tags

Terkini

Terpopuler