Jokowi Minta Koruptor Dimiskinkan, Refly Harun: Ucapan dan Faktanya Malah Berbeda

20 April 2021, 09:54 WIB
Refly Harun sebut ucapan Presiden Jokowi dengan fakta yang terjadi berbeda usai permintaan presiden miskinkan koruptor dinilai cuman gimmick oleh ICW. /Twitter/@Dahnilanzar

PR BEKASI - Refly Harun memberikan tanggapannya terkait permintaan Presiden Joko Widodo atau Jokowi baru-baru ini.

Presiden Jokowi belum lama ini mengungkapkan permintaannya untuk memiskinkan koruptor.

Refly Harun menyebut, ucapan dan fakta di lapangan terkait hal tersebut jauh berbeda.

Baca Juga: Tegas! Sahur On the Road Dilarang, Kapolres Metro Bekasi Bakal Siaga Selama Malam Ramadhan

Bahkan, permintaan Jokowi untuk memiskinkan koruptor demi penyelamatan kerugian negara dari pelaku korupsi dinilainya hanya trik untuk menarik perhatian atau gimmick belaka.

Penilaian tersebut datang dari Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Wana Alamsyah.

Refly Harun meyakini bahwa satu hal yang pasti soal pemberantasan korupsi di Tanah Air adalah ucapan Jokowi dan fakta yang terjadi di lapangan kerap berbeda.

Baca Juga: Ragukan Pesan Ibunda Desiree Tarigan untuk Hotma Sitompul, Partahi Sihombing: Ribu Ingat Seseorang Aja Susah

"Yang tidak bisa dibohongi adalah antara yang diucapkan dengan faktanya berbeda," kata Refly Harun seperti dikutip Pikiranrakyat-Bekasi.com pada Selasa, 20 April 2021.

Walaupun banyak yang mengatakan bahwa KPK dan penegakan hukum itu independen, sambung Refly harun, tetapi jangan lupa dengan kepolisian dan kejaksaan.

"Kepolisian dan kejaksaan tidak independen, mereka di bawah Presiden Jokowi," ucapnya.

Baca Juga: Alami 105 Gempa dalam Sebulan, Warganet Khawatirkan Letusan Hebat dari Gunung Berapi Raksasa Ini

Namun sangat disayangkan di era pemerintahan Jokowi, sambung Refly Harun, KPK juga ternyata lebih banyak ditentukan oleh presiden.

"KPK itu juga lebih banyak ditentukan oleh Presiden Jokowi, karena beliau dua kali merekrut pimpinan KPK dalam masa pemerintahannya," ungkapnya.

"Bahkan ketika membuat Panitia Seleksi (Pansel) Calon Pimpinan KPK saja itu sudah bermasalah, karena pansel sudah dititipi nama-nama tertentu yang harus lolos," sambungnya.

Baca Juga: Bukti Baru Kasus Narkoba Diungkap Polisi, Aktor Jeff Smith Tanpa Diduga Punya 4 Benda Ini

Lebih lanjut, Refly Harun menyampaikan bahwa jika bicara soal tindak pidana korupsi di Indonesia, terdapat dua kata yang sesuai.

Pertama adalah unwilling (tidak berkemauan penuh) dan kedua adalah unable (tidak mampu).

Kalau dibilang unable bisa iya atau tidak, karena sederhananya begini kata Refly Harun, barangkali Presiden Jokowi memiliki kemampuan pada dirinya untuk memerintahkan pemberantasan korupsi tersebut.

Baca Juga: Hari Konsumen Nasional, Pemerintah Diminta Berperan Aktif Penuhi Hak Konsumen HPTL

Barangkali, sambungnya, Jokowi adalah orang yang tidak masalah untuk memerintah pemerintahan melakukan pemberantasan korupsi.

Namun, Refly Harun menduga, Presiden Jokowi tidak mau melakukannya karena ada gurita keluarga yang terlibat, seperti pada era pemerintahan orde baru.

Menurut dia, seharusnya tidak susah untuk mengeluarkan perintah semacam itu.

Baca Juga: Penuh Polemik, Klub Prancis dan Jerman Ini Kompak Tak Akan Ikut Liga Super Eropa

"Karena sudah mulai ada putra-putra Presiden Jokowi yang turun ke bisnis dan politik dan juga menantunya, ada Gibran di sana, Bobby, Kaesang, dan kita harus pahami bahwa kadang-kadang politik dan bisnis itu berkelindan menjadi satu," ungkapnya.

"Politik kekuasaan dan bisnis itu berkelindan menjadi satu, nah ini yang harus kita pahami. Jadi kalau kita bicara unable mungkin saja able alias mampu," sambungnya.

Kemudian soal unwilling, inilah menurut Refly Harun yang sangat memprihatinkan di era pemerintahan Presiden Jokowi.

Baca Juga: Beri Pesan untuk Hotma Sitompul, Ibunda Desiree Tarigan: Kembalikan Tanah Saya dan Jangan Ganggu Anak Saya

Ketika misalnya, sambung Refly Harun, Jokowi mengatakan mau menggigit orang korupsi dan sebagainya, kita tidak melihat di lapangan ada sebuah strategi yang betul-betul nyata, jitu, dan kuat.

Strategi yang kelihatan menurutnya, justru adalah strategi mengikuti prosedur formal untuk melakukan pemberantasan korupsi.

"Bahkan saya pribadi tidak melihat pemberantasan korupsi itu menjadi sebuah agenda prioritas dalam masa pemerintahan Presiden Jokowi dan makin surut pada pemerintahan Jokowi jilid II ini," ungkapnya.

Baca Juga: Viral Aksi Maling Bongkar Tas Jamaah saat Salat di Masjid, Warganet: Gak Ada Ampun, Maling Gak Lihat Tempat

Oleh karena itu, keprihatinan ini menurut Refly Harun harus membuat masyarakat penasaran dan bertanya-tanya, apakah pemerintahan Presiden Jokowi menjadi part of solution (bagian dari solusi) dalam pemberantasan korupsi atau justru menjadi part of problem (bagian dari masalah).

Sebelumnya, menurut Wana, permintaan Jokowi yang disampaikan kepada para penegak hukum itu berbanding terbalik dengan kenyataan di lapangan.

"Fakta di lapangan itu ternyata hanya sedikit kasus yang ditangani menggunakan pencucian uang,' ucapnya.

Baca Juga: Panik Kebakaran di Kilang Pertamina Gas Tegal Gede Membesar, Warga: Panas Banget, Duar Duar Langsung Gede

Berdasarkan data penindakan korupsi yang ICW himpun, dari 442 kasus korupsi yang ditindak hingga tingkat penyidikan dan ada penetapan tersangka pada 2020.

Sebanyak 394 kasus korupsi dijerat dengan pasal kerugian keuangan negara, 22 kasus pemerasan, 20 kasus suap menyuap, dan 3 kasus gratifikasi.

ICW menemukan hanya 3 kasus korupsi yang dijerat dengan pasal pencucian uang. Kasus tersebut adalah korupsi Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) asuransi Jiwasraya, kasus Danareksa Sekuritas, dan kasus Jaksa Pinangki.

Baca Juga: Dedi Kusnandar Tiba-tiba Terkapar saat Laga Persib vs PS Sleman, Begini Kondisinya Sekarang

Dalam penindakan korupsi, penegak hukum cenderung menggunakan pasal 2 dan 3 Undang-undang Nomor 8 Tahun 2010 Tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.

Pasal tersebut berkaitan dengan kerugian keuangan negara dan tidak fokus merampas aset koruptor untuk memiskinkan mereka.

"Ini kontra produktif dengan visi presiden mengenai perampasan aset atau pemiskinan koruptor," ujar Peneliti ICW, Wana.***

Editor: Elfrida Chania S

Sumber: YouTube

Tags

Terkini

Terpopuler