Menduga Munarman Bisa Ditangkap Meski Tak Lakukan Tindak Pidana Terorisme, Ketum Masyumi Soroti Hal Ini

28 April 2021, 09:00 WIB
Munarman saat ditangkap oleh Densus 88 Antiteror Polri di kediamannya, Tangerang Selatan sekitar pukul 15.30 WIB pada Selasa, 27 April 2021. /Twitter/@FerdinandHaean3

PR BEKASI - Ketua Umum Partai Masyumi 'Reborn', Ahmad Yani turut mengomentari penangkapan Munarman oleh Densus 88 Antiteror Polri di kediamannya, Tangerang Selatan pada Selasa, 27 April 2021.

Mantan Sekretaris FPI Munarman diketahui ditangkap Densus 88 karena diduga terlibat dengan aksi terorisme.

Ahmad Yani yang juga merupakan seorang pengacara senior menjelaskan bahwa Munarman bisa saja ditangkap Densus 88 walaupun tidak melakukan tindak pidana terorisme.

Baca Juga: Ogah Ditangkap, Terduga Pengedar Narkoba Ini Nekat Nyebur hingga Tenggelam di Danau

Mula-mula mantan anggota DPR Komisi III tersebut mengaku kaget usai mendengar kabar bahwa Munarman berhasil diringkus Densus 88.

"Nah ini saya betul-betul kaget Munarman ditangkap. Saya tidak paham ya, padahal saya kenal lama sama dia sejak dia di LBH, bahkan sejak dia jadi aktivis di Sumsel yang kemudian menjadi Ketua LBH," ungkapnya.

Baca Juga: Mengaku Kenal Sosok Munarman Sejak Lama, Iwan Sumule: Berlebihan Kalau Menuduh Kawan Saya Terlibat Terorisme

Ahmad Yani menjelaskan bahwa penangkapan Munarman tidak bisa dibenarkan jika dikaitkan dengan kehadirannya pada acara baiat ISIS di Makassar lima tahun yang lalu.

Usut punya usut, acara tersebut ternyata merupakan acara pembaiatan ke Abu Bakar Al Baghdadi, pimpinan ISIS, saat deklarasi FPI mendukung Daulatul Islam pada Januari 2015.

"Tapi saya pikir apa hubungannya baiat itu dengan terorisme. Artinya, baiat itu kan adalah sumpah kesetiaan satu kelompok kepada imamnya," ucapnya seperti dikutip Pikiranrakyat-Bekasi.com dari kanal YouTube Refly Harun, Rabu, 28 April 2021.

Baca Juga: Sayangkan Penangkapan Munarman, Refly Harun: Mudah-mudahan Bukan Pengalihan Isu Unlawful Killing 6 Laskar FPI

"Selama dia (Munarman) tidak melakukan perbuatan apa-apa atau sumpah itu, apa salahnya?" sambung Ahmad Yani.

Karena, menurutnya, hukum pidana itu tidak bisa dibenarkan hanya karena ada niat saja. Jadi, kata Ahmad Yani, hukum pidana bisa dibenarkan jika dituangkan ke dalam tindakan atau perbuatan nyata yang dikategorikan cukup.

Namun, terdapat satu permasalahan di Indonesia, sambung Ahmad Yani, dalam menghadapi kasus terorisme ini.

Baca Juga: Viral Video Penangkapan Munarman, Kader Demokrat: Tontonan Gak Pantas, Cara Nangkapnya Harus Begitukah?

Kenyataannya, dalam UU Teroris tidak seperti hukum pidana, Ketum Masyumi tersebut menjelaskan, jika Munarman sudah ada niat atau keinginan yang bersinggungan dengan terorisme, maka halal untuk ditangkap.

"Cuman memang ada di UU Teroris, nah ini juga yang jadi persoalan kita. Di UU Teroris ada yang seperti itu, pikiran dan keinginan sudah bisa dikualifikasi untuk ditangkap," tuturnya.

"Ini menjadi problem sesungguhnya, padahal pidana itu harus ada niat yang nyata dan sudah dituangkan dalam permulaan sebuah tindakan pidana," kata Ahmad Yani menambahkan.

Baca Juga: Ironis! Pengacara Munarman: Padahal Dia Selama Ini Bentengi Anak Muda dari Terorisme

Jadi, tegas Ahmad Yani, harus ada actus reus dan mens rea, dalam teori pidana actus reus adalah perbuatan yang melanggar undang-undang pidana, sementara mens rea adalah sikap batin pelaku ketika melakukan tindak pidana.

"Misal saya berniat nih mau membunuh seseorang, selama niat itu hanya saya pendam saja dan tidak ada tindakan permulaan yang saya lakukan, ya tidak ada masalah," tuturnya.

Lebih lanjut, Ahmad Yani pun menjelaskan alasan lainnya kenapa Munarman bisa ditangkap oleh Densus 88.

Baca Juga: Ironis! Pengacara Munarman: Padahal Dia Selama Ini Bentengi Anak Muda dari Terorisme

"Ini ada dua persoalan sebenarnya di samping kehadiran dia dalam proses baiat di Makassar beberapa tahun yang lalu. Juga ada hubungannya dengan UU Keormasan, seperti dakwaan terhadap Habib Rizieq," ungkapnya.

"Kalau UU Keormasan itu wilayahnya bukan pidana, itu wilayah administratif. Bagaimana mungkin wilayah administratif bisa ditingkatkan jadi tindak pidana atau kriminal," sambungnya.

Dia menegaskan bahwa UU Keormasan itu lebih condong ke wilayah hukum tata negara dan administrasi negara. Kalaupun mengandung sanksi pidana, biasanya minor dan disebutnya pelanggaran, bukan kejahatan.

Baca Juga: Halau Pemudik, Jalur Mudik di Wilayah Bekasi dan Karawang Ini Sudah Dijaga Ketat Polisi

"Sama seperti Habib Rizieq, pelanggaran dan dia sudah lakukan dan menjalankan hukumannya yaitu dengan membayar. Tapi kenyataannya kan dia diadili dua kali (denda dan pidana) padahal prinsip hukum tidak boleh orang diadili dua kali dalam kasus yang sama," ucapnya.

Bahkan sebagai pengacara senior, dirinya mengaku masih sulit untuk membela prinsip hukum tersebut karena hukum di Indonesia masih belum bisa netral dan menguntungkan satu pihak.

"Cuman susahnya ya begitu, kadang-kadang speechless juga ya. Bayangkan saya sebagai lawyer yang senior saja susah, padahal saya mantan DPR komisi III yang terkenal sebagai mitranya polisi," ucapnya.

Baca Juga: Mulai Pukul 10.00 WIB, Berikut Jadwal dan Lokasi Pemadaman Listrik di Bekasi Hari Ini, Rabu 28 April 2021

"Jadi ya seperti itulah, kita agak kaget-kaget juga. Tapi kita ikuti saja apa yang akan dijelaskan pihak kepolisian tentang kasus Munarman ini," tutup Ahmad Yani.

Berikut adalah UU Terorisme, yang tertuang dalam Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 Pasal 12A.

"Setiap Orang yang dengan maksud melakukan Tindak Pidana Terorisme di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia atau di negara lain, merencanakan, menggerakkan, atau mengorganisasikan Tindak Pidana Terorisme dengan orang yang berada di dalam negeri dan/atau di luar negeri atau negara asing dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 12 (dua belas) tahun," demikian bunyi UU tersebut.***

Editor: Elfrida Chania S

Sumber: YouTube

Tags

Terkini

Terpopuler