Soroti Sistem Demokrasi di Indonesia, Abdul Mu'ti: Selain Wajib Dirawat, Indonesia Juga Perlu Diruwat

28 Juli 2021, 12:12 WIB
Abdul Mu'ti berpendapat bahwa selain wajib dirawat, Indonesia juga perlu diruwat, mengingat kondisi demokrasi sedang tidak baik-baik saja. /Twitter.com/@Abe_Mukti

PR BEKASI - Sekretaris Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Abdul Mu'ti mengatakan bahwa selain wajib dirawat, Indonesia juga perlu diruwat.

Abdul Mu'ti menjelaskan bahwa ruwat secara bahasa bermakna memulihkan kembali sesuatu dari keadaan buruk yang menimpa.

Oleh karena itu, Abdul Mu'ti menilai bahwa Indonesia perlu meruwat sistem konstitusi agar kualitas kehidupan demokrasi yang baik benar-benar tercapai dan tidak menguntungkan suatu golongan saja.

Baca Juga: Abdul Mu'ti Soroti Indonesia yang Tak Miliki GBHN: Seperti Lagu Syahrini 'Maju Mundur, Cantik'

Hal itu disampaikan Abdul Mu'ti saat menghadiri forum Seminar dan Dialog 50 Tahun CSIS Indonesia, Senin, 26 Juli 2021.

"Kondisi demokrasi kita tidak sedang baik-baik saja. Itu mudah sekali kita temukan dalam berbagai analisis maupun berbagai hasil penelitian," kata Abdul Mu'ti, yang dikutip Pikiranrakyat-Bekasi.com dari situs resmi Muhammadiyah, Rabu, 28 Juli 2021.

"Bahwa ada persoalan dalam sistem penyelenggaraan negara kita yang menurut saya banyak sekali kajian objektif yang memang bisa kita baca bahwa penyelenggaraan negara kita sedang tidak baik-baik saja," sambungnya.

Baca Juga: dr. Tompi Miris Aturan Makan di Tempat 20 Menit Dijadikan Lelucon: Bercanda Boleh, Tapi Jangan Kebablasan

Abdul Mu'ti menilai, akar masalah dari buruknya kehidupan demokrasi di Indonesia terletak pada berbagai produk amandemen undang-undang pasca reformasi yang menyangkut sistem ketatanegaraan.

"Terutama hal yang mendasar berkait dengan sistem pemilu dan sistem di dalam keanggotaan DPR dan komposisi DPR dan MPR. Saya lihat hulunya ada di situ," kata Abdul Mu'ti.

Menurut Abdul Mu'ti, kritik terhadap sistem demokrasi di Indonesia sudah disampaikan sejak 10 tahun lalu oleh guru besar politik asal Muhammadiyah, yakni mendiang Prof. Bachtiar Effendy, yang mengatakan bahwa sistem seperti ini hanya akan membawa Indonesia pada stagnasi.

Baca Juga: Bahas Masalah Rasisme di Papua, Natalius Pigai: Tak Akan Selesai Kalau Menteri Risma Tidak Dihukum

"Sehingga ketika tadi Pak Mahfud MD mengatakan ada banyak ide tapi dimentahkan oleh DPR atau kemudian berhenti di DPR dan berbagai persoalan lain, itu memang menunjukkan betapa persoalan kita sebagiannya berada di sistem yang saat ini terlalu eksekutif heavy," tutur Abdul Mu'ti.

Menurut Abdul Mu'ti, mungkin sekarang ini bisa dikatakan bahwa berbagai regulasi itu memang sangat bergantung pada legislative heavy pada DPR.

"Dan DPR itu kemudian sangat bergantung pada partai politik dan mohon maaf, partai politik itu juga sangat bergantung pada siapa ketua partai politiknya," kata Abdul Mu'ti.

Baca Juga: Faizal Assegaf Berharap Natalius Pigai Bertemu Mensos Risma: Toh dengan Abu Janda pun Ketemu dan Akur-akur Aja

Menurut Abdul Mu'ti, akibat dari pusaran sistem yang seperti itu, dirinya pun pesimis suara rakyat akan benar-benar terakomodasi ketika harus berhadapan dengan kebijakan partai yang berbeda.

Hal itulah yang menurut Abdul Mu'ti menjadikan anggota DPR tidak seratus persen efektif bekerja membawa kepentingan rakyat.

"Kebebasan kawan-kawan DPR sekarang ini kan sangat berbeda dengan DPR pada awal reformasi," kata Abdul Mu'ti.

Baca Juga: PPKM Bolehkan Makan di Tempat Selama 20 Menit, Natalius Pigai: Terlihat Jelas Jokowi Belum Serius dan Amatiran

"Sekarang kalau ada anggota DPR berani bersuara dengan ketua partai ya sudah siap-siap untuk di-recall. Dan itu bisa dilakukan dengan cara yang relatif sangat mudah," sambungnya.

"Jadi kita ini hanya berganti (politisi) tapi tidak berubah, dan itulah yang kemudian membuat kita ini memang menurut saya setelah sekian lama reformasi ini berjalan, perlu ada hal-hal yang secara mendasar dilakukan perubahan," kata Abdul Mu'ti.***

Editor: Rika Fitrisa

Sumber: Muhammadiyah.or.id

Tags

Terkini

Terpopuler