Paksakan Pilkada 2020, Mantan Menkeu: Pemerintah Seperti Obral Nyawa, Saya Tidak Akan Datang ke TPS

24 September 2020, 07:00 WIB
Ilustrasi Pilkada Serentak 2020. /Pikiran-Rakyat.com/Fian Afandi/

PR BEKASI – Penyelenggaraan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Serentak 2020 di masa pandemi Covid-19 menimbulkan perdebatan di masyarakat.

Meski pemerintah telah memastikan tidak akan ada penundaan dan pelaksanaan tetap sesuai jadwal yakni 9 Desember 2020.

Salah satu yang dikhawatirkan publik adalah aktivitas di Tempat Pemungutan Suara (TPS) yang berpotensi menimbulkan kerumunan. Padahal potensi penularan virus corona lebih mudah menyebar di kerumunan.

Baca Juga: Bangkitkan Industri Kriya, Kemenparekraf Buka Kelas untuk Kenalkan Pemasaran Digital Saat Pandemi 

Hal yang sama juga dirasakan Mantan menteri keuangan, Fuad Bawazier yang mengatakan memang riskan melakukan pilkada di tengah pandemi Covid-19 dan resesi ekonomi. Risikonya sangat berat, selain mempertaruhkan banyak hal, terutama nyawa manusia seperti diobral murah.

"Pemerintah dan KPU nampaknya nekat akan tetap melaksanakan Pilkada pada 9 Desember 2020 meski Pandemi Covid-19 masih meningkat. Demi menjaga dari terinfeksi Covid-19, sebaiknya pemilih menolak datang ke TPS utk Pilkada. Karena TPS bisa jadi klaster baru," kata Fuad Bawazier pada Kamis 24 September 2020 yang dikutip Pikiranrakyat-Bekasi.com dari RRI.

Menurutnya, siswa sekolah dan mahasiswa saja harus belajar dari rumah. Orang kantor juga WFH (Work From Home) dan berbagai aturan yang melarang kerumunan atau kumpul-kumpul.

"Nah, dalam pilkada sebaliknya karena mengundang orang berkumpul. Pilkada biasanya diawali dengan kampanye dan lain-lain. Dan akhirnya, terlalu berisiko bagi pemilih untuk datang ke kampanye dan TPS," ucapnya.

Baca Juga: Sukabumi Diterjang Banjir Bandang, Ridwan Kamil: Ini Peringatan, Kepala Daerah yang Lain Waspada  

"Saya sendiri nanti tidak akan datang ke TPS. Dan saya merasa banyak orang yang bersikap seperti saya. Saya memang merasa riskan," ucapnya.

Karena itu, katanya, KPU harus bisa atur pemilu dengan sistem online. Jika tidak bisa, sebaiknya Pilkada ditunda lagi atau menghadapi risiko para pemilih terpaksa tidak memilih karena tidak mau datang ke TPS.

"Ini bukan memboikot Pilkada apalagi makar tapi 'Demi Kesehatan'. Demi kebaikan bersama. Jadi mohon jangan tuduh macam-macam kepada kami yang menolak Pilkada atau menolak datang ke TPS," katanya.

Baca Juga: Kurang dari 100 Ekor, Badak Sumatra 'Rayakan' Hari Ulang Tahunnya dengan Rasa Prihatin 

Pelaksanaan Pilkada serentak 2020 pun juga mendapatkan tanggapan dari PBNU yang telah meminta KPU, pemerintah, dan DPR RI untuk menunda penyelenggaraan Pemilihan Kepala Daerah Serentak 2020 demi menjaga kesehatan rakyat.

"Meminta kepada Komisi Pemilihan Umum Republik Indonesia, Pemerintah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia untuk menunda pelaksanaan tahapan Pilkada Serentak 2020 hingga tahap darurat kesehatan terlewati," kata Ketua Umum PBNU K.H. Said Aqil Siroj dalam pernyataan sikapnya di Jakarta, Minggu 20 September 2020.

 
Editor: M Bayu Pratama

Sumber: RRI

Tags

Terkini

Terpopuler