Tugas DPR Dinilai Berubah Fungsi, LBH: Kini Menjadi Wakil Pemodal dan Pengusaha, Bukan Wakil Rakyat!

5 Oktober 2020, 09:42 WIB
Sejumlah buruh berjalan keluar dari pabrik di Karawang, Jawa Barat, Rabu, 3 Juni 2020.* /Antara/Muhamad Ibnu Chazar/ /

 

PR BEKASI – Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dinilai telah mengesampingkan asas Keadilan setelah bencana akan mengesahkan Rancangan Undang-undang Omnibus Law Cipta Kerja (Ciptaker) dalam Rapat Paripurna.

Pakar politik dari Universitas Indonesia (UI), DR Ade Reza Hariyadi menilai Pemerintah dan DPR tergesa-gesa melakukan pembahasan UU tersebut.

Dikutip Pikiranrakyat-Bekasi.com dari situs berita RRI, dirinya mengatakan pemerintah dan DPR akan adil jika mereka mengenyampingkan pembahasan tersebut, mengingat saat ini sedang dalam pandemi COVID-19.

Baca Juga: Tuai Kecaman, Rihanna Pakai Hadis Rasulullah yang Dijadikan Lagu Remix Saat Peragaan Pakaian Dalam

"Jika masyarakat selama ini dilarang untuk menyampaikan aksi protes dengan alasan-alasan COVID-19, akan lebih fair jika ada asas perlakuan yang sama, misalkan ketika opini-opini yang mengkritik itu juga diakomodir dengan baik," kata Ade, Senin, 5 Oktober 2020.

Dengan begitu, Ade menilai, ada perlakuan yang tidak adil ketika masyarakat kehilangan hak-hak politik untuk berpartisipasi dalam kerangka penyusunan satu perundang-undangan.

"Seharusnya kalau yang ini dilarang dengan alasan protokol kesehatan, yang di sini diminta untuk memberikan respons yang adil juga, misalkan menahan diri untuk tidak tergesa-gesa sehingga asas representasi aspirasi publik ini bisa terwakili secara efektif," ujarnya.

Baca Juga: Peneliti Sebut Salah Satu Senyawa yang Dikandung Ganja Mampu Mengobati Covid-19

Terkait UU Ciptaker tersebut, Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta, Arif Maulana menilai saat ini tugas DPR telah berubah fungsi menjadi wakil pemodal dan pengusaha, bukan wakil rakyat.

"Kita melihat yang duduk di Senayan sana hari ini bukan wakil-wakil rakyat, tapi mereka adalah wakil-wakil pengusaha. Bukan wakil-wakil rakyat, tetapi mereka adalah wakil-wakil pemodal," kata Arif.

Lebih jauh, Arif sangat prihatin dengan semua pemangku kepentingan kebijakan yang seolah tutup mata di tengah wabah COVID-19.

Baca Juga: RUU Cipta Kerja Segera Disahkan, INDEF: Bukan Solusi Resesi Ekonomi, Investor Butuh Kepastian

Padahal, angka pengangguran telah meningkat akibat pemutusan hubungan kerja (PHK) secara sepihak.

Tak hanya itu, dia mengungkapkan, UU Cipta Kerja dampaknya bukan sebatas pada persoalan ketenagakerjaan, melainkan juga sumber daya alam, pendidikan, soal tambang, dan persoalan lainnya yang berkaitan dengan hajat hidup orang banyak.

"Sejak awal kemunculannya, RUU ini cacat formil, cacat prosedur dan cacat materil karena menabrak berbagai ketentuan pembentukan peraturan perundang-undangan, bahkan konstitusi sebagai hukum tertinggi negara," katanya.

Baca Juga: Kritisi Langkah Pemerintah dan DPR RI Kebut UU Ciptaker, M Teguh Surya: Kami Sebut Ini Sesat Pikir

Sedangkan Wakil Ketua MPR RI, Syarief Hasan menilai sangat tidak tepat mengesahkan UU Cipta Kerja yang notabenenya banyak poin merugikan rakyat.di tengah pandemi COVID-19 sekarang ini,.

"Bukan semakin mempersulit rakyat dan keberpihakan kepada pengusaha yang melanggar hukum, dan yang merusak lingkungan," kata Syarif.

Politisi Demokrat ini menyarankan, Pemerintah dan DPR mendengarkan aspirasi rakyat soal RUU Cipta Kerja.

Baca Juga: Fakta atau Hoaks: Warga AS Dikabarkan Dimintai Donasi untuk Kesembuhan Donald Trump dari Covid-19

Sebab, keterlibatan rakyat dalam setiap kebijakan dan peraturan perundang-undangan yang akan diterbitkan adalah amanat.

"Pemerintah dan DPR RI tidak boleh memanfaatkan situasi pandemi ini untuk mengesahkan UU yang tidak diinginkan karena merugikan rakyat," pungkasnya.***

Editor: Puji Fauziah

Sumber: RRI

Tags

Terkini

Terpopuler