Sayangkan Penangkapan Petinggi KAMI, Fahri Hamzah: Kenapa Semua Harus Berakhir di Bui?

15 Oktober 2020, 12:18 WIB
Tangkapan layar Wakil Ketua Umum Partai Gelora, Fahri Hamzah menanggapi penangkapan petinggi KAMI oleh pihak kepolisian. /Instagram/@fahrihamzah/

PR BEKASI - Seperti yang diketahui sebelumnya, polisi telah menangkap 3 petinggi KAMI yaitu, Jumhur Hidayat, Anton Permana, dan Syahganda Nainggolan.

Menanggapi hal itu, melalui akun Instagram-nya (@fahrihamzah), Fahri Hamzah buka suara usai penangkapan para petinggi KAMI tersebut.

Fahri Hamzah menyatakan bahwa dirinya telah kenal Jumhur dan Syahganda sejak 30 tahun lalu dan keduanya adalah teman debat yang hebat.

Baca Juga: Usai Terima Aduan, DPR Minta Bappeti Serius Tangani Dugaan Kasus Penipuan Investasi PT SGB

"Kalau penguasa mau mendengar, Jumhur dan Syahganda jangan ditangkap. Mereka adalah alumni ITB yang idealis. Saya kenal keduanya sudah sejak 30 tahun lalu. Mereka adalah teman berdebat Yang berkualitas. Mereka dl korban rezim orba yg otoriter. Kok rezim ini juga mengorbankan mereka?," kata, sebagaimana dikutip Pikiranrakyat-Bekasi.com pada Kamis, 15 Oktober 2020.

Dia juga mengungkapkan kesedihannya karena ideologi lama yang dipraktikkan oleh penegak hukum lain.

"Dulu saya menentang teori “crime control” dalam pemberantasan korupsi yang dianut KPK sebab saya khawatir ini akan jadi mazhab (aliran/paham) penegakan hukum di negara kita. Saya bersyukur melihat KPK kembali ke jalan hukum tapi sedih dengan ideologi lama itu dipraktekkan penegak hukum lain," tuturnya.

Baca Juga: Tanggapi Mosi Tidak Percaya, TB Hasanuddin: Seperti 'Jaka Sembung Naik Ojek, Enggak Nyambung Jek'

Menurutnya, inti dari "crime control" adalah penegakan hukum yang mendorong "tujuan menghalalkan cara" atau "end justifies the means".

"Penegak hukum menganggap menangkap orang tak bersalah agar tercipta suasana terkendali. Padahal kedamaian dan ketertiban adalah akibat dari keadilan," ucapnya.

Fahri Hamzah juga berpendapat bahwa jika melihat sesuai dengan urutan dari kriminalitasnya, yang harus ditangkap duluan adalah orang-orang yang terekam CCTV itu sebagai perusuh.

Baca Juga: Jam Operasional Baru, Mulai Hari Ini KRL Layani Penumpang hingga Pukul 10 Malam

"Bukan kritikus yang berjasa bagi demokrasi. Kalau kritik mereka dianggap memicu kerusuhan, kenapa tidak tangkap 575 anggota DPR yang bikin UU berbagai versi yang kemudian bikin rusuh?," tuturnya

Lebih lanjut, dia yakin bahwa kegaduhan publik yang terjadi memiliki alasan tertentu yang mendasarinya.

"Ayolah, mari kembali kepada yg benar bahwa kegaduhan publik ada dasarnya. Kerusuhan dan pengrusakan fasilitas publik adalah kejahatan. Tapi kejahatan dan kritik tidak tersambung. Kriminalitas akarnya adalah niat jahat. Tapi kritik muncul sbg respon atas tata kelola yang gagal," ucapnya.

Baca Juga: Antisipasi Banjir Jakarta, Pemprov Latih 113 Petugas Operasikan Genset dan Teknik Penopingan Pohon

Menurutnya, hukum tidak boleh menyasar kepada para pengritik sementara perusuh dan vandalisme belum diselesaikan.

"Apalagi menuduh mantan presiden segala. Sungguh suatu tindakan yang sembrono dan tidak punya etika. Mau apa sih kita ini? Mau adu domba siapa lagi? Mau ngerusak bangsakah kita?," katanya.

"Malam ini dari kampung yg sepi saya bersedih. Rasanya ada yang aneh di seputar kekuasaan. Ada agenda yang menurut perasaan saya bukan agenda pemerintahan yang sah. Tapi kita semua hanya bisa menduga tak bisa menyebut nama sebab sebagai rakyat, salah ketik bisa masuk penjara," ucapnya menambahkan.

Baca Juga: Rayakan Ulang Tahun ke-50, Supermarket di Islandia Luncurkan Nugget ke Ruang Angkasa

Di akhir kalimat, Fahri Hamzah pun mengatakan, hanya bisa kirim doa kepada pak presiden dan pak kyai, semoga bisa jernih melihat realitas ini. "Kita tidak bisa begini," tutupnya.***

Editor: Ikbal Tawakal

Tags

Terkini

Terpopuler