Anggap Berkiblat ke Tiongkok, Fahri Hamzah: Investor Barat Akan Tertawa Lihat Omnibus Law Indonesia

17 Oktober 2020, 10:06 WIB
Waketum Partai Gelora Indonesia Fahri Hamzah. /Instagram @fahrihamzah

PR BEKASI - Tak sedikit masyarakat Indonesia yang masih khawatir, apakah UU Cipta Kerja yang disahkan oleh DPR beberapa waktu lalu akan cocok dengan negara kita yang demokratis.

Melalui unggahan video di kanal YouTube Fahri Hamzah Official, Fahri Hamzah dan Akbar Faizal bertukar pendapat terkait hal tersebut. Dalam kesempatan itu, Akbar Faizal pun melontarkan suatu pertanyaan kepada Fahri Hamzah.

"Apakah mungkin mereka, orang-orang di sekitarnya (Jokowi) berpikir bahwa ini momen yang tepat untuk menyiapkan segalanya? Termasuk menyiapkan diri dan kelompoknya ketika pak Jokowi tidak lagi sebagai presiden," tanya Akbar Faizal.

Baca Juga: UU Cipta Kerja Disahkan, Sofyan Djalil 'Bongkar' 5 Klaster Tata Ruang dalam Penyusunan PP

"Tragis kalau itu terjadi, kalau tiba-tiba yang terjadi perebutan untuk memperalat presiden untuk kepentingan pribadi dan kelompok, tragis kalau itu terjadi, saya gak berani menuduh, tapi kalau itu terjadi, sangat tragis," jawab Fahri Hamzah.

Akbar Faizal pun menggambarkan bagaimana politisi-politisi Indonesia yang menurutnya masih 'miskin narasi'.

"Yang paling membuat kita menderita itu karena kita pernah bersama di DPR dan melihat bagaimana politisi kita itu 'miskin narasi' yang bahkan sampai pada tahapan memindahkan nama-nama kebun binatang itu ke ruang konstitusi kita, itu sangat menyakitkan sekali," ucap Akbar Faizal.

Lalu Akbar Faizal pun melontarkan pertanyaan kedua kepada Fahri Hamzah tentang DPR saat ini.

Baca Juga: Desakan Pulang Raja dari Jerman Menggema, Petisi Change.org Diblokir Pemerintah Thailand

"Apakah kita masih bisa berharap pada DPR yang sekarang?," tanya Akbar Faizal.

"Kalau yang sekarang saya agak pesimis, sebab cara mereka mendekati politik dari awal agak keliru, seperti ada dua pertarungan narasi besar di dunia ini yang kita itu mencoba mengkopi (meniru) salah satunya, yaitu  pertarungan antara sukses Amerika dan sukses Tiongkok," Jawab Fahri Hamzah.

"Tiba-tiba sekarang ini, kita agak cenderung menganggap cara sukses Amerika ini lamban sehingga seolah-olah dominan ide yang mempengaruhi pejabat kita sekarang ini adalah ide tentang sukses Tiongkok," ucapnya menambahkan.

Menurutnya, Omnibus Law ini jika dibawa ke Eropa dan Amerika akan ditertawakan oleh investor mereka.

Baca Juga: Unjuk Rasa Disebut Sampai 28 Oktober, Mahfud MD Jamin Tak Ada Penangkapan Asalkan dengan Syarat Ini

"Tapi kalau Anda bawa ke Tiongkok, ini memang polanya adalah pola mereka, cocok untuk mereka, tidak cocok di barat, barat itu lebih ke green, human rights, dan seterusnya, itu gak ada dalam Omnibus ini," ucapnya.

Lalu pertanyaan terakhir pun dilontarkan Akbar Faizal kepada Fahri Hamzah, "Seandainya Anda masih ada di DPR, Omnibus Law Cipta Kerja ini akan lolos atau tidak?"

"Seharusnya dicegah dari awal, kalau saya bilang ke presiden gak perlu Omnibus Law pak, keperluannya cuman PP, kalau ada hal-hal yang menurut bapak nanti di dalam UU itu ada konflik di antara salah satunya, ya bikin Perppu atas nama Covid, terus tinggal bilang atas nama Covid saya sinkronkan makna dan norma dalam dua atau tiga UU tersebut," jawab Fahri Hamzah

Menurutnya DPR tidak perlu meributkan masalah UU ini dan menjadi otoriter.

Baca Juga: Mereka yang Tak Sabar Gunakan Jalan TMMD Reguler Brebes untuk Balap Sepeda

"Semua kewenangan mau dirampas, ada satu lembaga yang muncul (DPR) yang gak boleh diadili, ini kan gak masuk akal, saya kira itu," ucapnya.

Fahri Hamzah berpendapat bahwa tren yang sedang terjadi adalah tren pemerintahan Indonesia mengikuti tren Tiongkok.

"Yang sedang terjadi adalah tren untuk mengikuti Tiongkok, dan dia lupa bahwa Omnibus Law tidak akan laku di barat, di Amerika, dan di Eropa, bahkan di Jepang, ini lakunya cuman di Tiongkok," ucapnya.

Akbar Faizal lawan bicaranya pun menutupnya dengan mengatakan, "DPR memang kehilangan sosok pak Fahri Hamzah."***

Editor: M Bayu Pratama

Tags

Terkini

Terpopuler