Komentari Sikap Pangdam Jaya, Andie Arief Kutip Ucapan SBY Soal Penyalahgunaan Kekuatan Militer

21 November 2020, 11:51 WIB
Kolase foto SBYyang sedang berdoa dengan keluarganya sebelum menjabat menjadi presiden di tahun 2004 dan anggota TNI yang sedang mencopot baliho Habib Rizieq. /Kolase foto dari Twitter @SBYudhoyono dan ANTARA FOTO/Aprillio Akbar

 

PR BEKASI - Tidak bisa dipungkiri bahwa suhu politik di Indonesia saat ini kian memanas usai kepulangan Habib Rizieq Shihab (HRS) ke Tanah Air. 

Tak hanya itu, ditambah ucapan dan tindakan dari para TNI belakangan ini, kian membuat panas situasi politik di tanah air.

Hal itu terjadi karena baru saja Panglima Daerah (Pangdam) Jaya, Mayjen TNI Dudung Abdurachman menyebut beberapa hal kontroversial mengenai penurunan baliho Habib Rizieq.

Baca Juga: Warganet Sebut Wajahnya Mirip Kucing Persia, Barbie Kumalasari: Gak Marah, Berarti Gue kan Cute

"Itu perintah saya, berapa kali Satpol PP turunkan dinaikkan lagi. Jadi, siapa pun di Republik ini. Ini negara hukum harus taat hukum. Kalau pasang baliho, jelas aturan bayar pajak, tempat ditentukan. Jangan seenak sendiri, seakan-akan dia paling benar," ujar Dudung.  

Bahkan Dudung juga mengancam akan menghajar siapapun yang mengganggu persatuan di Jakarta.

“Jangan mengganggu kesatuan di Jakarta. Saya Panglimanya. Jangan coba-coba mengganggu persatuan dan kesatuan di Jakarta. Kalau coba-coba, akan saya hajar nanti,” ujar Dudung.

Baca Juga: Pangdam Jaya Perintahkan TNI Copot Baliho HRS, Fadli Zon: Jangan Semakin Jauh Terseret Politik

Tentu ucapannya tersebut kerap dinilai publik bahwa TNI telah melangkah terlalu jauh dan terjun ke dunia politik.

Politikus fraksi Partai Demokrat Andi Arief juga turut mengomentari hal tersebut. Menurutnya negara dan seluruh pendukungnya telah kalah karena mereka mengerahkan TNI hanya untuk sekedar penurunan baliho.

"Kalau TNI turun tangan, berarti negara dan seluruh pendukungnya kalah. sudah tak mampu. Propagandis sampai struktur lumpuh dan diambil alih TNI. Ini new normal. TNI masuk ke wilayah politik diundang Presiden dan pendukungnya," ucapnya.

Baca Juga: Soroti Kelakuan TNI Copot Baliho Habib Rizieq, Fahri Hamzah: Ini Sudah 'Lampu Kuning'

Andi Arief bahkan menyinggung kejadian 65, yaitu sebuah peristiwa pembantaian terhadap orang-orang yang dituduh komunis di Indonesia pada masa setelah kegagalan kudeta Gerakan 30 September (G30S/PKI) di Indonesia. Sebagian besar sejarawan sepakat bahwa setidaknya setengah juta orang dibantai.

"Salah satu ciri utama jika borjuis kecil berkuasa adalah memilih jalan untuk mencari dan menciptakan musuh utk mengkonsolidasi dukungan yang sudah dalam tahap kritis. Pikiran pendek melibatkan kekuatan bersenjata penuh risiko di tengah polarisasi yang kuat. Jangan terulang 65 !!," tuturnya.

Dikutip Pikiranrakyat-Bekasi.com dari akun Twitter @AndiArie_, politikus Demokrat tersebut juga mengutip pernyataan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) saat mantan presiden tersebut berkunjung ke Berlin, Jerman di tahun 2013 terkait penyalahgunaan kekuatan militer.

Baca Juga: Soroti Kelakuan TNI Copot Baliho Habib Rizieq, Fahri Hamzah: Ini Sudah 'Lampu Kuning'

"Ingat, Indonesia tidak pernah menggunakan pesawat tempur, helikopter, tank dan artileri untuk menembaki, membunuh rakyatnya sendiri. Tidak di Aceh, di Papua tidak dimana-mana," ujar Presiden SBY.

Perlu diketahui turunnya TNI ke dunia politik sebetulnya telah diatur pada rapat pimpinan ABRI di tahun 2000. Dalam rapat tersebut telah disepakati untuk menghapus Dwifungsi ABRI (yang sekarang kita kenal sebagai TNI). 

Karena di saat Dwifungsi masih berlaku, dahulu ABRI kerap digunakan untuk kepentingan-kepentingan politik.

Baca Juga: Bantah Pendapat Fadli Zon, Ferdinand Hutahaean: TNI Boleh Berpolitik untuk Kepentingan Negara

Perlu diketahui strategi yang digunakan Presiden Soeharto untuk mendirikan pemerintahan Orde Baru adalah dengan menggunakan kekuatan militer. 

Presiden Soeharto mengumpulkan kekuatan pada militer terutama pada Angkatan Darat (AD) dengan mendasarkan pada konsep Dwifungsi ABRI versi pemerintahan Orde Baru, karena Jenderal Soeharto ingin mengubah struktur politik Indonesia yang sebelumnya didominasi oleh sipil menjadi didominasi oleh militer.

Pengertian dari konsep Dwifungsi ABRI dalam lingkungan militer Indonesia saat itu menyebutkan jika ABRI memiliki dua tugas. Pertama, ABRI menjaga keamanan dan ketertiban negara. Kedua ABRI memegang kekuasaan dan mengatur negara. 

Baca Juga: Pangdam Jaya Minta FPI Dibubarkan, Refly Harun: Mereka yang Pegang Senjata Tidak Boleh Berpolitik!

ABRI dan paham Dwifungsinya baik sebagai kekuatan pertahanan keamanan dan sebagai kekuatan sosial politik bergerak secara bersamaan dalam dua lingkungan kehidupan politik, yaitu dalam kehidupan politik lingkungan pemerintah dan di lingkungan masyarakat. 

Hal ini telah berlangsung sejak kelahirannya tahun 1945 ketika ABRI telah memberi peran yang tidak kecil dalam menanggulangi krisis nasional. ABRI sendiri dimasa Orde Baru dipandang sebagai penyelamat nasional satu-satunya mengingat banyak krisis negara yang telah dialami. 

Berkat peran ganda ini, ABRI diizinkan untuk memegang posisi penting di dalam pemerintahan, termasuk dalam mencampuri urusan partai politik.***

Editor: Puji Fauziah

Tags

Terkini

Terpopuler