Salim Said Sebut TNI Akan Kembali Berpolitik, Refly Harun: Kepemimpinan Mereka Jauh Lebih Baik

- 30 November 2020, 11:20 WIB
Ilustrasi TNI yang disebut Prof Salim Said akan kembali berpolitik jika rakyat Indonesia tidak bisa mengelola negara dengan baik.
Ilustrasi TNI yang disebut Prof Salim Said akan kembali berpolitik jika rakyat Indonesia tidak bisa mengelola negara dengan baik. /ANTARA FOTO/Nova Wahyudi

 

PR BEKASI - Penulis sekaligus pengamat militer Prof Salim Said mengatakan, bahwa Tentara Nasional Indonesia (TNI) bisa saja kembali berpolitik namun semua itu tergantung dari sikap rakyat Indonesia ke depannya.

Belakangan ini TNI memang menjadi sorotan masyarakat karena terlibat dalam pencopotan Imam Besar Front Pembela Islam (FPI) Habib Rizieq Shihab, sehingga muncul berbagai spekulasi TNI sedikit demi sedikit mulai dilibatkan dalam urusan politik.

"Banyak pertanyaan yang sering disampaikan ke saya, apakah TNI akan kembali ke politik. Kalau saya ditanya anggota DPR, MPR, dan politisi, jawaban saya sama, kembali kepada Anda," katanya.

Baca Juga: Soroti Sikap Bima Arya kepada Habib Rizieq, Tifatul Sembiring: Beberapa Pejabat Agak ‘Over Acting'

Walaupun sekarang tentara sudah tidak masuk politik. Yang jadi pertanyaan, ucap Salim, apakah akan kembali? Jawabannya, kalau masyarakat sipil Indonesia masih tidak bisa mengelola dengan baik, maka bisa dan akan mengundang tentara untuk mengelola. Ini seperti yang terjadi di Mesir dan Thailand. 

Sama seperti kedudukan polisi yang dinilai dominan. Menurut Salim, polisi adalah aparat yang tunduk pada keputusan negara dan pemerintah.

Dia melanjutkan, sama dengan tentara di era pemerintahan Soeharto. Dulu banyak tentara di pekerjaan sipil, itu karena keputusan presiden. Kenapa presiden berbuat begitu karena presiden itu kuat.

Baca Juga: Satgas Covid-19 Terkesan Dihalangi, Mahfud MD: Pihak yang Tolak Tracing Habib Rizieq Terancam KUHP

"Presiden Soeharto itu kuat karena beliau itu ketua partai terbesar terkuat," ucapnya.

Ahli hukum tata negara Refly Harun turut menyoroti permasalahan TNI yang dinilai publik telah menyentuh ranah politik ini.

Refly Harun menjelaskan awal mula kenapa TNI bisa masuk dalam politik di era Orde Lama, satu analisis mengatakan Presiden Soekarno bosan dengan jabatannya yang hanya sebagai kepala negara dengan kekuasaan formal dan seremonial.

Baca Juga: Habib Rizieq Sembunyikan Swab Test, Ruhut Sitompul: Kalau Takut Diumumkan, Hasilnya Pasti Tak Jelas

"Presiden Soekarno bosan apalagi di antara partai politik tersebut senantiasa terjadi perdebatan yang luar biasa, kabine. jatuh bangun, ada rivalitas yang tinggi antara partai-partai Islam dan PKI, dan Soekarno tidak senang," ucapnya.

Lalu, tutur Refly Harun, Soekarno dengan konsep Nasakomnya mengeluarkan dekrit presiden yang dianggap oleh TNI sebagai sebuah kesempatan.

"Karena TNI melihat bahwa di UUD yang akan diterbitkan lagi itu ada peluang keterlibatan TNI dalam politik yaitu sebagai utusan golongan dan bahkan mereka diberi spesial membership di DPR, jadi TNI kemudian akhirnya terlibat dalam politik sejak Orde Lama hingga akhirnya tumbangnya orde baru tahun 1998," ucapnya.

Baca Juga: Kecam Keras Aksi Pembunuhan di Sigi, JK Berharap Aparat Tumpas Gerakan Teror Hingga ke Akarnya

Pasca Pemilu tahun 1999-2004, terdapat perubahan konstitusi yang mengatakan bahwa semua anggota MPR itu dipilih melalui Pemilu, oleh karena itu, tidak ada celah sejak saat itu bagi TNI dan Polri untuk masuk ke dalam politik formal.

Refly Harun khawatir saat ini jalan untuk terlibat dalam politik tidak hanya melalui jalur formal, tetapi juga bisa menduduki jabatan-jabatan sipil ketika TNI dan Polri masih aktif.

"Pada era pemerintahan Presiden Jokowi makin banyak jabatan-jabatan sipil yang dijabat oleh TNI dan Polri, bahkan anehnya Komisaris BUMN pun bisa dijabat oleh TNI dan Polisi yang masih aktif, yang menurut saya sudah sangat kebablasan," ucapnya.

Baca Juga: Kutuk Terorisme MIT di Sulteng, Bamsoet: Kepolisian Bisa Kerja Sama dengan BIN untuk Tangkap Pelaku

Karena menurut Refly Harun ini sama saja dengan mengatakan bahwa TNI dan Polri boleh mengikuti proses bisnis ketika mereka masih menjabat.

"Jika satu demi satu, sedikit demi sedikit, dimasuki oleh dua kekuatan tersebut, ini akan berbahaya," tuturnya sebagaimana dikutip Pikiranrakyat-Bekasi.com dari kanal YouTube Refly Harun, Senin, 30 November 2020.

Walaupun memang menurutnya, TNI dan Polri dididik lebih keras dan teratur, serta memiliki jiwa kepemimpinan yang lebih baik dari pada masyarakat sipil.

Baca Juga: Kabar Gembira, Telah Lahir Bayi di Singapura dengan Antibodi Terhadap Covid-19

"Kalau kita bicara bahan baku ya memang bahan baku TNI dan Polri bagus, kadang-kadang kalau dibandingkan dengan kepemimpinan sipil jauh lebih baik mereka," ucapnya.

"Tapi persoalannya bukan itu, persoalannya adalah kita sudah komitmen untuk menjadi negara demokrasi, negara demokrasi itu tidak ada yang melibatkan TNI dan Polri dalam politik formalnya, karena senjata tidak bisa digabungkan dengan demokrasi dan opini, lidah tidak bisa digabungkan dengan pedang," kata Refly Harun.

Menurut Refly Harun jika hal ini dibiarkan akan sulit untuk meluruskannya kembali.

Baca Juga: Ogah Buka Hasil Tes Swab-nya, Mahfud MD Beri Sindiran Keras Soal Kesehatan Habib Rizieq

"Sekali kita menarik TNI dan Polri ke dalam politik maka akan susah sekali untuk membuat mereka pergi, dan tahun 1998 mereka pergi dengan semacam reformasi yang memakan banyak korban jiwa," ucapnya.

"Karena itulah perlu kewaspadaan, pemerintahan presiden Jokowi harus kita ingatkan agar tidak makin banyak melibatkan TNI dan Polri dalam urusan-urusan sipil kenegaraan," kata Refly.***

Editor: Puji Fauziah


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x