Wajarkan Politik Identitas di Pilwalkot Medan, Refly Harun Singgung Anies Baswedan

- 1 Desember 2020, 14:25 WIB
Ahli Hukum Tata Negara, Refly Harun.
Ahli Hukum Tata Negara, Refly Harun. /Tangkapan layar dari YouTube Refly Harun

PR BEKASI – Pemilihan Wali Kota (Pilwalkot) Medan kian memanas. Terbaru Tim Sukses (Timses) Bobby Nasution-Aulia Rachman menuding Akhyar Nasution-Salman Alfarisi menggunakan politik identitas.

Timses Bobby-Aulia mempermasalahkan kehadiran Ustaz Abdul Somad atau akrab disapa UAS, yang secara terang-terangan mengampanyekan pasangan Akhyar Nasution-Salman Alfarisi.

Timses Bobby mengatakan, politik identitas tidak baik untuk demokrasi. Harusnya Akhyar fokus dalam penanganan persoalan yang ada di Medan saat kampanye.

Baca Juga: Doakan Kesembuhan Anies Baswedan, Ferdinand Hutahaean: Ada Gubernur Aja Ruwet, Apalagi Ini Gak Ada

Mereka juga menilai aneh jika Akhyar menggunakan politik identitas di Pilkada Medan. Menurutnya, Akhyar selama ini tidak pernah terlibat dalam kegiatan keagamaan yang pernah dilakukan oleh kelompok UAS.

Menanggapi hal tersebut, Pakar Hukum Tata Negara Refly Harun menilai, politik identitas termasuk pelanggaran etika politik yang masih bisa diperdebatkan, berbeda dengan pelanggaran yang hukum seperti black campaign (kampanye hitam).

"Kalau bicara politik identitas orang selalu ingat Pilkada DKI Jakarta. Anies baswedan dianggap menang karena menggunakan politik identitas yakni menggunakan politik kanan, seperti kekuatan ulama, MUI, dan lain sebagainya untuk membuat isu-isu yang jelas-jelas memojokan lawan politiknya saat itu inkanben Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok," katanya, sebagaimana dikutip Pikiranrakyat-Bekasi.com dari kanal YouTube Refly Harun, Selasa, 1 Desember 2020.

Baca Juga: Mantap Berhijab di 2020, Elza Syarief: Janji Saya Kepada Allah di Tanah Suci dan Tak Boleh Dilanggar

Dia juga menuturkan bahwa politik yang sama dianggap digunakan juga oleh Ahyar Nasution-Salman Alfarisi.

"Kita bisa berdebat mengenai politik identitas, tapi yang jelas itu bukan pelanggaran hukum. Pelanggaran hukum itu kalau kampanye hitam," ucapnya.

"Jadi kita harus membedakan negative campaign dan black campaign. Negative campaign tidak masalah, misalnya kita mengatakan lawan tidak bayar pajak. Itu Negative campaign," sambungnya.

Baca Juga: Ajakan Jihad Lewat Azan Viral, Teddy Gusnaidi: Apa Presiden Harus Turun Tangan? Pembantunya Kemana?

Lebih lanjut, Refly Harun mengatakan, politik identitas tidak bisa dihilangkan dari pemilu karena ini sebuah kemestian kalau orang-orang mengaitkan agama dengan urusan seperti ini. Apalagi mencari calon pemimpin atau kepala daerah.

"Jadi hal seperti itu bisa dieksploitasi, itu sah-sah saja. Asal jangan black campaign," ucapnya.

Namun, satu hal yang tidak bisa dimaafkan dalam Pilkada dan Pemilu, kata Refly, adalah kecurangan-kecurangan yang bersifat money politics (politik uang).

Baca Juga: Anies Baswedan Positif Terserang Covid-19, Anggota DPR Minta Penyebabnya Ditelusuri

"Kecurangan yang signifikan dalam Pilkada, misalnya money politics, vote buying (pembelian suara) dan sebagainya, jadi ada kecurangan yang memang tidak bisa ditoleransi," tuturnya.

Hal tersebutlah yang menurutnya, ada kecurangan di level tertinggi sehingga proses Pilkada tidak bisa dilaksanakan dengan baik karena kecurangannya sudah sistematis dan ada unsur intimidasi.

"Pilkada yang jujur dan adil adalah yang tidak ada politik uangnya, tidak menggunakan state apparatus, yang tidak menggunakan fasilitas publik, yang tidak menggunakan birokrasi, yang tidak menggunakan kekuasaan Jakarta untuk memenangkan pemilihan," tuturnya.

Baca Juga: Warganet Doakan Anies Baswedan Meninggal Usai Positif Covid-19, dr. Tompi Beri Pesan Menohok

Refly Harun menilai pelanggaran etika tidak ada apa-apanya jika dibandingkan melakukan pelanggaran-pelanggaran menggunakan kekuatan birokrasi.

"Jadi misal di sini mungkin melakukan pelanggaran etika seperti Akhyar, tapi kalau di sisi Bobby menggunakan kekuatan Jakarta misalnya, kekuatan Istana untuk memenangkan pilihan, nah itu baru kita katakan sebagai sebuah pelanggaran hukum," tuturnya.

Refly Harun juga menyebut apa yang Rocky Gerung sampaikan bahwa ada orang yang bolak-balik Jakarta-Medan untuk memastikan kemenangan menantu Istana tersebut.

Baca Juga: Viral Azan Ditambah Ajakan Jihad, Ferdinand Hutahaean: Beragama Kok Jadi Menakutkan

"Itu bisa terlihat kalau menggunakan kekuatan dan fasilitas dari Jakarta untuk memenangkan pertarungan, hal tersebut tidak bisa dibenarkan, menggunakan fasilitas publik tidak boleh, menggunakan birokrasi tidak boleh, menggunakan state apparatus, money politics, dan vote buying juga tidak boleh," ucapnya.

Jadi Refly Harun menyarankan untuk mengawal Pilkada, yang wajib dikawalnya itu adalah potensi-potensi pelanggaran hukumnya bukan pelanggaran-pelanggaran etik dari para peserta Pilkada.

"Karena kalau misalkan yang dipermasalahkan adalah politik identitas, di dalam berkampanye kita berusaha mencari the strong point kita, dan the weak point pihak lawan, jadi kalo strong point-nya itu adalah dukungan arus, itu bisa arus kanan atau kiri sah-sah saja dalam politik, maka sering dieksploitasi." tuturnya.***

Editor: Ikbal Tawakal


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x