Selanjutnya, Ia memahami perkembangan dunia teknologi informasi yang sangat pesat memudahkan orang mendapat informasi dan menambah ilmu.
Namun pada sisi lain, sering pula disalahgunakan oleh segelintir orang untuk mencapai tujuannya.
Baca Juga: Resmi, PSSI Tunjuk Persija dan Bali United sebagai Perwakilan Indonesia di Piala AFC 2021
Kelompok kecil ini lanjutnya, memanfaatkan kebiasaan generasi muda Indonesia yang amat bergantung pada ponsel pintar dan koneksi internet.
Sebagai kebutuhan primer, para digital native itu menggunakan internet sebagai medium eksistensi diri seraya menambah pengetahuan akan berbagai isu yang sedang berkembang, termasuk isu keadilan dan sosial politik.
Menurutnya, situasi ini membuka peluang untuk menyusupkan nilai-nilai yang dapat memprovokasi dan memecah belah sesama anak bangsa melalui konten-konten hoaks dan ujaran kebencian.
Baca Juga: PNS di Venezuela Banyak yang Mangkir dan Mundur Karena Digaji Hanya Rp184 Ribu per Bulan
Secara tidak sadar, ia mengungkapkan bahwa generasi muda Indonesia sebagai kelompok pengguna aktif media sosial pun ikut terpengaruh.
Rata-rata anak muda terkoneksi dengan internet minimal empat jam sehari. Selain itu, kata dia saat ini orang juga hanya bisa terpisah tujuh menit dari gawainya
"Seharusnya, kemajuan teknologi serta kemudahan mendapat informasi memberi manfaat bagi masyarakat, untuk saling menguatkan. Inilah pentingnya literasi," kata dia.