Menteri Era Gus Dur Muak dengan Sandiwara Risma, Refly: Seperti Kritik Pengamat Asing kepada Jokowi

- 11 Januari 2021, 08:08 WIB
Refly Harun (kanan) yang mengomentari kritik Rizal Ramli (kiri) terhadap Tri Rismaharini (tengah).
Refly Harun (kanan) yang mengomentari kritik Rizal Ramli (kiri) terhadap Tri Rismaharini (tengah). /Kolase foto dari YouTube ILC, Refly Harun, dan humas.surabaya.go.id

PR BEKASI - Menteri Keuangan (Menkeu) di era pemerintahan Presiden Abdurrahman Wahid (Gus Dur), Rizal Ramli mengkritik gaya kerja Menteri Sosial (Mensos) Tri Rismaharini yang blusukan.

Ia mengaku sudah muak dengan gaya memimpin Risma yang disebutnya penuh dengan sandiwara yang berlebihan.

"Mbak Risma, Sudahlah jangan terlalu lebay, rakyat sudah muak dengan gaya-gaya pemimpin sandiwara yang lebay, yang hanya pura-pura merakyat, tapi kebijakannya tidak pro rakyat. Satukan hati, pikiran, dan tindakan untuk rakyat," ujar Rizal Ramli.

Baca Juga: Yakin Harun Masiku Masih Hidup, KPK: Ini 'Utang' dari Para Penyidik yang Harus Bisa Bayar

Menanggapi hal tersebut, pakar hukum tata negara Refly Harun berpendapat bahwa kejadian ini serupa dengan yang terjadi beberapa bulan yang lalu saat Jokowi mendapatkan kritik seorang peneliti Australia.

"Sama dengan kritik pengamat asing terhadap pemerintahan Presiden Jokowi, Jokowi itu katanya seperti seorang wali kota yang berada di Istana Presiden," ucapnya, dikutip Pikiranrakyat-Bekasi.com dari kanal YouTube Refly Harun, Senin, 11 Januari 2021.

Baca Juga: 5 Rempah-Rempah Khas Indonesia dengan Beragam Manfaat bagi Kesehatan Tubuh Anda

Namun pendapatnya tersebut bukan bermaksud untuk merendahkan, melainkan berkaitan dengan cara bekerja dari seorang Presiden Jokowi.

"Maksudnya bukan merendahkan, tapi cara bekerja seorang pemerintahan di level nasional itu pasti berbeda dengan ketika dia berada di level lokal, kalau ketika dia berada di level lokal tentu dia harus in touch ke publik," tuturnya.

Oleh karena itu ketika sudah masuk ke dalam tingkat nasional seperti menteri maka menurut Refly, tanggung jawabnya adalah seluruh rakyat di Republik Indonesia begitu juga sebaliknya.

Baca Juga: Turki Ikut Berduka atas Jatuhnya Sriwijaya Air: Kami Berdoa untuk Saudara-Saudara Kami di Indonesia

"Kalau kaitannya dengan personal touch, maka itu harus lebih diserahkan kepada bupati, wali kota, dan gubernur yang memang memiliki wilayah dan rakyat," ucapnya.

Ia menjelaskan, bukan blusukannya yang menjadi penting, namun tujuan dibalik tindakan Risma di Jakarta tersebut.

"Yang penting adalah apa tujuan dari semua itu, kalau tujuannya tidak diorkestrasi tapi tujuan mulia oke-oke saja. Namun kalau ini kemudian untuk politisasi, misalnya persiapan Pilkada DKI 2022 atau 2024, atau juga untuk menaikkan pasaran di dalam pusaran PIlpres 2024, wah itu kebangetan namanya ya," tuturnya.

Baca Juga: Direkomendasikan Kompolnas, Simak Profil Calon Kapolri Baru Gatot Eddy Pramono

Jika hal tersebut terjadi, menurutnya sama saja dengan Risma memanfaatkan orang miskin untuk mendongkrak popularitasnya.

Tetapi, Refly yakin seorang Risma tidak memiliki niat sekejam itu untuk menaikkan popularitas.

"Saya yakin Risma tidak begitu, dia adalah orang yang peduli, concern, prestasinya juga bagus di Surabaya," ucapnya.

Baca Juga: Penduduk Pulau Lancang Sebut Dengar Suara Keras seperti Bom pada Hari Pesawat Sriwijaya Air Jatuh

Pesoalannya sekarang adalah, ucap Refly, Risma sudah berpindah dari seorang wali kota menjadi menteri dan keduanya adalah hal yang sangat berbeda.

"Sebagai seorang wali kota dia punya wilayah, punya rakyat, karena dia elected by the people. Tapi ketika dia menjadi menteri, maka sesungguhnya dia lebih pada pembantu presiden, dia tidak punya rakyat, punya wilayah secara langsung, karena bukan orang yang dipilih oleh rakyat secara langsung," tuturnya.

Jadi segala sesuatu yang berhubungan dengan nasib rakyat secara langsung, ia menegaskan bahwa itu adalah tanggung jawab bagi mereka-mereka yang dipilih secara langsung oleh rakyat seperti bupati, wali kota, dan gubernur.

Baca Juga: Warga Jepang Gelar Ritual Mandi Air Dingin Berjemaah Doakan Pagebluk Covid-19 Cepat Usai

"Kepada merekalah sesungguhnya nasib rakyat harus diletakkan. Menteri juga bertanggung jawab, tapi jangan lupa menteri adalah pembantu presiden, dia mengimplementasikan visi dan misi seorang presiden," ucapnya.

Penting untuk diketahui, hasil penelitian dari dari peneliti Australia tersebut menyebut Jokowi sebagai sosok kontradiksi. Jokowi juga disebut belum mencerminkan sebagai presiden, pemimpin negara, tapi masih di level wali kota.

Presiden Jokowi telah disebut sebagai sosok yang " kontradiksi", namun pengertian ini tidak selalu buruk. Ben Bland, Direktur Program Asia Tenggara di lembaga Lowy Institute menjelaskan hal tersebut kepada ABC Indonesia soal buku terbarunya berjudul 'Man of Contradictions - Joko Widodo and the Struggle to Remake Indonesia'.

Baca Juga: Berharap Tak Muncul Lagi Gelombang Pandemi, China Gratiskan Vaksin Covid-19 untuk Warganya

Dalam 6 bab buku setebal 180 halaman ini, Ben memaparkan bagaimana "seorang pembuat mebel" berhasil menangkap imajinasi bangsa Indonesia tentang sosok pemimpin yang diidam-idamkan, namun juga penuh "kontradiksi".

"Kontradiksi tidak sepenuhnya konsep yang negatif, tapi menyiratkan Jokowi sedang bertarung untuk mendamaikan banyak persoalan." ujar Ben.***

Editor: Ikbal Tawakal

Sumber: YouTube Refly Harun


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x