Baca Juga: Farida Pasha Pemeran 'Nenek Lampir' Meninggal Dunia, Unggahan sang Cucu Dibanjiri Doa
Akan tetapi hebatnya, Ahmad Yani melanjutkan, ketika dipaksa bubar oleh pemerintah, tokoh-tokoh Masyumi saat itu sudah berpikiran jauh ke depan.
Hingga pada akhirnya para tokoh Masyumi bergabung di Partai Persatuan Pembangunan (PPP).
"Kita melakukan riset sesungguhnya, riset kita itu kenapa kita memastikan awalnya itu apakah kita akan masuk ke partai-partai yang sudah ada ini, memperbaiki masuk ke dalam PKS, masuk ke partai P3, bulan bintang, atau PAN. Atau kita membuat partai baru," ucapnya.
Ahmad Yani memperjelas kalau itu berdasarkan hasil survei dengan nalar yang ilmiah, bukan hanya sekadar romantisme masa lalu.
Baca Juga: Di Tengah Ketegangan dengan AS, Iran Tembakan Rudal Balistik Ke Samudra Hindia dalam Latihan Militer
Dia melanjutkan suara umat Islam di Pilpres 2019 tidak berbanding lurus dengan suara pada legislatif Pemilu.
Ketika itu ada gerakan Islam politik non-partai, yang muncul pertama kali ketika menuntun mantan Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok.
Saat itulah kesadaran umat Islam akan politik muncul walau masih dalam keadaan non-partai.
"Pada waktu pemilu 2019, kan ada istilah Ijtima Ulama, mereka mendukung Prabowo-Sandi, tetapi dia tidak memberikan dukungan kepada partai-partai hanya pada pilpres," ucapnya.