Ungkap Pangsa Pasar dengan Nostalgia, Ahmad Yani: Masyumi Ingin Suara Umat Islam yang Lagi 'Tamasya'

- 17 Januari 2021, 13:16 WIB
Ahmad Yani menjelaskan kemungkinan Habib Rizieq dan UAS menjadi ketua umum Masyumi.
Ahmad Yani menjelaskan kemungkinan Habib Rizieq dan UAS menjadi ketua umum Masyumi. /Tangkap layar Youtube/Akbar Faizal Uncensored

PR BEKASI - Ketua Komite KAMI Ahmad Yani mengatakan bahwa untuk meraih suara dalam pemilihan partai nanti maka bagi Masyumi adalah melihat kembali ke belakang.

Politisi Partai Nasdem Akbar Faizal menanyakan kepada Ahmad Yani bagaimana Masyumi sebagai partai yang baru muncul akan bersaing untuk memperebutkan suara massa umat Islam, di tengah partai Islam lain yang terhitung banyak, dan memiliki pangsa pasar lebih dulu.

"Pertama memang harus kita lihat, kalau melihat segmentasi umat Islam ini kan harus lihat ke belakang. Masyumi pernah memenangkan pemilu tahun 1955, dari 15 dapil Masyumi memenangkan 10 dapil. Kursi sama dengan TNI, ketua penyelenggara pemilu Masyumi pada waktu itu, Pak Burhanuddin," kata Ahmad Yani.

Baca Juga: Tutup 1 Februari, Cara Daftar Akun LTMPT SNMPTN 2021 dan Verifikasi Data Siswa di portal.ltmpt.ac.id 

Ahmad Yani mengungkapkan suara Masyumi saat itu mendekati angka 47 persen.

Lalu Masyumi mengalami fragmentasi tahun 1971, dan saat itu sudah ada partai Islam seperti Nahdlatul Ulama dan Parmusi.

Ketika itu Masyumi tidak boleh kembali karena harapan dari order lama.

Partai Masyumi dipaksa bubar oleh Presiden Soekarno dengan prakarsa oleh Partai Komunis Indonesia (PKI) saat itu.

Ahmad Yani menyampaikan Masyumi dibubarkan karena menentang revolusioner.

Baca Juga: Farida Pasha Pemeran 'Nenek Lampir' Meninggal Dunia, Unggahan sang Cucu Dibanjiri Doa 

Akan tetapi hebatnya, Ahmad Yani melanjutkan, ketika dipaksa bubar oleh pemerintah, tokoh-tokoh Masyumi saat itu sudah berpikiran jauh ke depan.

Hingga pada akhirnya para tokoh Masyumi bergabung di Partai Persatuan Pembangunan (PPP).

"Kita melakukan riset sesungguhnya, riset kita itu kenapa kita memastikan awalnya itu apakah kita akan masuk ke partai-partai yang sudah ada ini, memperbaiki masuk ke dalam PKS, masuk ke partai P3, bulan bintang, atau PAN. Atau kita membuat partai baru," ucapnya.

Ahmad Yani memperjelas kalau itu berdasarkan hasil survei dengan nalar yang ilmiah, bukan hanya sekadar romantisme masa lalu.

Baca Juga: Di Tengah Ketegangan dengan AS, Iran Tembakan Rudal Balistik Ke Samudra Hindia dalam Latihan Militer 

Dia melanjutkan suara umat Islam di Pilpres 2019 tidak berbanding lurus dengan suara pada legislatif Pemilu.

Ketika itu ada gerakan Islam politik non-partai, yang muncul pertama kali ketika menuntun mantan Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok.

Saat itulah kesadaran umat Islam akan politik muncul walau masih dalam keadaan non-partai.

"Pada waktu pemilu 2019, kan ada istilah Ijtima Ulama, mereka mendukung Prabowo-Sandi, tetapi dia tidak memberikan dukungan kepada partai-partai hanya pada pilpres," ucapnya.

Baca Juga: Harapkan Kehadiran Jokowi di Tengah Darurat Bencana, Andi Arief: Kehadiran Beliau Sangat Berarti 

Ahmad Yani menuturkan bahwa hal yang tidak bisa dilupakan oleh Menteri Pertahanan, Prabowo Subianto, adalah suara yang begitu besar yang didapatnya dalam Pilpres 2019 kalau mau jujur bukan hasil dari kinerja partai.

Namun suara yang luar biasa besarnya itu hasil dari para relawan non-partai.

"Tetapi suara pilpres tidak berbanding lurus ke suaranya pileg, apa yang terjadi di lima partai ini sangat memprihatinkan kita. Tidak mencapai angka 30 persen, total dari lima partai ini 29,96 persen," katanya.

Ahmad Yani menyampaikan bahwa yang lebih menarik adalah ketika disurvei di basis Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), pilihan utama kaum nahdliyin bukan pada PKB tetapi pada PDIP.

Baca Juga: Sempat Jadi Buron, Polisi Berhasil Tangkap Tersangka Kasus Penipuan Biro Perjalanan Umroh Rp862 Juta 

"Antara partai yang berasaskan Islam dengan partai-partai yang kita anggap partai sekuler, tidak ada beda damar kasih sama sekali," ucapnya.

Selain itu, suara dari Muhammadiyah yang seharusnya menjadi milik Partai Amanat Nasional (PAN), malah menjadi milik Partai Golkar.

"Kita melihat bahwa masih ada suara yang luar biasa, kalau kita ambil saja suaranya Masyumi, anggap 30 persen, ada suara 15 persen lagi yang swing, itu yang kemarin mendapat limpahan Gerindra," katanya.

Menurutnya Partai Gerindra mendapat limpahan dari massa suara Islam yang non-partai, karena itu juga Gerindra memenangkan suara di Sumatra Barat.

Baca Juga: Tiba-Tiba Beri Kabar Duka Kematian Legenda Ini, Mahfud MD: Beliau Saya Undang untuk Ajari Militer 

Hal yang sama juga berlaku pada Partai Demokrat.

Sebab itu dia mengatakan peta suara yang diinginkan oleh Masyumi bukan dari komunitas Islam.

"Masyumi ingin mengambil suara umat Islam yang lagi bertamasya, lagi piknik ke partai-partai yang melalui swing auto swing," kata Ahmad Yani.***

Editor: M Bayu Pratama


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah