Dijanjikan Rp100 Juta per Orang Jika Moeldoko Jadi Ketum Demokrat, Arief Munandar: Hal yang Wajar Tapi...

- 2 Februari 2021, 21:10 WIB
Sosiolog politik Arief Munandar (kanan) yang mengomentari dugaan kudeta Partai Demokrat oleh Moeldoko (kiri).
Sosiolog politik Arief Munandar (kanan) yang mengomentari dugaan kudeta Partai Demokrat oleh Moeldoko (kiri). /ANTARA FOTO/Nova Wahyudi/Kolase foto ANTARA dan Linkedin.com/ariefmunandar

PR BEKASI - Politikus Partai Demokrat Rachland Nashidik menyampaikan bahwa pelaku gerakan yang ingin mengambil alih jabatan dari AHY menjanjikan imbalan uang Rp100 juta kepada pimpinan di daerah.

Besaran uang Rp100 juta tersebut diberikan untuk setiap Ketua Dewan Pimpinan Cabang atau DPC Demokrat dengan Rp25 hingga 30 juta dibayarkan di muka atau saat mereka menandatangani dukungan kepada Moeldoko sebagai Ketua Umum Demokrat.

Sedangkan sisanya dibayarkan setelah kongres luar biasa (KLB) selesai dan Moeldoko dikukuhkan sebagai Ketua Umum Partai Demokrat yang baru.

Baca Juga: Luncurkan Lembaga Riset Golkar Institute, Airlangga Hartarto: Modal Penting untuk Pemilu 2024 

Namun Rachland Nashidik mengaku tidak mengetahui dari mana dana yang besar itu diperoleh.

"Kami juga tidak punya bayangan apakah ada bandar besar yang membiayai gerakan ini," ucapnya.

Menanggapi hal tersebut, sosiolog politik, Arief Munandar menganggap hal seperti ini wajar terjadi di dalam dunia politik, namun dirinya tak berani menyebut apakah cara seperti itu bisa dinilai benar atau tidak.

"Saya sebagai sosiolog yang spesialisasinya adalah sosiologi politik harus mengatakan ini satu hal yang wajar tapi saya gak mengatakan ini benar atau pantas," tuturnya dikutip Pikiranrakyat-Bekasi.com, Selasa, 2 Februari 2021.

Baca Juga: Tidak Hanya di Medan, Pedagang Daging Anjing di Jakarta Bunuh 3 Kucing dengan Alasan Salah Meracuni 

Karena menurutnya, people follow incentive, orang berpolitik karena dia ingin meraih kekuasaan. Oleh karena itu yang namanya partai politik, ucap Arief Munandar, adalah sebuah perkumpulan orang-orang yang ingin meraih kekuasaan.

"Nah artinya yang kumpul di partai politik itu adalah orang-orang yang memang punya syahwat politik, punya tujuan-tujuan tertentu apa pun itu melalui jalur politik," kata Arief Munandar.

Jika kemudian ada dinamika internal, sikut-sikutan, dan perebutan kekuasaan, itu adalah hal yang masuk akal menurutnya.

Sehingga, kata Arief, nanti persoalannya berhubungan dengan apakah cara-cara untuk merebut kekuasaan itu dianggap baik dan benar atau tidak.

Baca Juga: Risiko Kematian Virus Nipah Lebih Tinggi dari Covid-19, Epidemiologi: Bukan Hal Baru, Tapi Jadi Ancaman Serius 

Namun ia menilai, soal penggunaan kekuasaan yang semisal akan didapatkan Moeldoko nantinya digunakan dengan baik dan benar atau sebaliknya itu adalah terserah mantan Jenderal TNI tersebut.

"Saya belum pada posisi untuk mengatakan, apakah dugaan Ketua Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) tentang kudeta ini benar terjadi?," ucapnya.

Karena Arief mengatakan, bisa jadi ini seperti yang dikatakan Moeldoko atau pihak-pihak lain yang ragu bahwa AHY hanya sakit hati atau baper.

"Saya belum dalam posisi itu untuk membenarkan kedua dugaan tersebut, tapi intinya saya ingin mengatakan bahwa hal ini sangat mungkin terjadi dan di masa lalu sudah pernah terjadi," tuturnya.

Baca Juga: Ingatkan ASN, Tjahjo Kumolo Gandeng BNN demi Perang Lawan Narkoba 

"Ada kok partai-partai yang kemudian mengalami proses kudeta, ya biasanya juga diawali dengan perpecahan di dalamnya, memang yang namanya kudeta itu selalu pelaku-nya adalah aktor-aktor internal," sambungnya.

Namun yang menjadi pertanyaan menurutnya adalah siapakah dalang di balik gerakan tersebut.

"Apakah aktor internal tadi digerakkan oleh dalang yang ada di dalam, oleh yang ada di luar atau kedua-duanya," tutupnya.

Sebelumnya, AHY mengaku sudah mencium gerakan politik ini sejak sebulan lalu.

Baca Juga: Aksi Bakar Bendera Merah Putih Viral, Polisi Ungkap Identitas Pelaku: Warga Aceh yang Tinggal di Malaysia 

Awalnya, dia menganggap hanyalah persoalan kecil dan internal. Namun, sejak ada laporan keterlibatan pihak eksternal dari lingkar pemerintahan Jokowi yang masuk beruntun sejak pekan lalu, AHY melakukan penyelidikan secara mendalam.

AHY menuturkan mulai tidak begitu saja percaya ketika pelapor menyebut nama tokoh yang berencana mengambil alih kepemimpinan Partai Demokrat, mengingat posisi yang diemban dan faktor latar belakangnya.

"Tapi lebih dari delapan saksi mengatakan telah bertemu langsung pejabat pemerintahan itu dan dengar langsung rencana-rencana yang tadi saya sampaikan," ucapnya.

Baca Juga: Temui Menpora, PSSI Curhati Soal Kelanjutan Liga dan Nasib Piala Dunia 2023 

Moeldoko pun telah membantah tudingan bahwa dirinya menjadi bagian dari upaya mendongkel kepengurusan Partai Demokrat. Ia mengatakan selama ini, yang dilakukan adalah menerima kunjungan sejumlah orang saja.

Kunjungan sejumlah orang ini, kata Moeldoko, adalah hal yang biasa. Terlebih, ia menyebut statusnya sebagai purnawirawan Jenderal TNI yang merupakan mantan Panglima TNI.

"Secara bergelombang mereka datang, ya kita terima. Konteksnya apa saya juga gak ngerti. Dari obrolan-obrolan itu biasanya saya awali dari pertanian, karena saya suka pertanian," ujar Moeldoko.***

Editor: M Bayu Pratama


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah