Minta Gaji Tak Masuk Akal Kepala Daerah Diperbaiki, Refly Harun: Jika Tidak, Akan Ada Nurdin Abdullah Lainnya

- 1 Maret 2021, 10:10 WIB
Advokat Refly Harun meminta gaji tak masuk akal kepala daerah diperbaiki.
Advokat Refly Harun meminta gaji tak masuk akal kepala daerah diperbaiki. /ANTARA/Indrianto Eko Suwarso.

PR BEKASI - Advokat sekaligus pakar hukum tata negara Refly Harun meminta gaji tidak masuk akal kepala daerah diperbaiki agar tidak muncul Nurdin Abdullah lainnya yang telah ditangkap KPK beberapa waktu yang lalu.

Refly Harun menegaskan bahwa mempertahankan kinerja sebagai seorang kepala daerah akan lebih susah ketimbang merebut jabatannya karena gaji yang tidak masuk akal tersebut.

"Ini makin menegaskan bahwa, menjadi kepala daerah itu tidak mudah, jauh lebih sulit mempertahankan kinerja bersih sebagai kepala daerah ketimbang merebut jabatannya," ucapnya.

Baca Juga: Paling Ditakuti Koruptor, Abdul Mu'ti Berduka atas Wafatnya Artidjo Alkostar: Kehilangan Besar

Baca Juga: Yordania Kecam Israel Atas Pembobolan Masjid Al-Aqsa oleh Yahudi Radikal

Baca Juga: Tegas Tolak Perpres Investasi Miras, Christ Wamea: Papua Bukan Tempatnya Melegalkan Miras

Refly Harun menceritakan bahwa dirinya pernah bertemu sejumlah kepala daerah dan mengaku kaget dengan penghasilan yang mereka raup per bulannya.

"Saya pernah bertemu dengan Bupati Kudus, Wali Kota Padang Panjang, dan saya tanya berapa penghasilan mereka, Rp30 juta kata mereka, itu semua sudah termasuk perjalanan dinas dan lain sebagainya, penghasilan bersih selama satu bulan," ucapnya.

Maka jika dilebihkan Rp50 juta, dalam lima tahun, ujar Refly Harun, hanya mendapatkan tiga miliar sementara biaya kampanye bisa berkali-kali lipat dari itu.

"Bayangkan, ketika saya tanya pada Wali Kota Padang Panjang berapa biaya kampanye, dijawab belasan miliar, masuk akal gak? Mengalami defisit," ucapnya seperti dikutip Pikiranrakyat-Bekasi.com dari kanal YouTube Refly Harun, Senin, 1 Maret 2021.

Baca Juga: Kembali Merosot, Harga Bitcoin Terjun Payung 6,39 Persen jadi Rp615 Juta

"Nah itulah sebabnya kemudian pasti akan tergoda untuk melakukan tindak pidana korupsi atau paling tidak menyalahgunakan jabatannya untuk berbisnis," sambungnya.

Oleh karena itu, Refly Harun meminta persoalan ini harus diselesaikan dari akarnya yakni terkait UU Pilkada.

"Pemerintahan Presiden Jokowi ini harus meng-address salah satunya soal ini, makannya saya termasuk heran ketika misalnya, yang namanya UU Pilkada tidak mau direvisi, kenapa?," tuturnya.

Karena menurutnya, jika penyelenggaraan Pilkada tetap seperti saat ini pasti akan terjadi yang namanya money politics atau politik uang.

Baca Juga: Amien Rais Kehabisan Kata-Kata karena Jokowi: Anda Sebetulnya sedang Hancurkan Akhlak atau Moralitas Bangsa

"Pasti akan terjadi yang namanya suap dan lain sebagainya dan akhirnya kepala daerah terpilih juga melakukan praktik-praktik yang hina itu yang mungkin untuk yang namanya cost recovery," ucapnya.

Lebih lanjut, Refly Harun pun menjelaskan bahwa seseorang jika ingin maju sebagai calon kepala daerah itu harus langsung mendekati partai politik dan ketika mendekati partai politik maka no free lunch.

"Tidak ada makan siang yang gratis dan sudah menjadi rahasia umum partai politik akan memasang tarif kepada orang-orang tertentu, bahkan bisa main dua kaki, dan itu sudah jamak terjadi," ujarnya.

Baca Juga: Nurdin Abdullah Bersumpah Tak Terima Suap, KPK: Kami Miliki Bukti Kuat

"Hanya beruntung saja mereka-mereka yang mendapatkan uang itu tidak dicokok oleh KPK, padahal itu juga suap sesungguhnya, karena dilarang di dalam UU Pilkada," sambungnya.

Refly Harun menegaskan, dalam UU dikatakan seorang kandidat yang membeli 'perahu', membayar candidacy kepada partai politik akan didiskualifikasi. Bahkan partainya pun akan dilarang untuk mencalonkan diri lagi.

"Tapi nyatanya tidak pernah ada hingga detik ini kasus di mana seorang calon didiskualifikasi karena dianggap membeli 'perahu', padahal hal itu sudah jamak terjadi dan diketahui bahwa no free lunch," ungkapnya.

Baca Juga: Bantah Dirinya Terlibat Korupsi, Nurdin Abdullah: Demi Allah, Sama Sekali Tidak Tahu

"Jadi kalo hal-hal yang fundamental seperti ini tidak diperbaiki, yakinlah, akan masih banyak Nurdin Abdullah lainnya yang akan ditangkap oleh KPK," sambungnya.

Menurutnya, walaupun hanya beberapa persen dari 500-an lebih kepala daerah di Indonesia yang ditangkap KPK, hal tersebut bukanlah prestasi tetapi sebuah masalah.

"Yang tertangkap persentase kecil saja sudah masalah, bisa jadi karena mereka belum diketahui, dan kita tidak bisa mengandalkan bahwa kepala daerah itu sekadar orang baik," ucapnya.

Refly Harun menegaskan bahwa menjadi kepala daerah tidak membuat orang itu semakin kaya, justru akan semakin miskin karena biaya kampanye yang jumlahnya berkali-kali lipat dari gajinya.

"Karang orang berpikir bahwa ketika dia menjabat dia tidak lebih kaya, jarang orang berpikir harusnya dia tidak lebih kaya," tuturnya.

Baca Juga: Kapal Israel Terkena Ledakan Misterius di Teluk Oman, Diduga Perbuatan Iran

"Nah inilah masalahnya, mencari kepala-kepala daerah yang mau rugi, kita cek misalnya di daerah tertentu apakah dia lebih kaya atau miskin ketika dia menjadi kepala daerah, kalau dia lebih kaya berarti dia memakan uang-uang yang tidak halal atau syubhat minimal." tutupnya.***

Editor: Ikbal Tawakal

Sumber: YouTube Refly Harun


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x