Sebut Jaksa 'Baper' Disebut Pandir oleh Habib Rizieq, Refly Harun: Saya Tidak Terlalu Setuju

- 30 Maret 2021, 21:09 WIB
Habib Rizieq berada di ruang sidang PN Jakarta Timur. /Pikiran Rakyat/Aziz Yanuar/Muhammad Rizky Pradilla
Habib Rizieq berada di ruang sidang PN Jakarta Timur. /Pikiran Rakyat/Aziz Yanuar/Muhammad Rizky Pradilla /

PR BEKASI - Mantan Staf Ahli Mahkamah Konstitusi Refly Harun mengaku tidak setuju dengan Habib Rizieq Shihab yang menyebut Jaksa Penuntut Umum (JPU) 'dungu' dan 'pandir'.

Jaksa diketahui merespons eksepsi atau nota keberatan Habib Rizieq yang menyebut JPU 'dungu' dan 'pandir'. Jaksa menilai penggunaan kata-kata tersebut tidak tepat.

"Adanya kalimat non yuridis dan kepentingan politik dan rezim zalim dan 'pandir' dalam eksepsi penasehat hukum adalah tidak tepat," kata tim JPU saat membacakan tanggapan jaksa atas eksepsi terdakwa, di PN Jaktim, Selasa, 30 Maret 2021.

"Mengingat fungsi jaksa penuntut umum adalah menerima berkas perkara dan melakukan penuntutan, serta melaksanakan perintah hukum, yang terakhir melaksanakan eksekusi," sambung tim jaksa.

Baca Juga: Bantah Terima Uang Rp150 Juta saat Hadiri Acara Kemensos, Cita-citata: di Kontraknya Tuh Enggak Segitu

Baca Juga: Ingin 'Kandangi' Ustaz Hasyim jika Punya Kuasa, Teddy Gusnaidi: Mau Dibilang Anti Ulama Bodo Amat

Baca Juga: Jatuh Sakit Jelang Pernikahan Aurel-Atta, Ashanty: Autoimun Aku Kambuh, Dulu Stres Banget Sekarang Sudah Biasa

Refly Harun menyampaikan, secara pribadi dia tidak terlalu setuju dengan kata-kata yang digunakan Habib Rizieq tersebut.

Bahkan dirinya meminta hal tersebut seharusnya ditanyakan kepada Rocky Gerung karena sering menggunakan diksi semacam itu.

"Seharusnya ditanyakan juga kepada Rocky Gerung sebagai orang yang paling sering menggunakan kata dungu ya, saya pribadi sebenarnya juga tidak terlalu setuju penggunaan kata-kata seperti itu," ucapnya.

Namun, Refly Harun menegaskan bahwa balasan jaksa juga menurutnya terlalu berlebihan, bahkan sampai balik mengatakan kata-kata tersebut digunakan oleh orang yang tidak terdidik dan lain sebagainya.

Tapi bukan itu menurutnya yang ingin dia garisbawahi.

"Yang ingin saya garis bawahi adalah pertama soal kompetensi dan soal pendidikan," tuturnya sebagaimana dikutip Pikiranrakyat-Bekasi.com dari kanal YouTube Refly Harun, Selasa, 30 Maret 2021.

Refly Harun menyampaikan, justru yang diharapkan masyarakat adalah jaksa bisa bersikap kritis terhadap hasil penyidikan dari aparat kepolisian.

"Nah masalahnya dalam kasus Habib Rizieq ini banyak kejanggalan-kejanggalan, salah satunya adalah tiba-tiba ada penggunaan pasal yang tidak pernah dibicarakan sebelumnya," ucapnya.

Tiba-tiba, tambah Refly, muncul pasal tentang ormas yang sebelumnya tidak pernah dibicarakan dan penggunaan pasal-pasal lain yang menurutnya terlalu berlebihan.

"Jangan lupa awal mulanya adalah kerumunan, pelanggaran protokol kesehatan yang sudah didenda, tiba-tiba menggunakan pasal 160 KUHP di mana ancaman hukumannya enam tahun dan memiliki legitimasi untuk menahan," tuturnya.

"Menggunakan juga UU tentang pidana yang ancaman hukumannya sampai 10 tahun, jadi berlebihan bayangkan, terduga pembunuh laskar FPI saja itu ancaman hukumannya cuman 8 tahun," sambungnya.

Baca Juga: Revitalisasi Pasar Sukatani Tertunda, Dinas Perdagangan Kabupaten Bekasi Tengah Telusuri Penyebabnya

Oleh karena itu yang menjadi persoalan, ungkap Refly Harun adalah bukan soal pandir dan dungunya, tetapi soal kritisisme jaksa untuk menerima berkas dari penyidik.

Ketika menerima berkas dari penyidik, tambah Refly, seharusnya jaksa bisa menggunakan rasionalitas dan rasa keadilan.

"Apakah pantas pelanggaran kerumunan tersebut atau protokol kesehatan dalam acara yang sangat sakral, yaitu pernikahan putri Habib Rizieq dan Maulid Nabi, tiba-tiba diganjar dengan pasal tentang provokasi atau penghasutan, rasanya tidak masuk akal," ucapnya.

Sebelumnya, jaksa menilai kata 'dungu' dan 'pandir' yang disampaikan Habib Rizieq dalam eksepsinya hanya mengikuti emosi semata. Menurut jaksa, kata-kata tersebut hanya digunakan oleh orang tidak terdidik.

"Bahasa-bahasa seperti ini digunakan oleh orang-orang yang tidak terdidik dan dikategorikan kualifikasi berpikiran dangkal. Mengingat kata 'pandir' menurut buku kamus bahasa Indonesia halaman 804 yang artinya 'bodoh'. Sedangkan kata 'dungu' menurut kamus bahasa Indonesia tersebut, pada halaman 306, diartikan sangat 'tumpul otaknya, tidak mengerti, bodoh'," tutur Jaksa.

Jaksa mengatakan, tidak seharusnya kata 'dungu' dan 'pandir' ditujukan untuk JPU. Sebab, lanjutnya, JPU merupakan orang-orang berpendidikan dan berkompeten.

"Tidaklah seharusnya kata-kata yang tidak terdidik ini diucapkan, apalagi ditabalkan kepada jaksa penuntut umum. Sangatlah naif kalau jaksa penuntut umum yang menyidangkan perkara terdakwa dan kawan-kawan dikatakan orang bodoh, bebal, tumpul otaknya, tidak mengerti. Kami jaksa penuntut umum yang menyidangkan perkara terdakwa adalah orang-orang intelektual yang terdidik dengan berpredikat pendidikan rata-rata strata 2 dan berpengalaman puluhan tahun di bidangnya," papar Jaksa.

"Untuk itu, sebagai pelajaran, jangan mudah menjustifikasi orang lain, apalagi meremehkan sesama. Sifat demikian menunjukkan akhlak dan moral yang tidak baik," sambung dia.

Sebagai informasi, Habib Rizieq menyebut JPU 'dungu' dan 'pandir' dalam sidang eksepsinya pada Jumat, 26 Maret lalu.

Mantan pentolan FPI itu menyebut JPU 'dungu' dan 'pandir' karena persoalan SKT ini. Dia juga menyebut JPU menyebar hoaks dan fitnah.

"Semua ormas baik yang punya SKT maupun tidak dilindungi oleh konstitusi dan perundang-undangan. Jadi di sini jelas, JPU sangat dungu dan pandir. Soal SKT saja tidak paham, lalu dengan kedunguan dan kepandirannya mencoba sebar hoax dan fitnah," ucapnya.***

Editor: Ikbal Tawakal

Sumber: YouTube Refly Harun


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x