PR BEKASI - Eks politisi Partai Demokrat Ferdinand Hutahaean ikut menanggapi aksi teror yang terjadi dewasa ini di Indonesia.
Sebagai informasi, aksi teror belakangan ini terjadi dua kali dalam waktu yang berdekatan, yakni bom bunuh diri di Gereja Katedral Makassar pada 28 Maret 2021 dan serangan ke Mabes Polri pada Rabu, 31 Maret 2021 kemarin.
Mabes Polri diserang oleh seorang perempuan terduga teroris dengan menggunakan senjata api.
Penyerangan tersebut terjadi sekitar pukul 16.50 WIB dengan lokasi tepatnya di dekat Gedung Rupatama, Mabes Polri.
Baca Juga: Moeldoko Bicara soal PON XX: Papua Bisa Tunjukkan Eksistensi Tanpa Ada Ganggua Politik dan Keamanan
Melalui keterangan pers-nya, Kepala Polisi Republik Indonesia (Kapolri) Jenderal Polisi Listyo Sigit mengungkap bahwa terduga teroris berinisial ZA (25) telah melepaskan tembakan kepada petugas sebanyak enam kali.
"Dua kali tembakan kepada anggota yang ada di dalam pos, dua kali yang ada di luar dan menembak lagi kepada anggota yang ada di belakangnya," tutur Listyo Sigit, seperti dikutip dari Antara.
Adapun aparat polisi yang berada di lokasi langsung melakukan tindakan tegas dan terukur kepada yang bersangkutan. Pelaku pun tewas di tempat kejadian.
Menanggapi hal tersebut, Ferdinand Hutahaean melontarkan sindiran dan menebak pola pikir teroris dengan kalimat sebagai berikut.
"Dikandung 9 bulan, bikin ibu sarat beban, dilahirkan dengan tarung nyawa sang ibu, susah besar dibesarkan, setelah besar memilih mati bunuh diri dengan bom," tutur Ferdinand Hutahaean dalam akun Twitter-nya, sebagaimanai dikutip Pikiranrakyat-Bekasi.com pada Kamis, 1 April 2021.
Dikandung 9 bulan, bikin ibu sarat beban, dilahirkan dgn tarung nyawa sang ibu, susah payah dibesarkan, setelah besar memilih mati bunuh diri dengan bom.
Kapan berbaktinya lu sama ibu? Surga itu ditelapak kaki ibu bukan didalam bom bunuh diri. Bunuh diri bkn bentuk berbakti tong— Ferdinand Hutahaean (@FerdinandHaean3) April 1, 2021
Oleh karena itu, Ferdinand menilai aksi teror bom bunuh diri bukan merupakan bentuk bakti kepada orang tua dalam bentuk satir sebagai berikut.
"Kapan berbaktinya lu sama ibu? Surga itu di telapak kaki ibu, bukan di dalam bom bunuh diri. Bunuh diri bukan bentuk berbakti, tong," ujar Ferdinand Hutahaean.
Pada kesempatan sebelumnya, Ferdinand sempat mengajak anak muda untuk berkontemplasi terkait ajaran dan aksi terorisme.
"Wahai anak muda coba tanya gurumu, kalau memang membunuh adalah jalan ke surga mengapa bukan dia yang lebih dulu mati bunuh diri atau anak-anaknya diminta memanggul bom bunuh diri, sadar! Jangan mau disesatkan," ucap Ferdinand Hutahaean.***