Ada 3 Kesamaan Karakter dari Dua Terduga Teroris, Putri Gus Dur: Kegelisahan Mereka Dieksploitasi oleh Oknum

- 4 April 2021, 21:30 WIB
Putri Gus Dur, Yenny Wahid saat memberikan oraisnya dalam secara virtual dalam Diskusi Kebangsaan Lintas Agama di Pendopo Wahyawibawagraha, Jember, Jawa Timur, Sabtu 3 April 2021. Yenny Wahid mengungkapkan ada 3 karakter teroris yang belakangan ini terjadi.
Putri Gus Dur, Yenny Wahid saat memberikan oraisnya dalam secara virtual dalam Diskusi Kebangsaan Lintas Agama di Pendopo Wahyawibawagraha, Jember, Jawa Timur, Sabtu 3 April 2021. Yenny Wahid mengungkapkan ada 3 karakter teroris yang belakangan ini terjadi. /NU Online

PR BEKASI - Belakangan ini serangan bom bunuh diri ramai menuai perhatian publik setelah terjadi di Gereja Katedral, Kota Makassar dan aksi dugaan serangan teroris yang menyerang Mabes Polri.

Sebelum melakukan aksinya, dua teroris yang melakukan pengeboman di Makassar dan pelaku penembakan di Mabes Polri, diketahui sama-sama membuat surat wasiat untuk keluarganya dengan tulisan tangan.

Selain berisi permintaan maaf, surat wasiat tersebut juga berisi ajakan kepada anggota keluarganya untuk menjauhi pemerintah serta berbagai ajakan lainnya.

Hal itu menuai perhatian dari Putri Gus Dur, Zannuba Arifah Chafsoh (Yenny Wahid) terkait karakter kedua pelaku teroris di dua tempat berbeda itu.

Baca Juga: Arsenal Gigit Jari Dipecundangi Liverpool di Emirates Stadium, Mikel Arteta: Saat Ini Saya Syok!

Baca Juga: Finalisasi Permenhub Tengah Dilakukan, Menhub: Kami Tetap konsisten Laksanakan Kebijakan Larangan Mudik 

Menurutnya, tulisan tangan bisa menjelaskan karakter seseorang. Hal itu disampaikannya saat menjadi keynote speaker dalam Diskusi Kebangsaan Lintas Agama secara virtual di Pendopo Wahyawibawagraha, Jember, Jawa Timur, Sabtu, 3 April 2021.

Yenny Wahid mengatakan, tulisan tangan bisa dianalisa untuk mengidentifikasi kondisi psikologis maupun karakter yang bersangkutan.

"Misalnya, ada yang (jiwanya) ceria, tenang-tenang tapi menghanyutkan, ada yang punya kharisma seperti bupati, dan sebagainya, itu bisa diketahui dari tulisan tangan, bisa dianalisa,” ujarnya Yenny dikutip Pikirarakyat-Bekasi.com dari NU Online, Minggu, 4 April 2021.

Yenny Wahid menyatakan, dirinya telah berkomunikasi dengan seorang ahli grafologi (ahli tulisan tanan), Deborah Dewi, terkait tulisan dua teroris tersebut.

Hasil analisa Deborah menunjukan 3 karakter yang dimiliki oleh dua teroris itu.

Baca Juga: Lontarkan Rasisme ke Pelajar Ras Asia, Universitas Harvard Tuai Kecaman hingga Kirimkan Permintaan Maaf 

Pertama, keduanya adalah sosok yang egois dan tidak terbuka dengan pola pikir yang berbeda dengan dirinya. Keduanya tidak mau berpikir dengan perspektif lain, kecuali pikirannya sendiri.

Kedua, rasa percaya dirinya sangat rendah. Ketiga, punya kegelisahan yang berlebihan.

Menurutnya, kegelisahan yang berlebihan itu kemudian direspons atau dimanfaatkan lah oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab.

Mereka berdalih ingin menolong dengan doktrin agama yang sudah diselewengkan dari maksud yang sesungguhnya sehingga pelaku mendapatkan rasa aman dan percaya diri tapi semu.

“Jadi kegelisahan tersebut akhirnya dieksploitasi, dimanfaatkan oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab, sehingga dia merasa aman, yang kemudian membuat mereka melakukan penyerangan (teror),” ujarnya.

Baca Juga: [Hoaks atau Fakta] Benarkah Bom Gereja Katedral Makassar Diledakkan Lewat Remot Jarak Jauh, Ini Faktanya

Yenny Wahid menambahkan, radikalisme bukan lah bagian dari agama tetapi ajaran agama diselewengkan untuk mengindoktrinasi seseorang yang sedang mengalami rasa cemas dan putus asa sehingga mau melakukan penyerangan agar dia bisa eksis.

Dalam konteks Indonesia, jelasnya, dalil agama sangat mampu dipakai untuk mengindoktrinasi orang, terutama anak-anak muda yang sangat rentan dan masih mencari jati diri, termasuk generasi milenial.

“Itu PR (pekerjaan rumah) bagi kita semua, terutama keluarga. Karena keluarga adalah tempat pembinaan yang utama, membangun fondasi yang kuat, memberikan rasa aman dan nyaman sehingga anak tidak stres," ucap Yenny Wahid mengingatkan.

"Kemudian tokoh agama perlu menyediakan diri untuk mendengarkan keluh kesah orang yang putus asa, rentan, dan sebagainya,” sambungnya.***

 

Editor: M Bayu Pratama

Sumber: Instagram NU Online @nuonline_id


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah