Tetap Dipertahankan dalam RKUHP, Pasal Penghinaan Presiden Dipastikan Tak Hambat Praktik Demokrasi

- 10 April 2021, 12:50 WIB
Wamenkumham Edward Omar Sharif mengatakan Pasal Penghinaan Presiden tidak akan menghambat demokrasi.
Wamenkumham Edward Omar Sharif mengatakan Pasal Penghinaan Presiden tidak akan menghambat demokrasi. /ANTARA/HO-Kemenkumham RI

PR BEKASI – Pemerintah tetap mempertahankan pasal penghinaan presiden dalam Rancangan Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP).

Meskipun mendapat banyak penolakan dari berbagai pihak, namun dipastikan pasal penghinaan presiden tidak akan menghambat praktik demokrasi di Indonesia.

Hal tersebut dikatakan oleh Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Wamenkumham) Edward Omar Sharif saat ditemui di kantornya, Jakarta, Jumat, 9 April 2021.

Baca Juga: Panduan Ibadah Ramadhan Termasuk Tarawih dan Salat Idul Fitri Berjamaah Tidak Berlaku di Zona Oranye dan Merah

Menurutnya, pasal tersebut hanya berlaku untuk orang-orang yang menghina Presiden secara personal, bukan untuk pengkritik kebijakan Pemerintah.

"Pasal penghinaan presiden tidak akan digunakan untuk memenjarakan mereka yang mengkritik kebijakan pemerintah," katanya, dikutip Pikiranrakyat-Bekasi.com dari Antara.

Edward Omar Sharif mengatakan hal tersebut seperti tercantum di dalam ayat ketiga di pasal tersebut.

Baca Juga: Simak Panduan Ibadah Ramadhan dan Idul Fitri 2021 Kota Bekasi di Masa Pandemi Covid-19

"Sekali lagi, baca ayat tiganya, apabila itu suatu kritik terhadap pemerintah, tidak dapat dipidana. Ada di situ semua pasalnya," katanya.

Beberapa kelompok masyarakat sipil, dalam berbagai kesempatan, sempat mengkritik keputusan pemerintah mempertahankan pasal penghinaan presiden dalam RKUHP.

Hal tersebut dikarenakan mereka merasa khawatir ketentuan itu bakal membatasi kebebasan berpendapat.

Baca Juga: Jelang Mudik Lebaran, Polres Metro Bekasi Siapkan 10 Titik Pos Pengamanan di Jalan Utama hingga Jalan Tikus

Amnesty International, misalnya tahun lalu, sebagaimana dikutip dari laman resminya, berpendapat pasal penghinaan terhadap presiden, yaitu Pasal 218 dan Pasal 219 RKUHP, represif dan dapat mengancam kebebasan berpendapat.

"Kritik terhadap pemerintah itu sangat penting agar pemerintah dapat berbenah diri dan hati-hati dalam mengambil keputusan atas suatu kebijakan," tulis Amnesty International dalam catatan kritisnya terhadap RKUHP tahun lalu.

Terkait dengan kritik terhadap pasal itu, Edward Omar Sharif meyakini bahwa sosialisasi terhadap isi RKUHP masih kurang sehingga banyak kelompok oposisi masih kurang memahami ketentuan pasal per pasal secara lengkap.

Baca Juga: Pengakuan Sofyan Tsauri yang Memilih Insaf dari Kelompok Teroris, Sadar Ketika di Penjara

Ia pun menerangkan pasal penghinaan presiden, yang diatur dalam RKUHP, merupakan delik aduan.

Oleh karena itu, hanya presiden dan wakil presiden yang dapat melaporkan langsung pelaku atas perbuatan tersebut.

"Hanya presiden dan wapres yang bisa. Enggak bisa tim suksesnya (yang melapor)," kata Edward Omar Sharif kepada wartawan.

Baca Juga: Media Asing Soroti Bencana di NTT, Sebut Indonesia Kurang dalam Kesiapsiagaan Hadapi Siklon Tropis 

Untuk memberi pemahaman lebih lengkap mengenai isi RKUHP kepada masyarakat, Edward Omar Sharif menyampaikan pihaknya telah melakukan sosialisasi ke sejumlah kota-kota besar.

Ia mengatakan bahwa pemerintah bekerja sama dengan perguruan tinggi dan lembaga swadaya masyarakat untuk mengenalkan isi RKUHP secara lengkap kepada masyarakat di berbagai daerah.

Beberapa daerah yang akan dikunjungi Eddy dalam waktu dekat untuk sosialisasi isi RKUHP, antara lain Bali, Yogyakarta, Ambon,; Makassar, Padang, Banjarmasin, Surabaya, NTT, Manado, dan terakhir di Jakarta.

Ia berharap RKUHP dapat segera disahkan jadi undang-undang melalui rapat paripurna DPR RI pada tahun ini.***

Editor: Puji Fauziah

Sumber: ANTARA


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x