Oleh karena itu, Muhyiddin menilai keputusan PT PELNI yang membatalkan kajian Ramadhan karena dugaan radikalisme tersebut sangat gegabah.
"Jadi, kami menilai keputusan tersebut sangat gegabah. Apabila memang dianggap secara prosedur salah, tentu diberikan peringatan pertama, kedua, ketiga kepada pihak yang diberikan tugas. Jangan terus acara dan agendanya dibatalkan," tutur Muhyiddin Junaidi.
"Apalagi kita sudah menjelang Ramadhan, kita semua berharap segala sesuatunya berjalan dengan damai. Kemudian pandemi Covid-19 segara hengkang dari wilayah Indonesia tercinta," sambungnya.
Menurutnya, kontribusi para penceramah di bidang agama itu sangat besar dalam rangka menumbuh kembangkan kualitas keimanan para pejabat.
"Kita tahu bahwa banyak sekali BUMN yang mengalami kerugian akibat perilaku malpraltik yang dilakukan oleh mereka-mereka yang minus akhlak mulia tersebut," kata Muhyiddin Junaidi.
Lebih lanjut, Muhyiddin Junaidi menjelaskan bahwa dalam Islam, radikalisme tidak senantiasa dianggap sebagai sesuatu yang negatif. Pemikiran-pemikiran yang positif juga dianggap radikal.
"Sangat disayangkan di Indonesia, kelompok-kelompok tertentu yang punya sikap istikamah dan berani berbeda pendapat dengan kebijakan pemerintah dituduh sebagai radikal. Nah, ini salah kaprah," kata Muhyiddin Junaidi.
"Jadi, pemikiran-pemikiran yang radikal untuk melakukan reformasi dan perbaikan itu sangat kita nantikan-natikan," sambungnya.