PR BEKASI- Kebijakan pemerintah untuk tidak mudik lebaran 2021 jadi polemik.
Sosiolog Universitas Udayana, Bali Wahyu Budi Nugroho mengatakan sebaiknya tempat wisata juga ditutup bersamaan dengan larangan mudik yang berlaku mulai 6 hingga 17 Mei 2021.
Kendati demikian, kebijakan tersebut tidak terkesan setengah hati.
Baca Juga: Usulan Anies Baswedan Akhirnya Ditindaklanjut PBB, Simak Penjelasannya
"Sebaiknya tempat wisata juga ditutup bersamaan dengan tenggang waktu larangan mudik sehingga kebijakan untuk mencegah naiknya kasus Covid-19 tidak terkesan setengahsetengah," kata Sosiolog Unud Wahyu Budi Nugroho saat dikonfirmasi di Denpasar, Bali, Sabtu 17 April 2021.
Ia mengatakan jika dalam penerapan kebijakan larangan mudik terjadi penolakan, dan wisata ditutup, pemerintah bisa memberikan bantuan bagi pelaku industri seperti pemberian insentif bagi sektor jasa transportasi.
"Bisa jadi yang paling menolak kebijakan ini adalah pelaku bisnis pariwisata (jika wisata ditutup) dan sempat ada wacana pemerintah memberikan insentif bagi sektor jasa transportasi.
Pemerintah juga bisa memberikan bantuan untuk pelaku industri pariwisata supaya resistennya tidak terlalu keras," katanya sebagaimana dikutip PikiranRakyat-Bekasi.com dari Antara Minggu 18 April 2021.
Selain kebijakan larangan mudik, moda transportasi juga diminta tidak beroperasi selama 6 sampai 17 Mei 2021, untuk menekan penyebaran Covid-19.
Kata Wahyu situasi ini juga akan memberikan pengaruh yang signifikan bagi jasa transportasi.
"Tetapi kemarin ada wacana yang cukup baik dari pemerintah untuk memberikan insentif bagi sektor jasa ini guna mengurangi kerugian atau berkurangnya pemasukan akibat larangan mudik," katanya.
Baca Juga: Soroti Manfaat Program Kartu Prakerja, Pengamat Ekonomi Minta untuk Tetap Dilanjutkan
Ia mengatakan larangan mudik diperkirakan akan sulit terealisasi karena adanya faktor budaya dan tradisi yang kuat.
Kata dia, sudah menjadi kebiasaan bahkan budaya dalam masyarakat kita untuk berkumpul bersama keluarga besar pada hari-hari besar keagamaan.
"Namun, pada masa pandemi ini, masyarakat harus terus dirasionalkan dan diingatkan bahwa pulang ke kampung halaman, apalagi menggunakan kendaraan umum, sangatlah berisiko," katanya.
Menurutnya, tidak wajar jika masa pandemi ini masih ada yang nekat untuk mudik, karena kasus Covid-19 di tanah air masih fluktuatif, bahkan belum pernah berkurang secara signifikan.
"Jika kita melihat kasus di negara-negara lain yang justru kembali mengalami kenaikan, Jerman misalkan, baru saja kembali melakukan kebijakan lockdown," katanya.***