Bangunkan Sahur Lewat Toa Masjid Jadi Polemik, Simak Aturannya dalam Perspektif Hukum Indonesia

- 24 April 2021, 13:50 WIB
Polemik bangunkan sahur lewat toa masjid masih menjadi polemik dan perbincangan hingga saat ini. Simak berikut adalah perspektif hukum Islam
Polemik bangunkan sahur lewat toa masjid masih menjadi polemik dan perbincangan hingga saat ini. Simak berikut adalah perspektif hukum Islam /ANTARA FOTO/Mohamad Hamzah/foc

PR BEKASI - Belakangan, kegiatan membangunkan masyarakat untuk melaksanakan sahur menggunakan pengeras suara atau toa masjid menjadi perbincangan hangat.

Hal tersebut bermula ketika selebritas Zaskia Adya Mecca mengungkapkan keresahannya terkait penggunaan toa masjid.

Zaskia Adya Mecca berpendapat bahwa membangunkan sahur melalui toa masjid dengan cara berteriak justru malah mengganggu masyarakat.

Baca Juga: Dikhianati Sahabatnya hingga Merugi Rp350 Juta, Rhoma Irama: Ramadhan Ini Memang Bulan Ujian

Dikutip Pikiranrakyat-Bekasi.com dari Hukum Online, pada Sabtu, 24 April 2021, lantas bagaimanakah aturan resminya jika dilihat dari perspektif hukum Indonesia?

Berdasarkan [Lampiran Instruksi Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam Nomor KEP/D/101/1978 tentang Tuntunan Penggunaan Pengeras Suara di Masjid, Langgar, dan Mushola (“Instruksi Direktur Jenderal Bimas 101/1978”)].

Pengeras suara adalah perlengkapan teknik yang terdiri dari mikrofon, amplifier, loudspeaker, dan kabel-kabel tempat mengalirnya arus listrik.

Baca Juga: Dunia Musik Indonesia Berduka, Hubert Henry Limahelu Basis Boomerang Meninggal Dunia

Di dalam lampiran instruksi tersebut disebutkan bahwa syarat-syarat penggunaan pengeras suara antara lain adalah tidak boleh terlalu meninggikan suara do’a, dzikir, dan salat karena pelanggaran seperti ini bukan menimbulkan simpati melainkan keheranan bahwa umat beragama sendiri tidak menaati ajaran agamanya.

Lebih lanjut dikatakan juga bahwa pada dasarnya, suara yang disalurkan ke luar masjid hanyalah adzan sebagai tanda telah tiba waktu salat.

Berpedoman pada Instruksi Direktur Jenderal Bimas 101/1978 di atas, penggunaan pengeras suara masjid pada waktu tertentu secara terperinci adalah sebagai berikut:

Waktu Subuh

Baca Juga: Ajak Masyarakat Beri Doa Terbaik untuk KRI Nanggala-402, Gus Sahal: Sedih Bayangin Nasib Awak Kapalnya

a. Sebelum waktu subuh, dapat dilakukan kegiatan-kegiatan dengan menggunakan pengeras suara paling awal 15 menit sebelum waktunya. Kesempatan ini digunakan untuk membangunkan kaum muslimin yang masih tidur, guna persiapan salat, membersihkan diri, dan lain-lain

b. Kegiatan pembacaan ayat suci Al-Qur’an dapat menggunakan pengeras suara keluar. Sedangkan ke dalam tidak disalurkan agar tidak mengganggu orang yang sedang beribadah di masjid

c. Adzan waktu subuh menggunakan pengeras suara keluar

d. Salat subuh, kuliah subuh, dan semacamnya menggunakan pengeras suara (bila diperlukan untuk kepentingan jama’ah) dan hanya ditujukan ke dalam saja

Waktu Dzuhur dan Jum’at

a. Lima menit menjelang dzuhur dan 15 menit menjelang waktu dzuhur dan Jum’at diisi dengan bacaan Al-Qur’an yang ditujukan ke luar

Baca Juga: [Hoaks atau Fakta] Radiasi Ponsel Bisa Sebabkan Kanker, Ini Faktanya

b. Demikian juga suara adzan bilamana telah tiba waktunya

c. Bacaan salat, doa pengumuman, khutbah dan lain-lain menggunakan pengeras suara yang ditujukan ke dalam

Ashar, Maghrib, dan Isya

a. Lima menit sebelum adzan dianjurkan membaca Al-Qur’an

b. Saat datang waktu salat, dilakukan adzan dengan pengeras suara ke luar dan ke dalam

c. Sesudah adzan, sebagaimana lain-lain waktu hanya menggunakan pengeras suara ke dalam

Baca Juga: Dikecam usai Membuat Minuman Smoothie dari Ari-ari Bayinya, Model Ini Ungkap Pembelaannya

Takbir, Tarhim, dan Ramadhan

a. Takbir Idul Fitri, Idul Adha dilakukan dengan pengeras suara ke luar

b. Tarhim yang berupa do’a menggunakan pengeras suara ke dalam dan tarhim dzikir tidak menggunakan pengeras suara

c. Pada bulan Ramadhan di siang dan malam hari, bacaan Al-Qur’an menggunakan pengeras suara ke dalam

Upacara hari besar Islam dan Pengajian

Baca Juga: Pencarian Dinilai Sulit, Hilangnya KRI Nanggala 402 Disebut Mengingatkan pada Kecelakaan Kapal Selam Kursk

Baca Juga: Ungkap Pengalamannya saat Naiki KRI Nanggala-402, Syahrial Nasution: Semoga Tuhan Lindungi Mereka

Tabligh/pengajian hanya menggunakan pengeras suara yang ditujukan ke dalam dan tidak untuk ke luar, kecuali hari besar Islam memang menggunakan pengeras suara yang ditujukan ke luar.

Maka dari itu, dapat disimpulkan bahwa penggunaan pengeras suara masjid pada dasarnya telah diatur dalam Instruksi Direktur Jenderal Bimas 101/1978.

Apabila dalam satu harinya sebuah masjid menggunakan pengeras suara berlebihan, maka perlu dilihat lagi ketentuan di atas, apakah diperuntukkan sebagaimana mestinya, seperti saat waktu menjelang subuh yang menggunakan pengeras suara paling awal 15 menit sebelum waktunya.

Baca Juga: Persatuan Dukun Nusantara Ikut serta Cari Kapal Selam KRI Nanggala-402: Kita Dobrak Pintu Arsy

Sayangnya, instruksi ini hanya memberikan pedoman dasar penggunaan pengeras suara masjid dan tidak memuat sanksi di dalamnya.

Oleh karena itu, Anda sebaiknya membicarakan masalah ini baik-baik dengan pihak pengelola masjid secara kekeluargaan. Baik secara langsung maupun melalui pengurus lingkungan setempat sambil mengacu pada pedoman ini.

Jika upaya secara baik-baik telah dilakukan namun belum ada perubahan, langkah hukum dengan mengajukan gugatan perdata atas dasar Perbuatan Melawan Hukum dapat dipertimbangkan untuk dicoba.***

Editor: Rinrin Rindawati

Sumber: hukum online


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah