"Intinya, tugas negara itu, selain menghukum harus mengedukasi. Jadi, kelompok-kelompok yang mulai dianggap melenceng, semangatnya itu bukan malah menyingkirkan tapi merangkul dan mengedukasi," ujarnya.
Kemudian terkait 51 pegawai yang memiliki catatan merah, mantan Kepala Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) itu mengatakan, bahwa penilaian tersebut merupakan suatu hal yang relatif.
Ia mengatakan bahwa merah memiliki artian pegawai tersebut tidak mau bekerja lagi di institusi negara.
Tetapi yang harus pertama kali dilakukan adalah menanyakan perihal kabar tersebut langsung ke pegawai yang bersangkutan, bukan menghakimi secara sepihak.
Baca Juga: Polemik 75 Pegawai KPK Tak Lulus TWK, MAKI Bakal Ajukan Uji Materi ke MK
"Pertama, harus ditanya mau melanjutkan atau tidak? Kalau melanjutkan, ini persyaratan-persyaratannya yang harus dilalui. Karena sebenarnya pengertian merah atau tidak itu relatif," tutur Yudi Latif.
Yudi menjelaskan lebih jauh, catatan merah memiliki arti bahwa orang yang bersangkutan pernah mengikuti aksi terorisme dan bahkan memiliki niat untuk merobohkan tata negara.
"Kalau menurut saya, merah itu sudah tidak mau bekerja di institusi negara karena menganggap ini negara thogut. Pernah komitmen dalam aksi-aksi teroris. Ada intensi ingin merobohkan tata negara. Itu benar-benar tak akan terampuni," katanya.
Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) yang dijalani pegawai KPK adalah serangkaian tes yang dilakukan untuk mengalihkan status kepegawaian sebagai ASN, yang merujuk pada Undang-undang KPK yang direvisi tahun 2019.***