PR BEKASI - Staf Khusus Menteri Keuangan Yustinus Prastowo angkat bicara terkait polemik rencana Pajak Pertambahan Nilai (PPN), yang akhir-akhir ini ramai diperbincangkan publik, terutama PPN sembako.
Yustinus Prastowo menegaskan bahwa isu PPN sembako yang saat ini bergulir, hanya sebagian kecil dari arsitektur perpajakan yang tengah disiapkan pemerintah, dengan tujuan untuk menyasar kelompok yang berpenghasilan tinggi.
Klarifikasi soal isu PPN sembako itu disampaikan Yustinus Prastowo saat menjadi narasumber di acara "Catatan Demokrasi" bertajuk "Apa-apa Dipajaki, Rakyat 'Menjerit'?" pada Selasa, 15 Juni 2021.
"Jadi kami ingin perjelas, isu PPN yang sekarang muncul itu hanya sebagian kecil dari arsitektur perpajakan yang disiapkan. Di sana justru kami itu ingin menyasar kelompok yang berpenghasilan lebih tinggi," kata Yustinus Prastowo, yang dikutip Pikiranrakyat-Bekasi.com dari tayangan kanal YouTube tvOneNews, Rabu, 17 Juni 2021.
"Kami ingin mengejar yang menghindari pajak selama ini. Kami ingin mendorong yang selama ini rugi secara tidak wajar, juga mulai patuh dan sadar akan kewajiban pajak, itu prinsip," sambungnya.
Yustinus Prastowo pun menjelaskan bahwa munculnya rencana PPN sembako, pendidikan, hingga kesehatan adalah karena saat ini ada beberapa ruang yang menimbulkan ketidakadilan di tengah masyarakat.
"Lalu kenapa muncul isu pajak sembako, pajak pendidikan. Kira-kira begini, kita melihat di dalam aturan yang ada saat ini, ada beberapa ruang yang justru menimbulkan ketidakadilan. Karena banyak barang atau jasa dikecualikan, padahal mestinya dia bisa menjadi objek pajak," kata Yustinus Prastowo.
"Contohnya, belanja di supermarket beli daging segar wagyu, tidak dikenai PPN saat ini. Beli beras kualitas premium, yang 1 liternya bisa Rp200.000, impor, tidak kena PPN. Sementara orang miskin beli beras murah di pasar tradisional Rp10.000 per liter, tidak kena PPN juga, padahal daya belinya berbeda jauh," tuturnya.
Yustinus Prastowo juga menjelaskan bahwa hal itu berlaku pula di bidang kesehatan. Contohnya, ketika ada artis operasi plastik dan orang miskin operasi katarak, keduanya sama-sama tidak kena PPN.
"Jadi ada gap income yang sangat lebar, tetapi perlakuannya sama. Ini ruang-ruang ketidakadilan yang harus ditata mulai sekarang, supaya nanti kita punya landasan yang lebih adil," ujar Yustinus Prastowo.
Oleh karena itu, Yustinus Prastowo menilai bahwa saat ini banyak yang disalahpahami oleh publik, terkait rencana PPN sembako, pendidikan, hingga kesehatan yang tengah disiapkan oleh pemerintah saat ini.
"Nah, yang disalahpahami oleh publik, dengan dikeluarkan dari pasal pengecualian, sehingga dia menjadi objek pajak, itu serta merta dikenai pajak," ujar Yustinus Prastowo.
"Padahal, dia dikeluarkan dari pasal pengecualian, supaya bisa masuk ke sistem, terdata, tercatat, bisa diadministrasikan. Sehingga kita tahu yang diimpor apa saja dan berapa besarnya," sambungnya.
Yustinus Prastowo pun mengimbau semua pihak agar fokus pada dua hal yang rencananya bisa dikenai PPN sembako, contohnya daging dan beras, terutama yang impor.
"Kita fokus kedua saja sekarang, yang rencananya bisa dipajaki, karena secara administrasi juga lebih mudah dan kasat mata. Contoh, daging dan beras, selebihnya tidak akan dipajaki," kata Yustinus Prastowo.
"Itu pun yang premium, terutama yang impor. Jadi justru pemerintah ingin berpihak kepada rasa keadilan publik," sambungnya.
Yustinus Prastowo pun menegaskan bahwa sembako yang dijual di pasar tradisonal tidak akan dikenai PPN sembako.
"Maka itu kita beri pernyataan supaya tenang. Kalau yang premium itu menjadi lebih mahal, orang bisa lari ke beras medium atau yang lebih murah," kata Yustinus Prastowo.
"Jadi di sini pun keberpihakkan. Kemungkinan, orang juga jadi lebih memilih pasar tradisional
Kita jamin, sembako yang dijual di pasar tradisional, itu tidak akan dikenai pajak," ujarnya.
Terakhir, Yustinus Prastowo juga menegaskan bahwa pemerintah tidak akan menerapkan rencana PPN sembako, pendidikan, hingga kesehatan di saat pandemi Covid-19 masih berlangsung, karena itu sama saja dengan mengingkari upaya keras untuk menangani pandemi.***