Karena uang harus memenuhi dua kriteria yaitu:
1. Substansi benda tersebut tidak dapat dimanfaatkan secara langsung melainkan hanya sebagai media untuk memperoleh manfaat.
2. diterbitkan lembaga yang memiliki otoritas untuk menerbitkan uang (antara lain bank sentral).
Prof Jaih mengatakan Umar Ibn al-Khaththab pada 18 Hijriyah menuliskan kata ”Bismillah,” ”al-Hamdu lillah,” ”Bismi Rabbi,” dan ”Muhammad Rasulullah” (sebagai simbol-simbol Islam) terhadap dinar dan dirham yang berasal dari Bizantium dan Persia.
Menurut ahli sejarah, orang pertama yang menerbitkan Dinar dan Dirham untuk diberlakukan di wilayah (Negara) Islam adalah Abd al-Malik Ibn Marwan (Khalifah Bani Umayah yang berkuasa setelah fase al-Khulafa’ al-Rasyidun) pada tahun 74 H.
Baca Juga: MUI Sebut Orang Terbebani Nyanyikan 'Indonesia Raya' Bisa Gila, Yunarto Wijaya: Ini Ngawur Sendiri?
Dirham dan Dinar dibuat sebagai responsi terhadap para gubernurnya yang membuat mata uang sendiri-sendiri di wilayahnya masing-masing.
Diantara gubernur yang membuat mata uang sendiri ialah al-Hajjaj pada tahun 75 H membuat dirham sendiri, yaitu Dirham Baghli, Abdullah Ibn Zubair membuat dinar sendiri dengan membubuhkan namanya pada dinar tersebut (yaitu Abdullah Amir al-Mu’minin), dan Mush‘ab Ibn Zubair (Gubernur Irak) membuat dirham khusus.
Prof Jaih juga menyinggung mengenai kedudukan harta yang diakui sebagai alat tukar (uang), yang pada dasarnya berfungsi sebagai standar nilai dari harta-harta lainnya.