Oleh karena itu, menurutnya, perlu dipastikan terlebih dahulu, apakah mural yang tiba-tiba saja dihapus itu karena melanggar aturan daerah atau karena menyampaikan kritik pada pemerintah.
"Jadi kita harus pastikan dulu, tempat itu adalah tempat di mana orang boleh menyampaikan pesan, baik pujian atau kritik," ujar Refly Harun.
Baca Juga: Mendag Sebut PCR-Antigen Jadi Syarat Masuk Mal, dr. Tirta: Itu Sama Aja Bunuh Mal dan Tenant
"Tapi kalau misalnya, kritik dihapus, pujian tidak dihapus, itu kan berarti ada inkonsistensi," sambungnya.
"Jadi masalahnya adalah isi pesannya, yang saya katakan adalah kebebasan menyampaikan pendapat," kata Refly Harun.
Namun, menurutnya, apabila alasan mural tersebut dihapus karena melanggar perspektif lingkungan, maka itu hal yang wajar.
"Tapi kalau soalnya karena di situ tidak boleh dicoret-coret, misalnya karena perspektif lingkungan, maka kita bisa menganggap itu hal yang wajar, hanya harus dengan penjelasan," tutur Refly Harun.
Refly Harun lantas mengingatkan, jangan sampai ada subjektivitas dari petugas lapangan yang tak memiliki dasar hukum terkait penghapusan mural.
"Kita harus paham bahwa hal yang paling gampang direpresi (ditekan) adalah kebebasan menyampaikan pendapat, baik secara lisan maupun tulisan. Karena represinya itu bisa mulai dari petugas lapangan sampai ke petugas partai," tutur Refly Harun.