Network
PR BEKASI – Hampir satu tahun lebih Indonesia dilanda pandemi Covid-19. Situasi tersebut memungkinkan semakin banyak orang yang mengalami pandemic fatigue.
Pandemic fatigue pun bisa menyebabkan seseorang mulai abai atau tak lagi mematuhi protokol pencegahan penyebaran virus.
Menurut WHO, pandemic fatigue atau kelelahan pandemi adalah kondisi seseorang yang telah akan ketidakpastian kapan berakhirnya pandemi.
Terkait hal tersebut, Ketua Satgas Penanganan Covid-19 Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Profesor Zubairi Djoerban menyatakan bahwa pandemic fatigue adalah hal yang nyata saat ini terjadi.
Zubairi Djoerban menyebutkan bahwa mau tidak mau masyarakat harus menghadapi hal itu.
“Pandemic fatigue atau kelelahan akan pandemi adalah hal yang nyata saat ini. Mau tidak mau harus kita hadapi,” kata Zubairi Djoerban sebagaimana dikutip Pikiranrakyat-Bekasi.com dari Twitter @ProfesorZubairi, Senin, 23 Agustus 2021.
Menurut Zubairi Djoerban tak perlu merasa bahwa semua baik-baik saja atau tak menampikkan pandemic fatigue.
“Semakin berpura-pura bahwa semua baik-baik saja, semakin jauh kita bisa membalikkan keadaan,” ucap Zubairi Djoerban.
Zubairi Djoerban membagikan kebiasaannya dalam menghadapi pandemic fatigue.
Pertama, fokus pada cara-cara positif untuk habiskan waktu dan energi.
Kedua, pilih sumber informasi yang valid dan ikuti. lalu, jaga pola makan, olahraga dan tidur cukup.
Kemudian, bantu orang lain buat keputusan untuk divaksinasi.
“Dukung inovasi penemuan obat Covid-19 tapi jangan mudah terharu,” ucap Zubairi Djoerban.
Selain itu, pemerintah pun berperan penting untuk mengatasi pandemic fatigue yang dialami masyarakat.
Baca Juga: Waspada! Konsumsi Vitamin D Setiap Hari Berbahaya Bagi Tubuh, Simak Penjelasan Profesor Zubairi
Terutama dalam hal membuat kebijakan, intervensi, dana komunikasi terkait penanganan pandemi.
Pemerintah hendaknya tetap mencoba memahami masyarakat, melibatkan masyarakat sebagai bagian dari solusi.
Lalu, memperkenankan masyarakat kembali menjalani kehidupan dengan menjalankan protokol dan kebiasaan baru untuk mengurangi risiko.
Kemudian yang tak kalah penting mengakui dan mengatasi kesulitan yang dihadapi masyarakat, dan dalam pelaksanaannya menganut prinsip transparansi, keadilan, konsistensi, koordinasi, dan mampu diprediksi.***
