PR BEKASI - Kasus predator seks terhadap Santriwati di Bandung, Jawa Barat masih menjadi perhatian publik.
Pasalnya kasus predator seks tersebut dinilai sudah menyakiti hati para orang tua dan merusak masa depan para Santriwati yang menjadi korban.
Tak hanya masyarakat dan publik figur Tanah Air, sejumlah pejabat pun turut buka suara terkait kasus predator sesk tersebut.
Slah satunya yakni Menteri Sosial atau Mensos Tri Rismaharini alias Risma.
Risma mendukung hukuman kebiri bagi pelaku predator seks, Herry Wirawan.
Risma menyoroti para Santriwati yang menjadi korban keji predator seks, Herry Wirawan.
Risma pun mengungkapkan alasan mengapa dirinya mendukung predator seks Herry Wirawan agar mendapatkan hukuman kebiri.
"Kalau saya pribadi mendukung karena ini menyangkut masa depan anak dan anak gitu," katanya di Kemensos, Selasa, 14 Desember 2021.
Terkait masa depan sang korban, Risma menjelaskan dibutuhkan sebuah pemetaan yang jelas sehingga mereka bisa bertahan hidup.
Dia meyakini, kalau tidak ada pemetaan bagi sang korban dan anak yang dilahirkannya maka keduanya akan sama-sama berat.
Lebih lanjut, Risma menuturkan, saat ini Kemensos juga tengah memberikan pendampingan bagi korban predator seks Herry Wirawan.
Namun, untuk ke depannya kata dia, pendampingan tidak hanya akan diberikan kepada para korban, melainkan juga anak-anak yang mereka lahirkan.
"Anaknya itu juga harus kita perhatikan karena dia yang nanti prosesnya lebih panjang lagi," tuturnya, seperti diberitakan Pikiran-Rakyat.com dalam artikel berjudul "Dukung Predator Seks di Bandung Dihukum Kebiri, Risma: Demi Korban dan Sang Anak".
"Tapi si anak sendiri harus kita perhatikan terutama untuk masa depannya begitu," ucapnya.
Diketahui, pemerkosaan yang dilakukan HW terhadap belasan santriwati itu sudah terjadi sejak tahun 2016, namun baru terungkap ke publik pada tahun 2021.
Kepala Kejaksaan Tinggi Jawa Barat, Asep Mulyana Asep Mulyana mengatakan, HW yang berprofesi sebagai guru telah menyalahgunakan wewenangnya untuk 'memangsa' murid-muridnya.
"Ini kejahatan kemanusiaan karena menyalahgunakan posisinya selaku guru, tenaga pendidik, yang seharusnya mengedepankan (menunjukkan) bagaimana integritas dan moralitas," ucap Asep.
Asep kemudian mengungkap modus operandi yang dilakukan HW saat melakukan aksinya.
"Di samping menyalahgunakan kapasitasnya selaku tenaga pendidik, yang bersangkutan juga menggunakan yayasan sebagai modus operandi kejahatannya," tutur Asep.*** (Amir Faisol/Pikiran Rakyat)