"Karena mereka menganggap orang sakit yang penyebabnya rokok, itu menjadi ongkos ekonomi dan keluarga yang besar banget," sambungnya.
"Apalagi kelompok masyarakat bawah ini asuransi kesehatannya dibayar oleh negara. Nah, ini penyebab penyakit karena rokok ini cukup gede klaimnya di rumah sakit," kata Sri Mulyani.
Sedangkan bagi para pelaku industri rokok, harga cukai rokok tidak boleh terlalu tinggi, karena ada petani dan pekerja.
"Industrinya, mereka bilang, rokok itu ada petaninya, cengkeh dan tembakau. Jadi ada komunitas petaninya, ada pekerjanya, apalagi yang rokok linting," kata Sri Mulyani.
Sri Mulyani pun kerap merasa dilema saat akan membuat kebijakan terkait kenaikan harga cukai rokok.
"Jadi kalau kita buat policy, ada yang bilang ini bahaya, harus dikurangi. Tapi ada petani, ada pekerja. Jadi ini policy yang memang rumit banget, it's a verry classis dilemma," ujar Sri Mulyani.
Oleh karena itu, Sri Mulyani mengaku bahwa dirinya harus bermain cantik ketika menaikkan harga cukai rokok, agar tidak dimarahi oleh banyak pihak.
"Dan saya selalu dimarahi semua pihak. Kalau saya naikin kekecilan, orang-orang kesehatan marah-marah. Mereka bilang, 'Menteri Keuangan pasti dilobi sama Industri rokok'," tuturnya.