Kasus Fetish Kain Jarik Bantu DPR Cerna RUU PKS, Sempat Mentok Bahas 'Hasrat Seksual'

- 6 Agustus 2020, 21:00 WIB
Ilustrasi. Korban yang dililit kain jarik dengan modus fetish hasrat seksual.
Ilustrasi. Korban yang dililit kain jarik dengan modus fetish hasrat seksual. /Twitter @m_fikris

Kedua, kasus di Bengkulu di mana keluarga korban justru dikucilkan oleh masyarakat. Ini berarti perlu mengatur kerangka sosio-ekologis di mana masyarakat tidak boleh menyalahkan korban sebagai pemicu kekerasan seksual.

Selanjutnya adalah kasus kekerasan seksual dalam hubungan inses di mana keberulangan sangat tinggi terjadi.

Baca Juga: Fakta atau Hoaks: Benarkah Kartun The Simpsons Telah Prediksi Ledakan Besar di Lebanon? 

"Penegak hukum juga harus responsif korban. Maksudnya paham hak-hak saksi dan korban sehingga nanti penanganan perkara menjadi suatu kebutuhan. Penuntut umum dan hakim itu paham tentang apa yang harus dilalui korban. Ini dipaksa ngomong berkali kali, saya membayangkan harus berapa kali si korban ini menyampaikan apa yang terjadi pada dia. Itu menyedihkan," katanya.

Soal pembuktian hukumnya juga harus diatur jelas. Bagi Livia, keterangan seorang saksi korban saja semestinya sudah cukup untuk membuktikan dugaan kekerasan seksual.

"Victim impact statement, RUU PKS harus mengadopsi konsep partisipasi korban dalam proses peradilan pidana. Di mana si korban dapat memberikan pernyataan kejahatan yang menimpanya baik berupa tulisan maupun lisan. Pernyataan itu ditujukan kepada hakim dan dibacakan. Ini supaya bisa mendengar langsung bagaimana peristiwa tersebut mengubah hidup seorang korban," kata Livia.***

Halaman:

Editor: M Bayu Pratama

Sumber: Permenpan RB


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x