Rachmat Gobel: Industri Herbal dan Jamu Indonesia seperti Primadona yang Belum Dilirik

- 17 September 2020, 18:43 WIB
Wakil Ketua DPR RI Kordinator Bidang Industri dan Pembangunan (Korinbang) Rachmat Gobel.
Wakil Ketua DPR RI Kordinator Bidang Industri dan Pembangunan (Korinbang) Rachmat Gobel. /Instagram/@rachmatgobel_rg/

PR BEKASI – Wakil Ketua DPR RI Kordinator Bidang Industri dan Pembangunan (Korinbang) Rachmat Gobel mengungkapkan bahwa omzet produk herbal dan jamu di pasar global saat ini diperkirakan mencapai sekitar 138.350 miliar dolar AS (sekitar Rp2 ribu triliun).

Hal tersebut Rachmat Gobel sampaikan melalui keterangannya di Jakarta, Kamis, 17 September 2020.

Menurutnya, industri herbal dan jamu diproyeksikan mengalami pertumbuhan pesat, baik di pasar domestik maupun global.

Baca Juga: Kampanye ‘Semua Rp1’, ShopeePay Dorong Adopsi Transaksi Contactless dengan Lebih dari 8 Juta Voucher

Sayangnya, peluang itu belum dimanfaatkan maksimal meskipun Indonesia memiliki varietas bahan baku untuk produk jamu dan herbal terbesar di dunia.

Rachmat Gobel mengibaratkan industri herbal dan jamu di Indonesia seperti primadona yang belum dilirik dan belum dikelola optimal.

"Industri di sektor ini masih terabaikan oleh berbagai pihak. Saat ini tren dunia kian mengarah ke produk herbal, industri herbal dan jamu nasional masih belum bisa berkembang sesuai dengan potensi sesungguhnya," tuturnya, sebagaimana dikutip Pikiranrakyat-Bekasi.com dari Antara.

Baca Juga: Pertahankan Suku Bunga Acuan, BI pertimbangkan Perlunya Jaga Stabilitas Nilai Tukar Rupiah

Menurut Rachmat, omset produk herbal dan jamu di pasar global, sekitar 55 persen di antaranya berupa obat-obatan herbal, sedangkan sisanya berupa produk herbal functional foods, herbal dietary supplements, dan herbal beauty products.

Dalam sebuah disuksi virtual bertajuk "Jamu Modern untuk Pasar Indonesia, Asia, Afrika, Timur Tengah, dan Eropa", dia mengatakan dalam lima tahun ke depan, dengan perkiraan pertumbuhan 6.7 persen per tahun, omset pasar produk tersebut pada 2026 diproyeksikan mencapai sekitar 218.940 miliar dolar AS (sekitar Rp3 ribu triliun).

Mengutip data Kementerian Perindustrian, potensi nilai penjualan jamu di pasar domestik baru sekitar Rp20 triliun dan ekspor sebesar Rp16 triliun.

Baca Juga: Penyadapan Dimasukan ke Kewenangan Jaksa, Supratman: Kalau Pelaku Buron, Siapa yang Bisa Mengontrol?

Dengan capaian sebesar itu, maka kontribusi produk jamu dan herbal lainnya dari Indonesia di pasar global sangat kecil.

Saat ini, terdapat sekitar 900 pelaku industri herbal dan jamu yang tergabung dalam GP Jamu. Dari jumlah tersebut, sektar 65 persen dari total pelaku adalah usaha yang masuk dalam kategori industri kecil.

Kemudian 30 persen merupakan usaha menengah, dan sisanya sebesar 5 persen merupakan usaha besar.

Baca Juga: Pilkada Serentak 2020, DPR Minta Penyelenggara Hilangkan Konser Musik dan Kampanye

Dari sisi produksi, 45 persen masuk dalam kategori jamu serbuk peninggalan leluhur, 55 persen merupakan jamu terstandar atau Obat Herbal Terstandar (OH) seperti jamu cair, jamu kapsul, dan minuman jamu.

Sedangkan jamu yang tergolong fitofarmaka atau jamu modern yang sudah melewati Uji Klinis baru mencapai 5 persen.

Data tersebut menggambarkan, pengembangan produk herbal dan jamu nasional masih sangat terbatas.***

Editor: Ikbal Tawakal

Sumber: Permenpan RB


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah