Tidak lagi Dimonopoli MUI, Sekarang Ormas Islam juga Bisa Lakukan Sertifikasi Halal

- 26 September 2020, 06:30 WIB
Gedung Majelis Ulama Indonesia (MUI).
Gedung Majelis Ulama Indonesia (MUI). /Foto Istimewa

PR BEKASI - Sertifikasi Halal merupakan suatu sertifikat yang menyatakan bahwa suatu produk seperti makanan, minuman, kosmetik, dan sebagainya tidak mengandung unsur yang diharamkan.

Unsur yang diharamkan yang dimaksud yaitu memiliki kandungan dan cara pengelolaan yang dilakukan dengan metode produksi sesuai dengan ajaran syariat islam.

Seperti yang diketahui sebelumnya, Majelis Ulama Indonesia (MUI) merupakan satu-satunya badan majelis Islam yang juga mengatur untuk penyematan sertifikat halal dalam sebuah produk.

Namun dalam Rancangan Undang-undang Omnibus Law Cipta Kerja, salah satunya mencantumkan kesepakatan Pemerintah dan DPR terkait sertifikasi Jaminan Produk Halal (JPH).

Baca Juga: Bentrokan Antar Dua Ormas di Bekasi Viral di Medsos, Diduga Gara-gara Ditagih Uang Lapak Dagang 

Pelaksanaan JPH diperluas dengan melibatkan unsur organisasi keagamaan untuk percepatan pelaksanaan sertifikasi JPH. Sehingga tidak hanya terpusat di MUI saja.

“Kita sepakati bahwa kewenangan yang selama ini dimonopoli MUI dalam melakukan sertifikasi diserahkan ke ormas Islam,” ucap Ketua Badan Legislasi DPR RI, Supratman Andi Agtas dalam Webinar bertema 'Menimbang Urgensi Omnibus Law di Tengah Pandemi' pada Kamis, 24 September 2020.

Organisasi Islam seperti Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah serta perguruan tinggi bisa memberikan sertifikasi halal sebagaimana yang saat ini dilakukan Majelis Ulama Indonesia.

Untuk pemberian label halal pada produk tetap dikeluarkan oleh lembaga sertifikasi yang dikelola Kementerian Agama.

Baca Juga: Jadi Perbincangan Hangat Warganet di Twitter, Habib Nabiel Bantah DN Aidit Keturunan Habaib 

“Sementara labelnya dikeluarkan oleh lembaga sertifikasi yang ada di Kementerian Agama,” ucap Supratman.

MUI sendiri tetap berperan dalam memberikan fatwa halal untuk menghindari berbagai perbedaan dari sudut pandang fiqih.

“Fatwa halalnya ini tetap ada di MUI untuk menghindari perbedaan fiqih,” ucap Supratman.

Berdasarkan Undang-undang No. 33 tahun 2014 untuk menjamin ketersediaan Produk Halal, harus juga ditetapkan bahan produk yang dinyatakan halal.

Serta, mengatur hak dan kewajiban pelaku usaha dengan memberikan pengecualian terhadap pelaku usaha yang memproduksi produk dari bahan yang berasal dari bahan yang diharamkan.

Baca Juga: Berkat Pengaruh Luhut, Ridwan Kamil: Angkat Kematian di Jabar Turun dan Kesembuhan Meningkat 

Serta berkewajiban mencantumkan secara tegas keterangan tidak halal pada kemasan produk atau pada bagian tertentu dari produk yang mudah dilihat, dibaca, tidak mudah terhapus, dan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari produk.

Tata cara memperoleh sertifikat halal diawali dengan pengajuan permohonan sertifikat halal oleh pelaku usaha kepada Badan Penyelenggara JPH (BPJPH).***

Editor: M Bayu Pratama

Sumber: PMJ News


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x