“Tetapi masih ada pasal terkait dengan perijinan yang masuk dalam Omnibus Cipta Kerja. Memang soal ini akan diatur dalam Peraturan Pemerintah. Karena itu, Muhammadiyah akan wait and see bagaimana isi Peraturan Pemerintah,” ujar Abdul Mu’ti.
Di sisi lain, Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Said Aqil Siroj memandang UU Cipta Kerja yang baru disahkan itu sangat tidak seimbang. Menurutnya, UU Ciptaker tersebut karena hanya menguntungkan satu kelompok.
Baca Juga: Unjuk Rasa Tolak UU Ciptaker Kembali Digelar Hari Ini, Polri: Tak Kami Izinkan Demo di Masa Pandemi
“Hanya menguntungkan konglomerat, kapitalis, investor. Tapi menindas dan menginjak kepentingan atau nasib para buruh, petani, dan rakyat kecil,” ujar Said Aqil Siradj seperti dikutip Pikiranrakyat-Bekasi.com dari situs resmi NU.
Said Aqil Siradj menilai, UU Cipta Kerja menganggap lembaga pendidikan layaknya perusahaan.
Menurutnya, NU harus bersikap seimbang dan tawasuth (moderat) dengan catatan kepentingan buruh dan rakyat kecil yang terjamin.
Baca Juga: Sindir Puan saat Narasumber Debat, Najwa Shihab: Semua Berhak Bicara, Saya Tidak Akan Mematkan Mic
“Kita harus melakukan judicial review. Harus meminta ditinjau ulang tapi dengan cara elegan bukan dengan anarkis. Kita harus bersuara demi warga NU, demi NU, dan demi moderasi dalam membangun masyarakat. Tidak boleh mengorbankan rakyat kecil,” ucap dia.
Keputusan NU melakukan judical review ini sejalan dengan keputusan Muhammadiyah. Menurut Mu’ti, langkah ini adalah langkah yang tepat untuk diambil.
“Kalau memang terdapat keberatan terhadap UU atau materi dalam UU dapat melakukan judicial review. Demo dan unjuk rasa tidak akan menyelesaikan masalah, bahkan akan menimbulkan masalah baru,” ujar Mu’ti.***
Editor: Puji Fauziah