Lakukan Pemantauan di Polda Metro, Ombudsman Temukan Dugaan Maladministrasi Penanganan Pascademo

- 21 Oktober 2020, 14:34 WIB
Kepala Perwakilan Ombudsman Jakarta Raya Teguh P Nugroho berbincang dengan sejumlah massa aksi yang diamankan di Polda Metro Jaya.
Kepala Perwakilan Ombudsman Jakarta Raya Teguh P Nugroho berbincang dengan sejumlah massa aksi yang diamankan di Polda Metro Jaya. /HO-Ombudsman Perwakilan Jakarta Raya/

PR BEKASI – Polda Metro Jaya diduga melakukan maladministrasi dalam penanganan pascademonstrasi terkait penolakan Undang-Undang Cipta Kerja (UU Ciptaker).

Ombudsman Perwakilan Jakarta Raya menuturkan bahwa pihaknya menemukan dua dugaan maladministrasi yang dilakukan oleh Polda Metro Jaya.

Hal itu disampaikan oleh Teguh P Nugroho selaku Perwakilan Ombudsman Jakarta Raya, Rabu, 21 Oktober 2020.

Baca Juga: Nilai Kans Ahok Jadi Presiden di Masa Mendatang, Pengamat: Sangat Kecil, Karena Beberapa Hal

Menurutnya, Ombudsman Perwakilan Jakarta telah melakukan pemantauan di Polda Metro Jaya sejak 8 Oktober 2020 lalu.

“Ada dua dugaan, tidak memberikan akses kepada penasehat hukum, dan melampaui kewenangan ketika tidak akan memberikan SKCK (Surat Keterangan Catatan Kepolisian) kepada pelajar yang ikut demo,” tuturnya, dikutip Pikiranrakyat-Bekasi.com dari Antara.

Secara umum, terdapat beberapa temuan Ombudsman Perwakilan Jakarta Raya terkait penanganan pascademo oleh Polda Metro Jaya.

Baca Juga: Makan Mi yang Disimpan Lebih dari Setahun di Kulkas, Sembilan Anggota Keluarga Tewas Keracunan

Pertama, terkait penanganan para demonstran. Polda langsung memisahkan antara pihak yang ‘diamankan’ untuk kemudian dipulangkan kembali ke orang tuanya, dengan yang dilanjutkan ke proses penyelidikan.

Kemudian yang kedua adalah adanya proses pencegahan penularan Covid-19 dengan melakukan tes cepat terhadap para peserta demo, baik yang diamankan maupun yang diselidiki.

Ketiga, tidak terjadi tindak kekerasan selama proses pengamanan dan penyelidikan di Polda Metro Jaya.

Baca Juga: Imbas dari Pemenggalan Guru Sejarah di Prancis, Mendagri Tutup Masjid Selama 6 Bulan

Keempat, pemberian konsumsi bagi para peserta demonstrasi, diberikan dalam jangka waktu yang baik dengan kualitas yang baik.

“Namun kami juga menemukan bahwa Polda Metro Jaya tidak memberikan akses bagi para pendamping atau penasehat hukum, terhadap 43 orang yang diselidiki,” ujar Teguh P Nugroho.

“Walaupun mendapatkan pendampingan hukum, dari penasehat yang disediakan oleh PMJ (Polda Metro Jaya),” ucapnya menambahkan.

Baca Juga: Tanda-tanda Kiamat Kecil Telah Bermunculan, Pahami 5 Trik Ini Agar Terhindar dari Fitnah Dajjal

Menurut Teguh P Nugroho, para tersangka seharusnya memiliki keleluasaan untuk memilih pengacaranya sendiri.

Untuk itu, perlu dibuka akses kepada para pengacara, atau kelompok masyarakat sipil lain untuk melakukan pendampingan.

“Keterbukaan ini juga menjadi penting, karena para tersangka diduga merupakan pihak-pihak yang dianggap merusak fasilitas publik dan ditengarai dibiayai oleh pihak-pihak tertentu,” tutur Teguh P Nugroho.

Baca Juga: Kelola Dana Rp5.5 Triliun, Bank Syariah Mandiri Ditunjuk BPKH Penyedia Layanan Kustodian Haji

Dia menyampaikan, dengan membuka pengawasan terhadap proses penyelidikan ke masyarakat, Polri yang dalam hal ini Polda Metro Jaya, bisa menyampaikan seluruh proses pemeriksaannya secara transparan dan akuntabel.

Dengan keterbukaan ini, dapat diketahui apakah benar ada pihak ketiga yang membiayai, atau ini merupakan emosi massa di lapangan, atau massa yang terorganisir dengan tujuan tertentu.

“Ini untuk mengikis praduga-praduga yang berkembang di masyarakat, dengan transparansi proses tersebut,” ujar Teguh P Nugroho.

Baca Juga: Setahun Beban Rakyat Kian Berat, Fadli Zon Beberkan 4 'Dosa' Jokowi-Ma'ruf Terasa Sampai Anak Cucu

Selain itu, Ombudsman Perwakilan Jakarta Raya juga menyayangkan adanya tindakan kepolisian di bawah koordinasi Polda Metro Jaya yang mengancam akan mempersulit dikeluarkannya SKCK kepada para pelajar yang melakukan aksi demonstrasi UU Ciptaker.

sebelumnya, Polda Metro Jaya telah menetapkan sebanyak 131 tersangka dalam ricuh unjuk rasa pada 8 dan 13 Oktober 2020.

Kemudian dari 131 orang tersebut, sebanyak 69 orang telah ditahan. Dari 69 orang itu, Polda Metro Jaya telah menetapkan 20 orang sebagai tersangka dalam kasus perusakan dan pembakaran sejumlah fasilitas umum.

Baca Juga: Cek Fakta: Kementerian Koperasi dan UKM Dikabarkan Buka Formulir Online Bantuan Presiden untuk UMKM

Pasal yang diprasangkakan terhadap para tersangka yakni Pasal 212 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) tentang perlawanan terhadap petugas.

Lalu Pasal 218 KUHP tentang melanggar aturan tidak berkerumun, Pasal 170 KUHP tentang kekerasan terhadap orang dan barang, serta Pasal 406 KUHP tentang perusakan.***

Editor: Puji Fauziah

Sumber: ANTARA


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x