Pemerintah Tidak Bisa Ugal-ugalan Impor Pangan, Pengamat: UU Cipta Kerja Untungkan Petani

- 22 Oktober 2020, 14:25 WIB
Ilustrasi petani saat sedang memanen padi .
Ilustrasi petani saat sedang memanen padi . /PR BANDUNGRAYA/ Elfrida Chania Sukantiwi

PR BEKASI - UU Cipta Kerja yang disahkan pada Senin, 5 Oktober 2020 lalu masih menuai pro dan kontra di berbagai kalangan meski pemerintah sudah menyatakan sikap.

Umumnya pihak yang kontra menilai bahwa UU Cipta Kerja dapat merugikan pekerja dan buruh. Sementara pihak yang pro menilai UU Cipta Kerja mampu mendorong investor asing untuk menanamkan modalnya di Indonesia.

Ternyata tidak hanya itu, menurut Kepala Riset Center for Indonesian Policy Study (CIPS) Felippa Ann Amanta mengatakan UU Cipta Kerja bisa memberikan dampak positif kepada perkembangan sektor pertanian karena dapat memperkuat produksi pangan domestik dan melindungi petani kecil.

Baca Juga: Kabar Gembira, Disdik Kota Bekasi Beri Bantuan Rp5 juta ke Mahasiswa Aktif, Hanya Satu Syaratnya 

"Kalau produksi pangan dalam negeri ditingkatkan, petani bisa diuntungkan," kata Felippa dalam pernyataan di Jakarta, seperti dikutip Pikiranrakyat-Bekasi.com dari Antara.

Melalui regulasi itu, ia menjelaskan, pemerintah pusat dan daerah sesuai dengan kewenangan berkewajiban untuk mengutamakan dan meningkatkan produksi pertanian dalam negeri untuk memenuhi kebutuhan pangan nasional.

Dengan adanya kewajiban peningkatan pangan domestik ini, berarti terdapat upaya dari pemerintah untuk meningkatkan kualitas panen.

Hal ini dapat melalui penyediaan pupuk maupun benih dengan kualitas baik dengan harga yang semakin terjangkau. Dengan demikian dapat menekan biaya produksi  dan mampu mendorong produktivitas hasil panen.

Baca Juga: Bukti Manusia Telah Berevolusi? Peneliti di Belanda Temukan Organ Baru Ini di Tubuh Manusia 

"Bisa juga kualitas pangan domestik ditingkatkan sehingga harga jual jadi membaik. Ini harapannya bisa mendorong pendapatan petani," katanya.

Ia memastikan persoalan pangan menjadi perhatian pemerintah karena berdasarkan data Global Food Security Index, Indonesia berada di ranking 62 dari 113 negara untuk ketahanan pangan.

Peringkat yang berada di tengah-tengah tersebut memperlihatkan bahwa lebih dari sepertiga masyarakat Indonesia tidak mampu membeli makanan bernutrisi karena harga yang mahal dan tidak terjangkau.

Felippa tidak memungkiri dalam UU Cipta Kerja ada peraturan yang memungkinkan pemerintah untuk  melakukan impor pangan untuk memenuhi kebutuhan pangan dalam negeri.

Baca Juga: Setelah Menunggu Selama 70 Tahun, Ma'ruf Amin Ucap Syukur Peran Santri Diakui Negara 

Namun, impor ini tidak bisa dilakukan ugal-ugalan oleh pemerintah karena ada aturan terkait yang harus dilakukan pemerintah sebelum melakukan impor.

UU Cipta Kerja telah mengatur perubahan Pasal 12 ayat 2 dan Pasal 36 ayat 3 UU Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan.

Dua pasal itu menegaskan bahwa impor bisa dilakukan dengan memperhatikan kepentingan petani, nelayan, pembudidaya ikan, pelaku usaha pangan mikro dan kecil, melalui kebijakan tarif dan non-tarif.

"Jadi tidak langsung membuka keran impor dan banjir, tetapi tetap ada keseimbangan dengan produksi pangan lokal," katanya.***

Editor: M Bayu Pratama

Sumber: ANTARA


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x