Pilkada di Tengah Pandemi Covid-19 Harus Diawasi, IDE Center: Berpotensi Akan Terjadi Konflik

- 25 Oktober 2020, 21:45 WIB
Ilustrasi Pilkada Serentak 2020.
Ilustrasi Pilkada Serentak 2020. /Pikiran-Rakyat.com/ Fian Afiandi

PR BEKASI – Penyelenggaraan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Serentak 2020 di tengah pandemi Covid-19, berpotensi akan terjadi konflik.

Sehingga, Direktur Eksekutif Indonesian Democratic (IDE) Center C David Kaligis menyebutkan bahwa pelaksanaannya harus diawasi secara ketat.

"Pelaksanaan pilkada di tengah pandemi Covid-19 emang dilematis, karena di satu sisi kesehatan rakyat menjadi prioritas Utama," ujarnya, dikutip Pikiranrakyat-Bekasi.com dari Antara, Minggu, 25 Oktober 2020.

Baca Juga: Dituduh Pukuli Seorang Remaja hingga Tewas, Militer Israel: Dia Pingsan dan Kepalanya Terbentur

"Namun di sisi lain, pilkada harus tetap dilaksanakan sebagai sarana sirkulasi elit politik di tingkat lokal, dan juga untuk menghindari kekosongan hukum dan kevakuman kekuasaan di daerah," tutur David Kaligis menambahkan.

Dia mengatakan bahwa kekosongan hukum dan kevakuman kekuasaan di daerah dapat berujung pada persoalan ketatanegaraan yang pelik, menjadi sebuah keniscayaan politik.

Namun, ada beberapa hal yang harus serius diperhatikan, berkaitan penyelenggaraan Pilkada Serentak 2020 yang tidak bisa dianggap remeh.

Baca Juga: Rayakan Ulang Tahun Pertama Podkesmas, Ananda Omesh: Kita Pengen Berkarya Tanpa Dibatasi

Pertama, rezim hukum pemilihan umum (Pemilu) dalam pelaksanaan pilkada, tidak akan berjalan efektif.

Kendati penyelarasan regulasi dengan aturan teknis yang mengatur protokol kesehatan dibuat, untuk memastikan pilkada berjalan sesuai dengan protokol kesehatan.

"Hal ini dapat berujung pada konflik di tengah masyarakat, di ujung tahapan pilkada dan derasnya arus gugatan," ujar David Kaligis.

Baca Juga: Bintang Emon Jadi Asisten Moeldoko? Rocky Gerung: Saya Bisa Mati Kutu Jika Berhadapan Dengan Dia

Kedua, potensi terjadinya ‘electoral frauds’, yakni penyimpangan-penyimpangan pada proses pelaksanaan Pilkada 2020 di tengah pandemi Covid-19 hampir dipastikan terjadi. Baik secara kausistik maupun sporadik, bahkan dapat berkembang menjadi massif.

Sebagai contoh, dalam pemungutan suara 9 Desember 2020 nanti, masyarakat akan hadir ke Tempat Pemungutan Suara (TPS), mereka harus mematuhi protokol kesehatan seperti menjaga jarak.

"Maka otomatis akan terjadi antrian panjang, yang akan mengakibatkan mundurnya waktu dalam proses pemungutan suara di TPS-TPS, yang bisa berdampak pada pelanggaran teknis soal rentang waktu sesuai dengan peraturan yang berlaku," tutur David Kaligis.

Baca Juga: Sempat Ganti Tanggal Berkali-kali karena PSBB, Kevin Aprilio dan Vicy Melanie Akhirnya Resmi Menikah

"Dan tenaga penyelenggara di tingkat bawah pun semakin terkuras, dengan mundurnya waktu di TPS-TPS," ucapnya menambahkan.

Hal itu, tentu dapat menyebabkan penyelenggara di tingkat bawah kelelahan dan melakukan kelalaian, atau lebih jauh lagi tragedi penyelenggara yang tewas akibat kelelahan di Pemilu 2019 terulang kembali.

Ketiga, ruang gerak yang terbatas bagi penyelenggara, khususnya pengawas pemilu, dalam proses pengawasan Pilkada, dan lengahnya perhatian masyarakat karena Covid-19 dapat menjadi peluang oknum-oknum tidak bertanggung jawab untuk menghalalkan segala cara.

Baca Juga: Semprot Anak Buah Jokowi, Rizal Ramli: Birokrat Kita Tidak Becus, Kerjanya Peras Siapa Aja

Seperti, pengerahan aparatur negara, penggunaan fasilitas negara, politik uang, dan yang paling parah, serta sudah terdeteksi adalah penggelembungan suara di proses rekapitulasi suara.

"Ketidakpuasan atas kekalahan karena cacatnya penyelenggaraan pilkada, dan tumpulnya penegakkan hukum karena kecurangan-kecurangan yang ‘terang’ di saat masa Covdi-19 dapat mengakibatkan pengerahan atau mobilisasi massa, untuk menuntut keadilan elektoral," tutur David Kaligis.

"Apalagi sambil menunggangi isu politik nasional, yang sedang hangat," ucapnya menambahkan.

Baca Juga: Hasil MotoGP Teruel: Franco Morbidelli Juara, Duo Suzuki Kuasai Podium

Keempat, sebagai elemen dasar dari instrumen pemilu, persoalan hak pilih masyarakat di Pilkada saat pandemi Covid-19 ini harus dijadikan perhatian bersama.

Baik penyelenggara pemilu, aparat penegak hukum, organisasi kemasyarakatan (Ormas) atau elemen-elemen sipil, maupun masyarakat pemilih sendiri.

"Di saat normal saja, surat undahan pemilih, yakni form C6 banyak yang tidak sampai ke tangan pemilih, atau ditimbun oleh oknum-oknum tertentu, apalagi di tengah pandemi." ujar David Kaligis.

Baca Juga: Memilih Pensiun dari Ring MMA, Ini Permintaan Terakhir Khabib Nurmagomedov kepada UFC

Begitu pun dengan persoalan mengenai Daftar Pemilih Tetap (DPT), khususnya di hari pemungutan suara.

"Permasalahan administratif yang dapat berkembang ke arah tindak pidana pemilu, jika tidak ditangani atau dicegah sedini mungkin, akan terakumulasi menjadi ‘amarah publik’ yang bergejolak keras." tutur David Kaligis.***

Editor: Ikbal Tawakal

Sumber: ANTARA


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x