Komentari Pasal Karet UU ITE, Haris Azhar: Kalo Memang Harus Ditangkap Ya Kita Reuni di Penjara

- 4 November 2020, 11:57 WIB
Pendiri Kantor Hukum dan Hak Asasi Manusia Lokataru di Jakarta, Haris Azhar.
Pendiri Kantor Hukum dan Hak Asasi Manusia Lokataru di Jakarta, Haris Azhar. /Instagram/ @azharharis

"Saya pernah jadi kuasa hukumnya Rocky untuk satu pelaporan statement-nya Rocky, dan ketika saya datang di pemeriksaan tersebut, ternyata polisi menjadikannya itu sebagai pasal siber karena ada yang upload, padahal kegiatannya offline tapi di-upload," tuturnya.

Tak hanya itu, contoh kasus lain serupa pun belau sampaikan untuk memperjelas maksud dari UU ITE yang sudah merambat ke ranah nondigital.

Baca Juga: Menjelang Akhir Hidupnya, Legenda Sepak Bola Jerman Gerd Muller Terbujur Kaku di Panti Jompo

"Saya mendampingi dua orang aktivis, satu aktivis, satu dosen di Manado yang mengkritik soal ijazah palsu seorang rektor, orang ini melapor ke ombudsman, ombudsman punya laporannya luar biasa, karena saya lawyernya dia, jadi saya bilang laporannya bagus, membuktikan bahwa ijazah S3 rektor tersebut di Prancis palsu," ucapnya.

"Dia datang pake laporan ombudsman ke Mendikbud gak digubris, dateng lagi gak digubris. Lalu dia demonstrasi, difoto sama orang dinaikin di Facebook dia kena ITE, jadi dia tidak memposting di Facebook tapi dia kena ITE, saya mau mengatakan bahwa ada situasi yang offline dalam pemidanaannya yang banyak terjadi." tutur Haris Azhar.

Menurutnya justru konteks offline yang lebih ramai ancamannya seperti pada kasus reformasi dikorupsi pada september 2019 dan aksi massa tolak Omnibus Law.

Baca Juga: Pernah Kecanduan Putaw, Abdel Mengaku Berhenti Konsumsi Narkoba di Detik-detik Ibunya Wafat

"Yang non digital offline serangan terhadap para demonstran, anak muda, mahasiswa, dan pelajar itu banyak terjadi. Di kantor saya di lokataru, sudah bikin pemetaan dan itu banyak sekali misalnya infiltrasi atau pemantauan rapat-rapat mahasiswa, itu terjadi," tuturnya.

Sementara menurutnya dalam konteks digital, ada sekelompok orang, akun, tagar-tagar campaign yang digunakan untuk menyerang kelompok mahasiswa dan kelompok lain yang mengkritik negara.

"Nah mereka biasa disebutnya sebagai buzzer, dari beberapa perdebatan negara tidak mau mengakui bahwa itu mereka, persoalannya kemudian adalah tidak ada tindakan tegas kepada mereka, kenapa kita nuntut tindakan tegas, sebetulnya bukan dalam konteks ideal harus ada ketegasan," ucapnya.

Halaman:

Editor: Puji Fauziah


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah