Mengenal 'How Democracies Die', Buku yang Dibaca Anies Baswedan

- 22 November 2020, 19:00 WIB
Anies Baswedan menikmati akhir pekan dengan membaca buku berjudul "How Democracies Die" yang ditulis Steven Levitsky.
Anies Baswedan menikmati akhir pekan dengan membaca buku berjudul "How Democracies Die" yang ditulis Steven Levitsky. /@aniesbaswedan/Twitter

PR BEKASI – Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan, mengunggah foto di Instagram dan Twitter yang menunjukan dirinya tengah bersantai pada Minggu pagi, 20 November 2020.

Dalam unggahan tersebut, Anies Baswedan menuliskan takarir, "Selamat pagi semua. Selamat menikmati Minggu pagi."

Dalam unggahan foto tersebut, Anies Baswedan tengah duduk di kursi kayu dengan rak buku kayu di belakangnya. Terlihat juga figura foto dia dan keluarga serta furnitur lainnya.

Baca Juga: Donghu, Perkampungan di Wuhan yang Selamat dari Pagebluk Covid-19

Anies Baswedan duduk sambil membaca buku berjudul "How Democracies Die" yang ditulis oleh Steven Levitsky dan Daniel Ziblat.

Buku itu pun terdapat versi Bahasa Indonesia yang diterbitkan oleh Gramedia Pustaka Utama 2019 setebal 288 halaman.

Dalam sinopsinya, buku tersebut menceritakan kematian demokrasi lantaran terpilihnya pemimpin otoriter.

Baca Juga: Beri Kesempatan kepada KPM yang Belum Menerima, Kemensos Perpanjang BST hingga 2021

Pemimpin otoriter menyalahgunakan kekuasaan pemerintahan, dan penindasan totas atas oposisi. Gejala-gejala kematian demokrasi sedang terjadi di seluruh dunia dan buku ini mengajaka para pembacanya agar mengerti bagaimana cara menghentikannya.

Dua penulis buku ini merupakan profesor lulusan Harvard yang menyampaikan pelajaran penuh wawasan dari sejarah untuk menerangkan kerusakan rezim selam abad ke-20 dan ke-21.

Mereka menunjukkan bahayanya pemimpin otoriter ketika menghadapi krisis besar.

Baca Juga: Sebut Satpol PP Tak Berani Copot Baliho, Henry Subiakto: TNI Layak Turun Tunjukkan Kehadiran Negara

Berdasarkan riset bertahun-tahun, keduanya menyajikan pemahaman mendalam mengenai mengapa dan bagaimana demokrasi mati; suatu analisis pemicu kewaspadaan mengenai bagaimana demokrasi didesak; dan pedoman untuk memelihara dan memperbaiki demokrasi yang terancam, bagi pemerintah, partai politik, dan individu.

"Sejarah tak berulang. Namun kita bisa melindungi demokrasi kita dengan belajar dari sejarah, sebelum terlambat," menurut sinopsis dalam Google Books.

Buku yang dibaca Anies Baswedan itu pun mendapatkan perhatian warganet diantaranya dari Ketua DPP Partai Solidaritas Indonesia (PSI), Tsamara DKI.

Baca Juga: Bahas Ormas dan Orpol, Jimly Asshiddiqie: Aturannya Perlu Dipertegas dan Direvisi dengan Omnibus Law

"Salah satu poin menarik dalam buku ini adalah pentingnya proses ‘gatekeeping’ partai politik agar seorang tiran yang mengandalkan massa dan fanatisme tidak terpilih menjadi Presiden. Menarik memang," kata Tsamara Amany, lewat Twitter-nya @TsamaraDKI.

Selain itu, Jurnalis sekaligus penulis buku Simulakra Sepakbola, Zen Rachmat Sugito atau lebih dikenal Zen RS turut memberikan tanggapan terkait isi dari buku tersebut.

"Bab 1, 'Fatefull Alliances', dibuka oleh cerita tentang bgmn Musollini, lalu Hitler, naik ke puncak kekuasaan, lewat jalan samping, dg 'ngadalin' elite2 lama. Lumayan sbg alternatif pembaca ttg NKRI dari 2014 dan, mungkin, juga 2024. Memang baik jg dibaca Pak Gub," kata Zen RS.***

Editor: Ikbal Tawakal


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah