Dieksploitasi Manusia Sejak Ribuan Tahun Lalu, Tanaman Ini Berevolusi agar Dapat Sembunyikan Diri

- 10 Desember 2020, 14:48 WIB
Fritillaria delavayi yang berbunga hijau cerah dan berevolusi menjadi berwarna kecoklatan seolah berkamuflase.
Fritillaria delavayi yang berbunga hijau cerah dan berevolusi menjadi berwarna kecoklatan seolah berkamuflase. /Yang Niu/Allthatsinteresting

PR BEKASI - Manusia sebagai makhluk yang diberikan akses untuk dapat berpikir secara lebih baik, tentu memiliki tugas dalam menyeimbangkan kehidupan agar tetap dalam keadaan yang terjaga.

Meski begitu, hingga kini sejumlah masalah yang disebabkan oleh manusia semakin menjadi-jadi, mulai dari permasalahan sampah plastik, polusi udara, dan eksploitasi alam secara berlebihan.

Alih-alih manusia yang dapat berevolusi mengentaskan permasalahan yang ada, ilmuwan baru-baru ini menemukan tanaman yang berevolusi dengan cara menyamarkan diri agar tidak mudah terlihat.

Baca Juga: Peringati Hari HAM 2020, Jokowi Dorong Semua Pihak Perkuat Pemenuhan Hak Asasi

Temuan tersebut dilaporkan dalam hasil penelitian yang dilakukan antara Institut Botani Kunming Tiongkok dan berkolaborasi dengan Universitas Exeter, diterbitkan dalam jurnal Current Biology pada akhir November 2020 lalu.

Tanaman tersebut bernama Fritillaria delavayi (F. Delavayi), yang merupakan tanaman dengan memiliki bunga berwarna hijau cerah, meski kini dikabarkan kehilangan warnanya.

Bukan tanpa alasan, perubahan warna tersebut dilakukan F. Delavayi sebagai caranya untuk berbaur dengan warna di sekitarnya.

Baca Juga: Sudah Tertangkap, Polisi Sebut Pelaku Mutilasi di Bekasi Berprofesi sebagai 'Manusia Silver'

Umumnya tanaman ini ditemukan di lereng bukit, tumbuh di tengah lanskap berbatu di pegunungan Hengduan Tiongkok dan sebagian wilayah Nepal.

Tanaman berumbi ini dipercaya memiliki khasiat dalam mengobati batuk dan penyakit pernafasan lainnya. Pemanfaatannya sebagai obat tradisional telah dilakukan selama dua ribu tahun terakhir.

Para peneliti menduga, tanaman tersebut telah mengembangkan sistem pertahanan agar dapat melindungi diri dengan bersembunyi dari tangan manusia yang secara terus menerus mengeksploitasinya.

Baca Juga: Rizieq Resmi Jadi Tersangka, Muannas Alaidid: Tempatkan Diri sebagai WNI, Tinggalkan Kehabibannya

Tanaman ini seolah menjadi komoditas yang dicari-cari sebab nilainya yang meningkat. Hal ini juga yang turut menjadi pemicu semakin meningkatnya kebutuhan untuk memanennya.

Sementara dalam praktiknya, diketahui untuk dapat menghasilkan satu pon bubuk obat, dibutuhkan sebanyak 3.500 bunga yang dipanen dan dapat dihargai sekira $ 218 per pon atau sekira Rp3.077.735 dengan kurs satu dolar sekira Rp14 ribu.

"Seperti tumbuhan yang melakukan penyamaran lain yang telah kami pelajari, kami mengira evolusi kamuflase fritillary ini didorong oleh herbivora, tetapi kami tidak menemukan hewan semacam itu. Kemudian kami menyadari bahwa manusia bisa menjadi penyebabnya," kata Yang Niu, salah satu penulis penelitian seperti dikutip Pikiranrakyat-Bekasi.com dari Allthatsinteresting, Kamis, 10 Desember 2020.

Baca Juga: Sebulan Kepulangan dari Arab Saudi, Habib Rizieq Resmi Ditetapkan Sebagai Tersangka oleh PMJ

Peneliti lain dari Pusat Ekologi dan Konservasi di Kampus Penryn Exeter di Cornwall, Martin Stevens mengatakan kejadian ini luar biasa, bagaimana manusia dapat memiliki pengaruh langsung terhadap perubahan warna pada organisme liar, baik kelangsungan hidupnya, maupun evolusi yang terjadi.

"Banyak tanaman tampaknya menggunakan kamuflase untuk bersembunyi dari herbivora yang mungkin memakannya, tetapi di sini kami melihat kamuflase berkembang sebagai respons terhadap kolektor manusia," katanya.

Dalam studi ini, para peneliti seolah terpesona dengan bagaimana aktivitas yang dilakukan manusia ternyata dapat mempengaruhi organisme lainnya untuk beradaptasi dengan cara berevolusi.

Baca Juga: Ajaib! Ibu Ini Cetok Rekor Dunia Usai Kembali Lahirkan Bayi dari Embrio Beku Tahun 1992

Adanya penemuan ini, membuat peneliti menduga kemungkinan hal serupa terjadi kepada tumbuhan lainnya, sehingga menjadi menarik untuk diteliti lebih lanjut pada tumbuhan lain.

"Mungkin saja manusia telah mendorong evolusi strategi pertahanan pada spesies tumbuhan lain," ujarnya.

"Tetapi yang mengejutkan hanya sedikit penelitian yang meneliti hal ini." sambungnya.***

Editor: Ikbal Tawakal

Sumber: Allthatsinteresting


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x