Hati kita berbisik. “Lanjutkan tidur. Bangun di sepertiga malam saja.” Pas sepertiga malam, kita malah berselimut karena dingin. Di akhir malam, berbarengan tarhiman, baru tergesa-gesa mendirikan tahajud.
Setelah itu kita berniat sahur. Puasa sunnah. Dibisiki lagi. “Jangan memaksa. Tak berdosa bila ditinggalkan, bukan? Mending pilih puasa wajib. Atau amalan lain yang ringan.” Niat puasa gagal.
Baca Juga: Pria Terobos Mimbar Imam di Masjidil Haram saat Khutbah Jumat, Begini Nasibnya Sekarang
Azan berkumandang. Bisikan datang. “Jangan buru-buru ke masjid. Tunggu sampai ikamah. Lebih baik menjadi makmum masbuk, ketimbang salat sendirian. Salat sendirian juga masih lumayan, dibandingkan yang tidak salat.”
Sepulang dari masjid, acuh begitu ketemu duri atau aral melintang. Pokoknya saya aman. Begitu pula kala tercium aroma bangkai tikus.
Bisikan muncul. “Pungut dan buang di sungai. Atau bakar sekehendakmu. Asap hitam mengepul. Lengket di jemuran warga. Pakaian sangit. Peduli amat.”
Setelah itu kita berangkat kerja. Bisikan terngiang. “Alah, jangan sok rajin. Jadi apa? Santai.” Begitu pula ada yang mengalami celaka, bukan secepatnya ditolong. Tapi berswafoto. Bahkan hartanya dicuri.
Di sekolah dan kantor jua setali tiga uang. Cuek ketika seorang nangis kebingungan, tanaman meranggas, kaca berdebu dan kran bocor. Dalihnya, “Bukan tugas saya.”
Kemudian kita masuk ruang, langit-langit penuh sawang. Pun dibiarkan. Terpenting sudah transfer pengetahuan.