Harga Naik Akibat Ketergantungan ke AS, PKS Dorong Swasembada Kedelai Seperti Tahun 1992

4 Januari 2021, 20:40 WIB
Pekerja mengangkat kacang kedelai saat produksi tahu di pabrik tahu Sumber Barokah di Kampung Karya Bhakti RT 04/04, Kelurahan Cilendek Barat, Kota Bogor, Jawa Barat, Senin 4 Januari 2021. /ARIF FIRMANSYAH

PR BEKASI - Kenaikan harga kedelai yang banyak diimpor dari Amerika Serikat membuat para pelaku industri terkejut. Bahkan para pelaku industri kedelai di sejumlah daerah memutuskan untuk mogok produksi.

Tidak hanya pelaku industri kedelai, pelaku UMKM dan masyarakat yang menggantungkan hidupnya kepada produksi tahu dan tempe turut mengalamk kesulitan.

Kenaikan harga kedelai yang hampir mencapai sebesar 50 persen pada awal tahun 2021, turut ditanggapi Anggota Komisi VI DPR RI Nevi Zuairina.

Baca Juga: Anies Baswedan: PSBB Transisi Kali Ini Fokus Tekan Penambahan Kasus Covid-19 

Menurutnya, kenaikan harga komoditas kedelai diduga disebabkan oleh meredanya perang dagang antara AS dan China.

Mengutip catatan Badan Pusat Statistik (BPS), Nevi Zuairina memaparkan, impor kedelai sepanjang semester-I 2020 mencapai 1,27 juta ton atau senilai 510,2 juta dollar AS atau sekitar Rp7,52 triliun (dengan menggunakan kurs Rp14.700).

Dari total impor tersebut, sebanyak 1,14 juta ton di antaranya berasal dari AS.

Padahal menurutnya, di tahun 1992, Indonesia pernah melakukan swasembada kedelai. Nevi pun meminta pemerintah untuk mengoptimalkan produksi kedelai dalam negeri.

Baca Juga: Anies Baswedan: PSBB Transisi Kali Ini Fokus Tekan Penambahan Kasus Covid-19 

“Pada tahun 1992 Indonesia pernah melakukan swasembada kedelai, saat itu produksi dari petani kedelai Indonesia mencapai 1,8 juta ton per tahun. Ini ada peluang bagi pemerintah untuk mengoptimalkan kedelai dalam negeri, sekaligus meningkatkan kesejahteraan petani," ujar politisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) itu.

Indonesia yang sebagian besar kedelainya bergantung kepada AS ikut terdampak ketika China memborong kedelai AS.

"Momentum baiknya hubungan dagang AS-China yang berakibat pada kenaikan harga kedelai harus dimanfaatkan pemerintah untuk dapat meningkatkan produksi kedelai dalam negeri,” tuturnya.

Baca Juga: Sebelum Trump Benar-benar Lengser, Israel Berencana Beli Pesawat Tempur F-35 dari AS 

Oleh karena itu, ia meminta agar Pemerintah dapat memperbaiki tata niaga kedelai dalam negeri. Selain itu, dibutuhkan kolaborasi aktif antara Kementerian dan Lembaga terkait serta melibatkan pelaku industri dan UMKM agar dapat menciptakan stabilitas harga kedelai.

“Melonjaknya harga kedelai juga dapat meresahkan pedagang kecil. Karena nanti penjual gorengan tidak dapat  menjual tahu dan tempe goreng sehingga pendapatan mereka pun bisa berkurang," ucapnya.

Nevi menyebut kenaikan harga kedelai dapat berdampak juga bagi kenaikan harga tahu dan tempe, terlebih ketika daya beli masyarakat menurun.
 
“Kedelai sebagai bahan baku utama bagi industri tahu dan tempe tentu akan sangat mempengaruhi harga produk tahu dan tempe di masyarakat. Jika harga kedelai naik, maka harga tahu dan tempe di masyarakat juga akan ikut naik.," ucap Nevi Zuairina.***

Editor: M Bayu Pratama

Sumber: DPR

Tags

Terkini

Terpopuler