Ditanya Pedagang, Sri Mulyani Pastikan Sembako di Pasar Tak Kena Pajak

- 15 Juni 2021, 09:30 WIB
Menteri Keuangan Sri Mulayani menegaskan bahwa hanya bahan pokok atau sembako premium lah yang akan dikenakan pemerintah Pajak Pertambahan Nilai (PPN).
Menteri Keuangan Sri Mulayani menegaskan bahwa hanya bahan pokok atau sembako premium lah yang akan dikenakan pemerintah Pajak Pertambahan Nilai (PPN). / /Instagram@smindrawati/

PR BEKASI - Menteri Keuangan Sri Mulayani meluruskan kekeliruan pemahaman terkait rencana pemerintah menerapkan pajak Pertambahan Nilai (PPN) pada bahan pokok atau sembako.

Di antaranya, Sri Mulayani memastikan bahwa sembako yang dijual di pasar tradisional tidak akan dikenakan pajak tersebut.

Penjelasan itu, juga merupakan jawaban Sri Mulayani ketika ditanya oleh seorang pedagang saat berkunjung ke Pasar Santa, Jakarta, Senin, 14 Juni 2021.

Baca Juga: Sembako Dipajaki Tapi Mobil Mewah Malah Dapat Diskon Pajak, Luqman Hakim: Sri Mulyani Males Mikir?

"Ibu pedagang bumbu menyampaikan kekhawatirannya membaca berita tentang pajak sembako yang dikhawatirkan menaikkan harga jual," ucap Sri Mulayani, dikutip Pikiranrakyat-Bekasi.com dari akun Instagram @smindrawati, Selasa, 15 Juni 2021.

Tangkapan layar unggahan Sri Mulyani terkait rencana pemerintah kenakan PPN pada sembako dan pendidikan.
Tangkapan layar unggahan Sri Mulyani terkait rencana pemerintah kenakan PPN pada sembako dan pendidikan.

"Saya jelaskan pemerintah tidak mengenakan pajak sembako yang di jual di pasar tradisional yang menjadi kebutuhan masyarakat umum," sambungnya.

Baca Juga: Respons Sri Mulyani Soal Kehebohan PPN Pada Sembako: Situasinya Jadi Agak Kikuk

Lebih lanjut, Sri Mulayani menjelaskan bahwa dalam pemberlakuan pajak tidak serta-merta asal pungut untuk penerimaan negara saja.

"Namun disusun untuk melaksanakan azas keadilan," ujar Sri Mulayani.

Sri Mulayani kemudian mencontohkan bagaimana ketentuan dalam menerapkan pungutan pajak terhadap bahan pokok atau sembako nantinya.

Baca Juga: Gaduh Soal PPN Sembako, Sri Mulyani: Draftnya Bocor, Kita Masih Belum Bisa Menjelaskan secara Menyeluruh

"Misalnya beras produksi petani kita seperti Cianjur, rojolele, pandan wangi, dan lain-lain, yang merupakan bahan pangan pokok dan dijual di pasar tradisional, (itu) tidak dipungut pajak (PPN)," ucapnya.

"Namun beras premium impor seperti beras basmati, beras shirataki yang harganya bisa 5-10 kali lipat dan dikonsumsi masyarakat kelas atas, seharusnya dipungut pajak," sambungnya.

Contoh lainnya yaitu pada daging sapi. Jadi nantinya hanya daging sapi premium lah yang akan dikenakan pajak oleh pemerintah.

Baca Juga: Sri Mulyani Sebut Angka Pengangguran RI Turun, Natalius Pigai: Menkeu Tak Punya Etika, Kita Tidak Bodoh Bu

"Demikian juga daging sapi premium seperti Daging sapi Kobe, Wagyu yang harganya 10-15 kali lipat harga daging sapi biasa, seharusnya perlakukan pajak berbeda dengan bahan kebutuhan pokok rakyat banyak," tutur Sri Mulyani.

Sri Mulayani menyebut, penerapan seperti itu merupakan asas keadilan dalam perpajakan dimana yang lemah dibantu dan dikuatkan, serta yang kuat membantu dan berkontribusi.

Itulah mengapa, dirinya heran bila pemerintah dituding seakan tak peduli karena malah memberatkan rakyat kecil dengan adanya penerapan pajak terhadap bahan pokok atau sembako tersebut.

Baca Juga: Anggota DPR Tertidur Pulas Saat Sri Mulyani Bicarakan 5 Fokus Kebijakan Fiskal dalam Rapat Paripurna

"Dalam menghadapi dampak Covid yang berat, saat ini Pemerintah justru memberikan banyak insentif pajak untuk memulihkan ekonomi," ucapnya.

Terkait Insentif, Sri Mulayani menyebutkan bahwa seperti Pajak UMKM dan pajak karyawan (PPH 21) telah dibebaskan dan ditanggung oleh pemerintahan.

Bahkan, pemerintah juga membantu rakyat melalui bantuan sosial, bantuan modal UMKM, diskon listrik rumah tangga kelas bawah, hingga internet gratis bagi siswa, mahasiswa, dan guru.***

Editor: Ikbal Tawakal

Sumber: Instagram @smindrawati


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x