Sebut Dirinya Sengaja Buat Unggahan Agar Direspons IDI, Jerinx: Saya Terpaksa Pakai Diksi Nyeleneh

- 30 Oktober 2020, 07:28 WIB
Jerinx SID tegaskan Kembali Untuk Menghapus Rapid Test.
Jerinx SID tegaskan Kembali Untuk Menghapus Rapid Test. /Instagram@ucok_olok

PR BEKASI – I Gede Ary Astina alias Jerinx Superman Is Dead (SID), mengatakan bahwa dirinya sengaja mengunggah pernyataan terkait “Bubarkan IDI” di kolom komentar melalui akun Instagram agar mendapat respons dari Ikatan Dokter Indonesia (IDI).

Hal itu dia sampaikan dalam persidangannya di Pengadilan Negeri Denpasar, pada Selasa, 27 Oktober 2020 lalu.

“Sengaja, dengan harapan direspons. Jadi, saya tahu saya tidak mungkin bisa membuat IDI, jadi saya minta respons dari IDI. Karena sebelumnya tidak pernah direspons,” ujar Jerinx seperti dikutip Pikiranrakyat-Bekasi.com dari Antara.

Baca Juga: Terinspirasi dari Video TikTok, Seorang Anak di Filipina Nyaris Gantung Diri

“Saya terpaksa memakai diksi yang sedikit nyeleneh (kacung), agar direspons. Karena ini masalah nyawa, dan masalah bayi,” tuturnya menambahkan.

Diketahui, Jerinx SID menuliskan mengenai IDI dalam unggahan foto di Instagram @jrxsid pada bulan Juni 2020.

“Gara-gara bangga jadi kacung WHO (Organisasi kesehatan dunia), IDI dan rumah sakit dengan seenaknya mewajibkan semua orang yang akan melahirkan tes Covid-19,” ujarnya.

Baca Juga: Dinilai Berisiko Jika Bergantung pada Negara Lain, Menristek Pastikan Keamanan Vaksin Merah Putih

Jerinx pun menambahkan bahwa dia tidak akan berhenti menyerang IDI, sampai IDI memberikan penjelasan.

“Bubarkan IDI, saya gak akan berhenti menyerang kalian @ikatandokterindonesia, sampai ada penjelasan perihal ini. rakyat sedang diadu domba dengan IDI/RS (rumah sakit)? Tidak, IDI dan RS yang mengadu diri mereka sendiri dengan hak-hak rakyat,” tuturnya.

Selain itu, Jerinx juga mengemukakan berbagai tuduhan berikutnya dalam kolom komentar, bahwa IDI melakukan ‘konspirasi’ memanfaatkan kasus Covid-19.

Baca Juga: Rakyat Cemas, Rocky Gerung Justru Tak Permasalahkan Praktik Dinasti Politik di Tanah Air, Ada Apa?

Dalam berbagai unggahannya, Jerinx disebut memanipulasi pandangan publik mengenai IDI, dengan pemikiran bahwa IDI sebagai objek yang melakukan konspirasi terkait dengan Covid-19.

Fenomena tersebut, dikemukakan oleh penulis Simon Lindgren sebagai sebuah fenomena tentang masyarakat digital yang disebut “trolling” dalam bukunya “Masyarakat dan Media Digital”.

Dia telah meneliti bahwa media sosial, nanti akan menjadi alat bagi orang-orang mengekspresikan produk pemikirannya untuk berbagai tujuan. Aktualisasi pikiran ini, mungkin pada masa lalu seperti menulis buku harian (diari).

Baca Juga: Peran Perempuan di Parlemen Alami Peningkatan, MPR: Perlu Gerakan untuk Mendobrak Budaya Patriarki

Trolling adalah salah satu cara yang digunakan penulis pesan, untuk menarik berbagai sudut pandang berbeda tersebut, untuk memantik interaksi yang bertentangan.

Menurut Simon Lindgren, penulis pesan tersebut tidak menginginkan jawaban dari diskusi yang terjadi. Mereka hanya ingin berkreasi dan mencari kesenangan pribadi.

Jerinx mungkin tidak bermaksud sampai sejaih itu. Namun, menurut Lindgren, apa yang ada di benak penyampai pesan, sering berbeda dengan apa yang ada di benak masyarakat.

Baca Juga: Waspadai Wasir karena Terlalu Lama Duduk Disaat WFH, Simak Cara Mencegahnya

Pemikiran-pemikiran liar tersebut pun akan sangat sulit dikontrol. Namun, ada upaya yang harus dilakukan untuk membatasi pengaruh-pengaruh yang demikian buruk pada era digital.

Koordinator Gerakan #BijakBersosmed Enda Nasution mengatakan bahwa masyarakat pengguna media sosial, harus sadar bahwa apa yang diucapkan di media sosial memiliki konsekuensi sosial dan hukum.

“ucapan di medsos itu bukanlah tanpa konsekuensi, apakah itu konsekuensi sosial sampai hukum,” ucapnya dalam siaran pers di Jakarta.

Baca Juga: Hasil Liga Eropa: AC Milan Benamkan Sparta Praha dengan Skor 3-0, Pemain Pinjaman MU Curi Perhatian

“Sehingga pengguna medsos juga harus tahu, bahwa penyebaran kebencian bukan sekadar melanggar hukum, melainkan juga melanggar norma dan etika,” ujar Enda Nasution menambahkan.

Menurutnya, banyak orang berani menyebarkan konten negatif bahkan hingga ujaran kebencian di media sosial, karena tidak melihat langsung reaksi lawan bicara.***

Editor: Puji Fauziah

Sumber: ANTARA


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah