Parlemen Thailand Dukung Aturan Aborsi Kandungan Maksimal 12 Minggu

27 Januari 2021, 15:23 WIB
Ilustrasi janin. /PIXABAY/

PR BEKASI - Thailand baru-baru ini memberi kabar terbarunya mengenai dukungan mayoritas anggota parlemen yang menyetujui diperbolehkannya melakukan aborsi dengan usia maksimal 12 Minggu usia kehamilan.

RUU yang sudah disahkan oleh Majelis Rendah Thailand pada pekan lalu, setelah Mahkamah Konstitusi pada Februari 2020, memutuskan bahwa kriminalisasi atau pidana terhadap pelaku aborsi dinyatakan tidak konstitusional dan melanggar hak asasi manusia (HAM).

Dalam aturan terbarunya, disebutkan aborsi maksimal 12 minggu usia kehamilan hanya diperbolehkan dilakukan oleh dokter yang tersertifikasi.

Baca Juga: Masih Khawatir Picu Kekerasan, Youtube Perpanjang Blokir Akun Donald Trump

Aborsi dilakukan jika janin memiliki risiko cacat, atau kondisi dapat membahayakan nyawa sang Ibu, kehamilan yang disebabkan oleh pemerkosaan, penipuan, atau pemaksaan.

Dukungan tersebut diketahui usai Senat mengumumkan hasil sidang yang dilakukan pada Senin malam, 25 Januari 2021.

Sebanyak 166 suara anggota dewan menyatakan dukungan untuk merevisi Undang-Undang aborsi tersebut, sisanya sebanyak 7 anggota dewan menolaknya.

Baca Juga: Dukung Terobosan Kapolri Listyo Sigit, Ganjar Pranowo: SDM Polri yang Selama Ini Sudah Cukup Elegan

Diharapkan perubahan Undang-Undang terkait aborsi ini bisa berdampak pada pengurangan praktik aborsi ilegal yang dilakukan oleh non-dokter.

Revisi UU tersebut hanya mengizinkan aborsi maksimal 12 minggu. Setelah itu aborsi hanya diizinkan dalam kondisi tertentu, selain alasan itu maka bisa dikenakan hukuman hingga enam bulan penjara atau denda hingga 10.000 baht atau sekira Rp4.690.000 (kurs Rp469), atau keduanya.

Seperti dikatakan oleh salah satu anggota dewan Wanlop Tangkhananurak bahwa aborsi hanya dilakukan oleh dokter.

Baca Juga: Tentara Israel Diduga Bawa Lari 7 Sapi, Peternak di Lebanon Geram

"Ini berarti aborsi bersyarat dan hanya dapat dilakukan oleh dokter sesuai dengan hukum," kata Wanlop Tangkhananurak seperti dikutip Pikiranrakyat-Bekasi.com dari Reuters, Rabu, 27 Januari 2021.

Sementara itu aktivis Pro-Choice mengkritik ditetapkannya izin aborsi maksimal 12 minggu, dengan disertai hukuman bagi yang melakukan aborsi di atas usia kandungan maksimal tersebut.

Dalam pandangannya aktivis Pro-Choice menganggap keputusan parlemen untuk tetap memasukkan sanksi dalam UU Aborsi dianggap gagal melindungi hak Ibu serta dapat menimbulkan stigma di masyarakat.

Baca Juga: Eks Anggota HTI Dilarang Ikut Pemilu, Akademisi: Berlebihan, Seperti Menghukum Mereka Berulang-ulang

Karena itu anggota dewan dan aktivis yang membela aborsi yaitu Tam Tang, Nisarat Jongwisan menginginkan agar hukuman yang tercantum dalam UU itu dicabut.

"Kami ingin semua hukuman dicabut karena merupakan hak seseorang untuk menggugurkan kehamilan tanpa dihukum," kata Nisarat Jongwisan.

"Hukuman tersebut akan menghalangi akses seseorang ke layanan yang aman dan juga mencoreng martabat perempuan tersebut." sambungnya.***

Editor: Ikbal Tawakal

Sumber: REUTERS

Tags

Terkini

Terpopuler