Disudutkan Rakyat Myanmar, Min Aung Hlaing Akhirnya Buka Suara Soal Kudeta Terhadap Aung San Suu Kyi

9 Februari 2021, 12:11 WIB
Jenderal Militer, Min Aung Hlaing. /Nikkei Asia

PR BEKASI - Warga Myanmar masih menghadapi kudeta yang dilakukan oleh junta militer hingga saat ini.

Segala bentuk protes terkait penolakan kudeta pun dilakukan oleh warga Myanmar.

Sejumlah negara di dunia juga meminta junta militer Myanmar untuk segera mengakhiri perselisihan tersebut melalui jalan damai.

Terkait kudeta Myanmar, akhirnya Jenderal Militer, Min Aung Hlaing pun angkat bicara

Baca Juga: Cek Fakta: Benarkah Jokowi Pakai Rp38,5 Triliun Dana Haji Tanpa Sepengetahuan Jemaah? Ini Faktanya

Ia memberikan pernyataan soal kudeta Myanmar dan unjuk rasa yang berlangsung di berbagai kota hari ini.

Selain itu, ia juga  meminta publik untuk mengikuti fakta dibandingkan perasaan.

Ia pun menjanjikan bakal ada pemilu baru di mana pemenangnya akan menjadi pemerintah Myanmar yang sah.

Baca Juga: Wagub DKI Buka Suara Soal Video ‘Crazy Rich PIK’ Helena Lim Bersama Keluarga Terima Vaksin Covid-19

"Junta ini berbeda dibanding pemerintahan militer sebelumnya," kata Min Aung Hlaing, dikutip oleh Pikiranrakyat-Bekasi.com dari Channel News Asia pada Selasa, 9 Februari 2021.

"Menteri-menteri terbaik telah dipilih, kebijakan luar negeri tidak berubah, dan negara-negara luar akan kami bujuk untuk berinvestasi di Myanmar," katanya.

Min Aung Hlaing pun kembali menegaskan bahwa kudeta Myanmar adalah hal yang tak terhindarkan.

Jika saja pemilu tahun lalu tak ada kecurangan, klaim ia, maka kudeta Myanmar tidak akan terjadi.

Baca Juga: PKS Ingin Pilkada Serentak 2022-2023, Mardani Ali Sera: Kita Tak Ingin Kejadian Seperti Pemilu 2019 Terulang

Min Aung Hlaing menyayangkan penyelenggara pemilu yang mengesampingkan laporannya soal dugaan kecurangan.

"Tidak ada satupun lembaga yang di atas hukum," ucapnya.

Seperti diberitakan sebelumnya, kudeta Myanmar terjadi pada Senin pekan lalu.

Militer Myanmar, yang dipimpin Min Aung Hlaing, merebut pemerintahan yang ada.

Baca Juga: Realita Industri Musik Indonesia, Pongki Barata Heran: Diajak Kerja Sama Gak Mau, Maunya Pas Untung Saja

Hal itu dimulai dengan menangkap sejumlah pejabat negara Myanmar, memberhentikan menteri, dan membatalkan pelantikan anggota parlemen yang terpilih.

Beberapa figur sentral yang mereka tangkap adalah Penasehat Negara Aung San Suu Kyi serta Presiden Win Myint.

Kudeta itu sendiri dipicu kekalahan partai yang berafiliasi dengan militer Myanmar, Partai Persatuan Solidaritas dan Pengembangan (USDP), dari Partai Liga Nasional untuk Demokrasi (NLD) pada pemilu tahun lalu.

USDP menganggap ada kecurangan di pemilu tersebut sehingga menyakini pemerintahan yang ada sekarang tidak sah dan berhak dikudeta.

Baca Juga: Soal Kematian Ustaz Maaher di Rutan, Novel Baswedan: Orang Sakit Kenapa Dipaksakan Ditahan?

Merespon kudeta Myanmar, warga melakukan unjuk rasa besar-besaran yang berlangsung sejak Sabtu pekan lalu.

Diketahui bahwa ribuan, bahkan puluhan ribu, warga terlibat dengan unjuk rasa berlangsung di berbagai kota.

Sejauh ini, militer Myanmar belum menggunakan kekerasan untuk meresponnya.

Namun, satu jam yang lalu, darurat militer diberlakukan di kota Mandalay, kedua terbesar di Myanmar.

Baca Juga: Sambut Hari Valentine Penuh Warna, 7 Tips Ini Akan Buat Hubungan Anda dengan Pasangan Makin Lengket

Dikutip dari Channel News Asia, darurat militer tersebut akan mencakup tujuh kotamadya di Mandalay.

Aturan yang berlaku mulai dari melarang warga berunjuk rasa, berkumpul dengan jumlah lebih dari lima orang, hingga jam malam yang berlaku dari jam 8 malam sampai 4 pagi.

"Perintah ini akan berlaku hingga waktu yang belum ditentukan," kata pernyataan pers pemerintah Myanmar di Mandalay, Senin, 8 Februari 2021.

Dalam penjelasannya, pemerintah Myanmar mengklaim unjuk rasa yang berlaku sudah mengkhawatirkan.

Baca Juga: Veteran Angkatan Laut AS Ini Temukan Dompetnya yang Hilang di Antartika Selama 53 Tahun

Selain dianggap mereka mengancam keselamatan publik, juga mengganggu penegakan hukum.

Tindakan-tindakan itu, lanjutnya, bisa menyebabkan ketidakstabilan atau bahkan kerusuhan jika dibiarkan.***

Editor: Puji Fauziah

Sumber: Channel New Asia

Tags

Terkini

Terpopuler