Janji Sekutu Pulihkan Demokrasi Myanmar Diwarnai Tewasnya 5 Orang saat Peringati Pemberontakan 8888

14 Maret 2021, 00:41 WIB
Polisi berjaga selama protes terhadap kudeta militer dan menuntut pembebasan pemimpin terpilih Aung San Suu Kyi, di Naypyitaw, Myanmar, 8 Februari 2021. /REUTERS / Stringer/REUTERS /

PR BEKASI - Dilaporkan kembali sekira 5 pengunjuk rasa tewas oleh aparat keamanan di negara dengan situasi politik yang panas tersebut.

Hal itu diketahui terjadi di saat baru saja keempat negara seperti Amerika Serikat, Jepang, India, dan Australia bersepakat atau berjanji untuk pulihkan demokrasi di Myanmar.

Diketahui bahwa Sebanyak dua pengunjuk rasa tewas karena mendapat tembakan oleh pihak keamanan dalam protes duduk di Mandalay yang merupakan kota terbesar kedua di Myanmar.

Sementara itu seperti dikutip Pikiranrakyat-Bekasi.com dari Reuters, Minggu, 13 Maret 2021, dua orang lainnya tewas tertembak di Yangon dan satu orang lagi tewas di pusat kota Pyay.

Baca Juga: Sebut Langkah Kubu KLB Deli Serdang Semakin Sulit, Jansen Sitindaon: Ini Sudah 2021, tapi Pikiran Masih 2005

Baca Juga: Apresiasi Nadiem karena Revisi Peta Jalan Pendidikan, Cholil Nafis: Bagus, demi Indonesia yang Gemilang

Baca Juga: Tolak Siaran Langsung Pernikahan Atta-Aurel, KNRP: Tidak Mewakili Kepentingan Publik

Dilaporkan bahwa aksi protes para pengunjuk rasa di Myanmar saat ini terjadi ketika mengadakan peringatan terjadinya insiden kematian seorang siswa pada tahun 1988 silam di bulan Agustus yang memicu perlawanan terhadap pemerintah militer saat itu.

Protes hari Sabtu ini dilaporkan disebarkan melalui poster-poster di media sosial yang mendesak orang-orang untuk memperingati kematian Phone Maw, yang ditembak dan dibunuh oleh pasukan keamanan pada tahun 1988 di dalam tempat yang kemudian dikenal sebagai kampus Institut Teknologi Rangoon.

Kejadian yang berlangsung sebelum demokrasi hadir dan selanjutnya mengganti pemerintah militer itu kemudian dikenal dengan sebutan pemberontakan 8888.

Ketika masa itu, Aung San Suu Kyi merupakan ikon demokrasi dan sempat menjadi tahanan di rumah selama hampir dua dekade.

Kemudian Aung San Suu Kyi dibebaskan pada 2008 ketika militer memulai reformasi demokrasi dan Liga Nasional untuk Demokrasi (NLD) miliknya berhasil memenangkan pemilu pada 2015 dan sekali lagi pada November tahun lalu, 2020.

Baca Juga: Komentari Pernyataan Bambang Widjojanto Soal KLB Demokrat, Ali Mochtar Ngabalin: Lucu, Geli, dan Jijik

Namun begitu pihak militer menuding bahwa Pemilu yang diadakan pada November 2020 tersebut diklaim militer, telah terjadi kecurangan yang berujung pada terkudetanya pemerintahan Aung San Suu Kyi pada 1 Februari 2021.

Kudeta yang disertai dengan penahanan Aung Sang Suu Kyi beserta para pejabat penting lainnya oleh pihak militer Myanmar, kemudian membuat gelombang protes yang diadakan secara rutin hingga kini telah menimbulkan banyaknya korban berjatuhan.

Sementara itu jika merujuk data dari kelompok advokasi Asosiasi Bantuan untuk Tahanan Politik (AAPP), hingga kini diperkirakan telah lebih dari 70 orang telah tewas di Myanmar sejak unjuk rasa besar-besaran dilakukan untuk memprotes pihak militer Myanmar yang mengambil alih kekuasaan.

Sementara itu, kedekatan antara pihak militer Myanmar dengan China kini dianggap seolah menjadi ujian bagi Presiden AS Joe Biden untuk menyelesaikan konflik di Myanmar.

Dalam pertemuan AS dengan para pemimpin dari India, Jepang, dan Australia secara virtual pada hari Jumat kemarin, mereka menyatakan berkomitmen untuk mengembalikan serta memperkuat demokrasi di Myanmar.***

Editor: Ikbal Tawakal

Sumber: REUTERS

Tags

Terkini

Terpopuler